Kegiatan pemindahan anakan pohon sengon laut ke dalam polibag. PROJAMIN DPC Kabupaten Malaka |
Dulu, negeri kita terkenal akan slogannya sebagai negeri agraris. Negeri yang mayoritas warganya bekerja sebagai petani. Negeri dengan sawah-sawah dan kebun-kebun yang membentang luas di berbagai pulau. Dan kita bangga dengan itu.
Namun itu dulu. Kini, kebanggaan itu perlahan-lahan
mulai luntur. Dibalik sawah dan kebun yang membentang luas nan indah itu, ada
satu fakta pilu yang terselip di dalamnya. Fakta tak lain adalah kebanyakan
anak muda tidak begitu berminat menjadi petani. Mereka minder, karena menjadi
petani dianggap tidak keren, tidak kekinian, dan tidak trendy. Bahkan tak
jarang sebagian dari mereka berkata "Aku malu jadi petani".
Ya, anak muda masa kini lebih memilih cita-cita yang
dianggapnya kekinian dan terlihat keren. Contohnya ingin menjadi seorang
youtuber, hingga bintang sinetron. Dan anak muda yang seperti itu akan lebih
mudah ditemukan ketimbang yang bermimpi jadi petani.
Begitulah cara berpikir anak muda masa kini yang tak
siap melihat wajah bangsa yang sesungguhnya, lebih memilih menutup mata, dan
kurang memberikan respek. Cara berpikir yang bisa menjadi sebuah problem besar
di masa mendatang.
Dan tahukah kamu? Beberapa tahun lalu, ketika teman saya
menjadi salah satu peserta Duta Damai Dunia Maya yang diadakan oleh BNPT, salah
satu pemateri yang saat itu Pangdam VII Wirabuana (Bapak Agus Surya Bakti)
memaparkan hasil pengamatan dan penelitian intelijen TNI. Bahwa di tahun 2045
akan terjadi krisis pangan dunia? Beberapa belahan dunia seperti Eropa, Afrika,
Amerika, hingga sebagian Asia akan kena dampak krisis tersebut.
Sedangkan sebagian wilayah Asia lainnya, seperti
Asia Timur hingga Asia Tenggara akan memiliki pangan yang berlimpah.
Lebih-lebih lagi wilayah Indonesia yang hingga saat ini masih punya banyak
lahan kosong atau lahan tidur yang belum dimanfaatkan dengan maksimal.
Dalam penelitian itu diungkapkan juga bahwa jika
kita tidak siap dari sekarang, saat krisis pangan terjadi kita hanya akan
kelabakan dan bisa jadi hanya menjadi penonton saja. Lebih-lebih lagi SDM
petani kita masih minim dan lebih banyak menjual mimpi tidak pasti di dunia
maya. Bertengkar tidak jelas dan lebih banyak fokus ke hal-hal sepele.
Sedangkan orang-orang diluar negeri sana sudah mulai menyiapkan segala
kemungkinan terburuk ketika krisis pangan terjadi.
Lihat Juga:
Membangun Organisasi PROJAMIN Menjadi Kuat (Sebuah Catatan Kesadaran Pada Jalan Setapak)
Jangan Pernah Malu Dengan Pekerjaanmu Karena Gengsi Tidak Akan Memberimu Makan
Wanita Ini Jadikan Suami yang Tidur sebagai Model Jual Pakaian, Bikin Geleng Kepala
Jangan Malu Jadi
Petani
Dulu, Bung Karno pernah berkata "Pertanian
adalah soal maju mundurnya suatu bangsa!" menyangkut hajat hidup orang
banyak, baik untuk petani itu sendiri hingga warga lain yang sumber pangannya
bergantung pada hasil pertanian. Bisa dibilang pertanian merupakan bagian dari
urat nadi tumbuhnya masyarakat, yang kemudian mengukir peradaban hingga
membentuk corak budaya.
Untuk itu, saatnya memuliakan para petani dan
berjuang menegakkan kembali marwah negeri uang dulu terkenal akan slogannya
sebagai negari agraris. Saatnya derajat petani dinaikkan. Mereka adalah
pahlawan pangan, yang sadar atau tidak mengemban tanggungjawab besar dalam
menyediakan berpuluh-puluh juta ton beras untuk di konsumsi oleh lebih dari 250
juta warga Indonesia setiap tahunnya.
Tanpa petani, krisis pangan akan memberikan dampak
yang luar biasa pada masyarakat. Karena lapar yang berkepanjangan, dunia bisa
chaos. Revolusi bisa tersulut. Dan tanpa pangan, kehidupan tak aka nada,
masyarakat tak akan tumbuh, dan peradaban pun tak akan ada.
Jangan malu punya cita-cita jadi petani. Karena petani adalah
pahlawan kehidupan yang mendatangkan begitu banyak harapan di atas muka bumi
yang terus berkelanjutan.
Regenerasi
Petani, Perlukah?
Bagaimana menurut kamu, perlu atau tidak perlu? Kalau jawaban saya, ya. Kenapa? Karena jika tidak dilakukan regenerasi dari sekarang, beberapa tahun yang akan datang bukan tidak mungkin generasi penerus petani di Indonesia akan punah. Kok bisa!
Ya pasti bisa. Menurut data BPS, tenaga kerja di
sektor pertanian setiap tahun mengalami trend penurunan yang cukup signifikan.
Pada tahun 2011, tenaga kerja di sektor ini kurang lebih tinggal 37 juta orang.
Sedangkan di tahun 2019 ini jumlahnya semakin turun, yakni diperkirakan sisa 34
juta orang. Mirisnya lagi, kebanyakan pekerja tersebut ada di kelompok umur 60
tahun ke atas.
Lalu, apa solusi untuk mengatasi ancaman kepunahan
tersebut? Jawabannya tak lain adalah "Regenerasi". Tanpa regenerasi,
dikhawatirkan sektor pertanian akan semakin mengalami kemunduran. Bahkan bisa
berakhir pada krisis pangan di masa depan.
Dalam melakukan regenerasi, hal yang perlu dilakukan
adalah memetakan ketertarikan generasi muda pada pertanian sehingga saat
menjadi petani kelak mereka tidak salah mengambil langkah dan keputusan untuk
memajukan pertanian Indonesia. Di sisi lain, pentingnya mengubah cara berpikir
anak muda yang menganggap profesi petani itu tidak keren, kurang trendy dan
tidak membanggakan. Apalagi sampai menganaktirikan bidang pertanian itu
sendiri.
Sudah saatnya membuang paradigma bahwa bertani itu
identik dengan pekerjaan yang menguras keringat, mencangkul di sawah, panas
dibawah terik matahari dan melelahkan. Pertanian tidak selalu bercocok tanam di
sawah. Saat ini usaha pertanian sudah banyak dikembangkan mulai dari pertanian
organik hingga usaha tani non - tanah, seperti hydroponic dan aeroponic.
Pertanian modern seperti inilah yang harus mulai diperkenalkan sebagai gaya
hidup baru petani muda.
Tak hanyak anak muda, pikiran orangtua yang tidak
ingin anaknya menjadi petani pun harus di ubah. Karena hal ini juga merupakan
salah satu pemicu yang menjadikan generasi muda enggan bercita-cita jadi
petani. Sudah saatnya orangtua mengajarkan anaknya untuk bertani dan memberikan
support, bukan malah mengasingkannya dari lingkungannya sendiri.
Jadi, perlukah regenerasi itu?
Rombongan Mobil Presiden Jokowi Terjang Banjir Sebetis Orang Dewasa di Kalimantan Selatan
Aku Memilih Engkau (Lagu Pernikahan Katolik)
Kampus Sebagai
Tonggak Regenerasi Petani
Beberapa tahun silam, Presiden Joko Widodo sempat
menyinggung masalah krisis regenerasi petani muda di Sidang Terbuka Dies
Natalis IPB Ke-54. Sindiran yang dilemparkannya tak lepas dari kegelisahannya
menatap pertanian Indonesia di masa mendatang. Jika kebanyakan lulusan
perguruan tinggi berbasis ilmu pertanian di Indonesia bekerja di perbankan
maupun bidang lain non pertanian. Lantas siapakah yang akan menjadi petani?
Padahal, kampus diharapkan mampu menjadi lokomotif pembawa perubahan. Bahwa
pertanian merupakan sektor yang menjanjikan jika dikelola dengan benar dan
memperhatikan kaidah agrobisnis yang tepat. Pertanian bukan hanya berkutat soal
budidaya saja, tetapi dimulai dari proses manajemen pra tanam, budidaya hingga
pasca panen. Dengan proses manajemen yang tepat akan menimbulkan daya tarik
baru bagi generasi petani muda.
Tak cuma itu saja, kampus juga diharapkan mampu
memberikan inovasi terbarukan lewat riset -- riset berkualitas yang
dikembangkannya untuk menghasilkan teknologi pertanian modern serta
berkelanjutan, yang tentunya dapat meningkatkan produktivitas serta nilai
tambah di sektor agraris. Sedangkan di sisi lain, pemerintah perlu memberikan
dukungan untuk mendorong terciptanya riset untuk diaplikasikan ke petani
langsung.
Penutup, pertanian tidak bisa tergantikan. Negara
tanpa sistem pertanian yang baik akan selalu tergantung kepada negara lain.
Indonesia memiliki sumber daya alam yang melimpah, sayang jika tidak
dimanfaatkan sebaik mungkin.
Kateri, 08 Februari 2021
Tempat persemaian anakan pohon sengon laut
PROJAMIN DPC Kabupaten Malaka