"Mataku telah melihat keselamatan yang dari pada-Mu." (HR. Yesus dipersembahkan di dalam Bait Allah, 02 Februari)

"Mataku telah melihat keselamatan yang dari pada-Mu." (HR. Yesus dipersembahkan di dalam Bait Allah, 02 Februari)


1 Februari 1944

 


Aku melihat sepasang suami isteri meninggalkan sebuah rumah yang sangat sederhana. Seorang ibunda yang sangat muda menuruni tangga luar rumah dengan menggendong seorang kanak-kanak yang terbungkus dalam kain putih dalam buaiannya.

 

Aku mengenali Bunda kita. Ia selalu sama: pucat dan pirang, cekatan dan begitu lemah lembut dalam perilaku-Nya. Ia berpakaian putih, dengan mantol biru pucat dan sehelai kerudung putih di kepala-Nya. Ia menggendong AnakNya dengan sangat hati-hati.

 

Yosef menunggu-Nya di kaki tangga dengan seekor keledai abu-abu kecil. Yosef sepenuhnya berbalut pakaian coklat muda: baik jubahnya dan mantolnya berwarna sama. Ia memandang Maria dan tersenyum kepada-Nya. Ketika Maria tiba dekat si keledai kecil, Yosef menempatkan kekang keledai pada tangan kirinya, ia mengambil alih sebentar si Kanak-kanak, Yang sedang tidur nyenyak, dan dengan demikian memungkinkan Maria duduk dengan lebih nyaman di atas pelana keledai. Yosef lalu menyerahkan Yesus kembali kepada-Nya dan mereka pun berangkat.

 

Yosef berjalan di samping Maria, dengan memegang kekang sepanjang waktu dan memastikan bahwa keledai melangkah maju tanpa tersandung. Maria mendekap Yesus dalam pangkuan-Nya, dan kalau-kalau Ia merasa kedinginan, Ia menyelimutkan pinggiran mantol-Nya ke atas-Nya. Yosef dan Maria sangat jarang berbicara tetapi mereka sering saling tersenyum satu sama lain.

 

Jalanan, yang bukan sebuah jalan yang baik, memutar sepanjang suatu pedesaan yang menjadi tandus oleh musim. Hanya sedikit para pengelana lain yang berpapasan dengan mereka di jalan atau menyalip mereka.  

 

Kemudian aku melihat beberapa rumah dan tembok-tembok sekeliling sebuah kota. Mereka masuk melalui sebuah pintu gerbang dan mulai berjalan di jalanan berpaving yang seluruhnya terpecah-belah, dan sangat tidak teratur. Gerak maju sekarang jauh lebih sulit, baik karena lalu lintas yang menyebabkan keledai berhenti setiap saat maupun karena lubang-lubang di mana batu-batu pavingnya hilang menyebabkan binatang malang itu terpelecok terus-menerus dan dengan demikian Maria dan Kanak-kanak juga terganggu.

 

Jalanan tidak datar; melainkan menanjak, meski halus tanjakannya. Jalanan sempit itu melintas di antara rumah-rumah yang tinggi dengan pintu-pintu rendah yang sempit dan kecil dan hanya sedikit jendela menghadap ke jalan. Tinggi di atas, langit kelihatan muncul dengan banyak garis-garis biru tipis di antara rumah-rumah, bukan, di antara serambi-serambi. Di jalanan ada banyak orang dan banyak kebisingan. Mereka bertemu orang-orang lain yang berjalan kaki atau menunggang keledai atau menuntun keledai-keledai yang berbeban dan kerumunan orang yang mengikuti sebuah caravan onta yang sarat muatan. Pada suatu waktu tertentu, patroli legion Roma lewat dengan hingar bingar derap kuda dan senjata dan mereka menghilang di balik sebuah bangunan melengkung yang dibangun di seberang sebuah jalan berbatu yang sempit.

 

Yosef berbelok ke kiri menyusuri sebuah jalanan yang lebih lebar dan lebih menyenangkan. Aku bisa melihat tembok-tembok kota yang dalam siaga perang, yang sudah aku kenal, di ujung jalan.

 

Maria turun dari keledai kecil dekat sebuah pintu gerbang di mana terdapat semacam kandang untuk keledai-keledai lainnya. Aku katakan "kandang" sebab merupakan semacam naungan, yang disebari jerami; ada juga ada beberapa tiang dengan gelang-gelang ke mana binatang-binatang diikatkan.

 

Yosef memberikan beberapa keping uang kepada seorang laki-laki kecil yang menghampirinya dan bersamanya ia membeli rumput kering dan menimba seember air dari sebuah sumur desa di pojokan. Ia lalu memberi makan keledai. Ia menggabungkan diri kembali dengan Maria dan mereka berdua memasuki halaman Bait Allah.

 

Pertama-tama, mereka melangkahkan kaki menuju sebuah lorong tempat para pedagang, kepada siapa Yesus kelak akan mendaratkan cemeti-Nya: para pedagang anak-anak domba dan merpati dan para penukar uang. Yosef membeli dua ekor merpati putih kecil. Ia tidak menukarkan uang: jelas ia memiliki apa yang diperlukan.

 

Mereka lalu menuju sebuah pintu samping, dengan delapan anak tangga, seperti yang tampaknya dimiliki semua pintu, sebab pusat Bait Allah lebih tinggi dari permukaan sekitarnya. Pintu terbuka menuju sebuah aula besar, seperti rumah-rumah kita di kota-kota, untuk memberimu gambaran, hanya yang ini lebih besar dan lebih banyak hiasannya. Dalam aula di sisi kanan dan di sisi kiri ada dua macam altar, yakni dua bangunan berbentuk persegi panjang, yang fungsinya tidak aku mengerti awalnya. Altar-altar itu seperti itu kolam-kolam yang dangkal, sebab bagian dalamnya lebih rendah dari pinggiran luarnya, yang beberapa sentimeter lebih tinggi.

 

Seorang imam menghampiri mereka; aku tidak tahu apakah dia dipanggil oleh Yosef atau apakah dia melakukannya seturut kehendaknya sendiri. Maria mempersembahkan dua ekor merpati kecil-Nya dan karena aku tahu nasib burung-burung itu, aku mengarahkan mataku ke yang lainnya. Aku mengamati dekorasi pada pintu gerbang yang sangat berat, pada langit-langitnya dan pada aula. Tapi aku mendapat kesan, melalui sudut mata, bahwa imam memerciki Maria dengan air. Pasti air, sebab aku tidak melihat ada noda pada pakaian-Nya. Kemudian Maria, Yang telah memberikan kepada imam segenggam keping uang bersama dengan dua ekor merpati tadi (aku lupa menyebutkannya), pergi menuju ke Bait Allah yang sesungguhnya, dengan disertai sang imam.

 

Aku mengamati semuanya. Sungguh suatu tempat yang paling banyak dekorasinya. Pahatan kepala-kepala malaikat, daun-daun palma dan hiasan-hiasan memperindah pilar-pilarnya, tembok-temboknya dan langit-langitnya. Cahaya masuk melalui jendela-jendela sempit panjang yang aneh, jelas tanpa kaca, yang dibangun diagonal pada tembok-tembok. Aku pikir tujuannya adalah untuk mencegah hujan agar tidak menerobos masuk.

 

Maria melangkah maju menuju suatu tempat tertentu. Ia lalu berhenti. Beberapa meter dari-Nya, ada anak-anak tangga lagi yang di puncaknya terdapat semacam altar, di atasnya terdapat suatu bangunan lain.

 

Aku sekarang sadar bahwa tadinya aku berpikir bahwa aku berada di Bait Allah, tetapi sesungguhnya aku berada di bagian yang mengelilingi Bait Allah yang sesungguhnya, yakni Tempat Mahakudus, ke dalam mana tak seorang pun diperkenankan masuk, tampaknya, terkecuali para imam. Oleh karenanya apa yang tadinya aku pikir adalah Bait Allah, tak lain adalah sebuah ruang masuk yang tertutup, yang pada tiga sisi melingkari Bait Allah, di mana Tabernakel disimpan. Aku tidak tahu apakah gambaranku ini bisa dimengerti. Tetapi aku bukanlah seorang arsitek maupun insinyur.

 

Maria menyerahkan Kanak-kanak, Yang telah terbangun dan mengarahkan mata-Nya yang tanpa dosa kepada imam, dengan tatapan takjub seorang bayi berumur beberapa hari. Imam menerima-Nya dalam tangan-tangannya dan mengangkat-Nya, dengan tangan-tangan yang sepenuhnya terentang, ke arah Bait Allah, berdiri berhadapan dengan semacam altar yang ditempatkan di puncak anak-anak tangga. Upacara selesai. Kanak-kanak diserahkan kembali kepada BundaNya dan imam pun pergi.

 

Ada sekelompok orang yang menonton. Di antara mereka ada seorang laki-laki tua kecil, bongkok karena usia dan timpang, ia maju dengan ditopang oleh sebuah tongkat. Dia pastinya sangat lanjut usia, aku akan katakan di atas delapanpuluh tahun. Dia menghampiri Maria, dan meminta-Nya untuk memperkenankannya menimang Kanak-kanak barang sejenak. Maria mengabulkannya, dengan tersenyum.

 

Simeon, yang dulunya selalu aku pikir termasuk dalam golongan imam, dan yang kenyataannya adalah seorang percaya yang sederhana, setidaknya dilihat dari pakaiannya, mengambil Kanak-kanak dan mencium-Nya. Yesus tersenyum kepadanya dengan senyum khas menghisap susu. Ia tampak memperhatikannya penuh rasa ingin tahu, sebab orang tua itu sekaligus menangis dan tertawa dan butiran-butiran airmatanya membentuk hiasan yang berkilau yang mengalir menuruni keriputnya dan bak manik-manik pada jenggotnya yang putih panjang, ke arah mana Yesus mengulurkan tangan-tangan mungil-Nya. Ia adalah Yesus, namun masih seorang kanak-kanak, dan apapun yang bergerak di hadapan-Nya, menarik perhatian-Nya hingga Ia ingin memegangnya untuk melihat apakah itu.

 

Maria dan Yosef tersenyum dan juga semua yang lain yang memuji keelokan Kanak-kanak.

 

Aku mendengar perkataan si orang tua yang kudus itu dan aku melihat tatapan takjub Yosef, tatapan Maria yang sangat tersentuh hatinya, pula tatapan kerumunan kecil orang itu, yang sebagian terkejut dan tersentuh hatinya, sebagian menertawakan perkataan si orang tua. Di antara mereka yang terakhir ada beberapa anggota Sanhedrin yang berjenggot dan congkak, yang menggeleng-gelengkan kepala mereka sembari melontarkan tatapan kasihan yang ironis kepada Simeon. Mereka pasti berpikir bahwa ia seorang yang pikun.

 

Senyum Maria sirna menjadi pucat pasi ketika Simeon menyebut penderitaan. Meski Ia tahu, namun perkataan itu menembusi jiwa-Nya. Ia mendekat kepada Yosef, mencari penghiburan, Ia mendekapkan erat AnakNya ke dada-Nya penuh cinta dan bak suatu jiwa yang dahaga, Ia berpegang pada perkataan Hana anak Fanuel, yang sebagai seorang perempuan, berbelaskasihan pada penderitaan-Nya dan menjanjikan-Nya bahwa Bapa Yang Kekal akan meringankan saat penderitaan dengan suatu kekuatan adikodrati. "Perempuan, Ia Yang memberikan seorang Juruselamat kepada umat-Nya, tiada akan kekurangan kuasa untuk mengutus malaikat-Nya demi menghibur airmata-Mu. Para perempuan besar Israel tidak pernah kekurangan pertolongan yang dari Tuhan dan Engkau jauh lebih besar dari Yudit dan Yael. Allah kita akan memberi-Mu sebentuk hati emas yang paling murni demi menanggung badai penderitaan, agar supaya Engkau menjadi perempuan terbesar dalam Ciptaan: sang Bunda. Dan Kau, Kanak-kanak, ingatlah aku di saat misi-Mu."

 

Dan penglihatan berakhir di sini.

Lihat Juga:


2 Februari 1944



 Yesus bersabda:

 

"Dua pelajaran, yang berlaku bagi semua orang, yang diperoleh dari gambaran yang disampaikan olehmu.

 

Yang pertama: kebenaran tidak diwahyukan kepada seorang imam yang asyik dengan upacara-upacara, tapi mangkir dalam rohnya, melainkan diwahyukan kepada seorang percaya yang sederhana.

 

Sang imam, yang selalu berhubungan dengan Keilahian, yang membaktikan diri pada apa yang menyangkut Allah dan pada semua yang di atas daging, seharusnya segera menyadari siapa Kanak-kanak Yang dipersembahkan pagi itu di Bait Allah. Namun demikian adalah penting baginya untuk memiliki roh yang hidup, guna menyadarinya. Sekedar jubah yang menutupi roh yang tidur, jika bukan roh yang mati, tidaklah cukup.

 

Roh Allah dapat menggelegar jika Ia menghendakinya, dan bangkit laksana halilintar dan menggoncang bak suatu gempa bumi roh yang paling tumpul sekali pun. Ia dapat. Tetapi pada umumnya, sebab Ia adalah Roh yang teratur, sebab Allah adalah Aturan dalam tiap Pribadi dan cara bertindak, Ia mengilhami dan berbicara, bukan di mana ada cukup jasa untuk layak mendapatkan pencerahannya - dalam hal demikian pencerahan-Nya akan sangat jarang dan bahkan kau tidak akan mengenal terang-Nya - melainkan di mana Ia melihat "kehendak baik" yang layak mendapatkan pencerahan yang demikian.

 

Bagaimana kehendak yang demikian dapat diupayakan? Dengan hidup yang dibaktikan, semaksimal mungkin, sepenuhnya hanya bagi Allah: dalam iman, ketaatan, kemurnian, cinta kasih, kemurahan hati dan dalam doa. Bukan dalam praktek: tapi dalam doa. Ada lebih sedikit perbedaan antara malam dan siang dibandingkan antara praktek dan doa. Yang terakhir adalah communio [= persatuan] roh dengan Allah, dari mana kalian muncul keluar dengan kekuatan baru dan tekad untuk semakin dan semakin menjadi milik Allah. Yang pertama adalah kebiasaan umum yang diupayakan untuk berbagai tujuan, yang selalu egois, dan kebiasaan-kebiasaan itu meninggalkanmu tepat seperti kalian adanya, bukan, menjadikan beban kalian lebih parah dengan kesalahan-kesalahan kebohongan dan kemalasan.

 

Simeon memiliki kehendak baik yang demikian. Dia tidak diluputkan dari masalah-masalah dan pencobaan-pencobaan dalam hidupnya. Namun dia tidak kehilangan kehendak baiknya. Usia dan kemalangan-kemalangan tidak melemahkan ataupun menggoyahkan imannya kepada Tuhan dan kepada janji-janjiNya; kehendak baiknya untuk semakin dan semakin berkenan di hadapan Allah tiada kenal lelah ataupun goyah. Dan Allah mengirimkan kepadanya sinar Roh untuk membimbingnya ke Bait Allah, agar dia dapat melihat Terang yang telah datang ke dunia, sebelum mata hambanya yang setia tertutup kepada terang matahari, menantikan untuk dibuka kembali kepada Matahari Allah yang bercahaya di Langit, yang telah Aku buka kembali ketika Aku naik sesudah Kemartiran-Ku.

 

"Digerakkan oleh Roh Kudus," kata Injil. Oh! Andai saja manusia tahu betapa Roh Kudus adalah Sahabat yang sempurna! Betapa Pembimbing, betapa Guru! Andai mereka hanya mengasihi dan memohon kepada-Nya, kasih dari Tritunggal Mahakudus ini, Terang dari Terang ini, Api dari Api ini, Inteligensi ini, Kebijaksanaan ini! Betapa terlebih lagi mereka akan tahu apa yang perlu diketahui!

 

Lihatlah, Maria; dengarkanlah, anak-anak-Ku. Simeon menanti sepanjang masa hidupnya yang panjang sebelum "melihat Terang" dan sebelum mengetahui bahwa janji Allah telah digenapi. Namun dia tidak pernah ragu. Dia tidak pernah mengatakan kepada dirinya sendiri: "Sia-sia sajalah bertekun dalam pengharapan dan doa." Ia terus bertekun. Dan ia layak "melihat" apa yang tidak dilihat sang imam ataupun anggota-anggota Sanhedrin yang congkak dan tumpul: Putra Allah, Mesias, Juruselamat dalam diri seorang Kanak-kanak Yang menghangatkannya dan tersenyum kepadanya. Dia menerima senyum Allah dari bibir seorang Kanak-kanak, ganjaran pertamanya bagi hidup yang jujur dan saleh.

 

Pelajaran yang lain: perkataan Hana. Dia juga, seorang nabi perempuan, melihat dalam Diri-Ku, seorang Bayi yang baru dilahirkan, sang Mesias. Dan ini cukup wajar, mengingat kemampuan istimewanya bernubuat. Akan tetapi dengarkan apa yang dia katakan kepada BundaKu, terdorong oleh iman dan cinta kasih. Dan gunakan perkataannya sebagai terang bagi jiwa kalian yang gemetar pada hari-hari kegelapan belakangan ini dan dalam Pesta Terang ini. "Yang memberikan seorang Juruselamat tiada akan kekurangan kuasa untuk mengutus malaikat-Nya demi menghibur airmata-Mu."

 

Renungkanlah bahwa Allah memberikan Diri-Nya Sendiri demi mengenyahkan karya Setan dalam jiwa kalian. Dan tidak dapatkah Ia sekarang menaklukkan setan-setan yang menganiaya kalian? Tidak dapatkah Ia menghapus air mata kalian dengan menaklukkan secara total setan-setan ini dan mengirimkan kepada kalian sekali lagi damai KristusNya? Mengapakah kalian tidak minta iman kepada-Nya? Iman yang sungguh berkuasa, iman di hadapan mana ketegasan Allah, yang murka atas kesalahan-kesalahan kalian yang banyak, dapat berubah menjadi seulas senyum dan Ia berkenan menganugerahi kalian pengampunan-Nya, yang membebaskan, dan berkat-Nya yang akan menjadi sebuah pelangi di dunia ini yang tenggelam dalam air bah darah seperti yang kalian sendiri inginkan.

 

Camkan: Bapa, setelah menghukum manusia dengan Air Bah, mengatakan kepada Diri-Nya Sendiri dan kepada Patriark-Nya: "Tak akan pernah lagi Aku mengutuk bumi karena manusia, sebab hatinya merancangkan yang jahat sejak masa kecilnya. Tak akan pernah lagi Aku merobohkan segala yang hidup seperti yang telah Aku lakukan." Dan Ia telah setia pada perkataan-Nya. Ia tidak mengirimkan Air Bah lagi. Akan tetapi berapa kali telah kalian katakan kepada diri kalian sendiri dan kepada Allah: "Jika kami diluputkan kali ini, jika Engkau menyelamatkan kami, kami tidak akan pernah berperang lagi, tidak pernah lagi," dan sesudahnya, kalian selalu mengadakan perang-perang yang terlebih dahsyat? Berapa kali, wahai manusia pendusta, yang tidak menghormati baik Allah maupun perkataan kalian sendiri? Dan meski begitu Allah akan menolong kalian sekali lagi, hanya jika himpunan besar orang percaya memohon kepada-Nya dengan iman dan kasih yang berkobar.

 

Letakkanlah kekhawatiran kalian di kaki Allah: kalian yang terlalu sedikit untuk mengimbangi mereka yang banyak yang membiarkan ketegasan Allah tetap hidup, kalian yang tetap berbakti kepada-Nya, kendati masa-masa mengerikan yang semakin meningkat dari hari ke hari. Ia akan mengutus malaikat-Nya kepada kalian, seperti Ia mengutus Juruselamat kepada dunia. Janganlah takut. Bersatulah dengan Salib. Salib selalu mengalahkan jerat perangkap roh jahat, yang dengan kekejian manusia dan kesedihan hidup berupaya menghantar pada keputusasaan, yakni, pada perpisahan dengan Allah, hati yang tak dapat ia taklukkan dengan cara lain."

 

Artikel Pengalaman Rohani ini diambil dari

http://www.indocell.net/yesaya/pustaka3/id361.htm

 


Suara Numbei

Setapak Rai Numbei adalah sebuah situs online yang berisi berita, artikel dan opini. Menciptakan perusahaan media massa yang profesional dan terpercaya untuk membangun masyarakat yang lebih cerdas dan bijaksana dalam memahami dan menyikapi segala bentuk informasi dan perkembangan teknologi.

Posting Komentar

Silahkan berkomentar hindari isu SARA

Lebih baru Lebih lama