Penulis foto bersama opa Philipus Berek |
Aku menulis kisah ini pada malam Senin, 08 Februari
2021 setelah berjumpa dengan kakek saya tersayang opa Philipus Berek di kampung Kateri-Kabupaten
Malaka-NTT, saat ini tentunya. Begitu banyak cinta yang berserakan di masa lalu
yang belum kita pungut, belum kita syukuri secara serius.
Kita selalu di ingatkan 'Cinta' oleh seorang penulis kompasiana Mariska Lubis, juga bunda pipiet senja dengan metafora yang luar biasa tentang kasih sayang dan silaturrahim.
Negeri ini punya telinga di mana-mana, tulisan inipun bisa jadi akan dibaca
oleh setiap insan di penjuru dunia ini. Biarlah demikian, agar bangsa ini bisa
bangga terhadap generasi pendahulunya.
Aku sudah memberikan contoh,
Betapa bangganya aku pada kakekku.
Dia petani desa yang turut berpartisipasi dalam
repelita pembangunan orde baru. Hasilnya adalah aku dan bangsa ini tidak
kelaparan.
Tapi, kakek memiliki anak yang baik seperti ibu,
andai orde baru juga demikian?......
Kakekku, Opa Philips (sapaan manis dari anakdan
cucu) adalah masa zilam, dia telah terbang bebas bersama sejarah yang dibuat
bersama diriku. Di desa Kateri yang hijau itu.
Zaman baru telah datang dengan cepat, waktu begitu
cepat berlalu, padahal dulu aku masih bisa mendengarkan dongeng menjelang
tidur, setiap malam.
Aku hampir melupakan cinta kakeku ini, makanya
cepat-cepat kuabadikan sebagai tulisan, rasa-rasanya aku masih memiliki kisah
cinta yang belum kurangkai....
Seorang kakek adalah pria yang
berumur lebih dari 100 tahun (read- pernah merasakan zaman penjajahan Jepang)
atau pun yang telah mempunyai cucu. Kebanyakan pria enggan disebut kakek,
apalagi lansia. Karena sekalipun sudah berumur lebih dari 60 tahun karena masih
bertenaga dan bersemangat untuk melakukan aktivitas apa pun.
Dalam budaya Timor-Fehan Kabupaten Malaka-Nusa
Tenggara Timur disebut katuas.
Artinya sebagai orang yang sudah tua dan pengalaman yang ada seharusnya berdiri
atau bersikap sebagai seorang berpengalaman dalam mengarungi dinamika hidup.
Orang yang menjauhi hal-hal yang duniawi dan lebih memusatkan diri sebagai
orang yang pantas untuk memberi nasehat dan suri teladan bagi kaum muda.
Lihat Juga:
Cerita Pilu Seorang Kakek Penjual Buah, Tidur di Pinggir Jalan sampai Malam Walau Sudah Tua Renta
Ternyata Cinta Yang Menguatkan; Ad Multos Annos (Secarik Kertas Refleksi)
Membangun Organisasi PROJAMIN Menjadi Kuat (Sebuah Catatan Kesadaran Pada Jalan Setapak)
Agama Penyihir, Agama Lokal, Agama Impor (Agama Impor Bersumber dari Agama Lokal)
Haruskah demikian bagi mereka yang sudah tua? Tentu
saja. Karena secara kodrati alamiah sesuai dengan ciri-ciri fisik seorang kakek
atau seusia kakek. Mari kita lihat ciri-ciri fisik kakek.
Rambut tipis dan
beruban, bahkan botak.
Apa yang harus dipikirkan adalah hal-hal yang
bersifat rohani, atau yang bersih syukur jika yang putih suci. Bukan hal-hal
yang duniawi seperti rambutnya yang hitam dulu. Ambisius akan kedudukan dan
kekuasaan serta kekayaan secara pasti harus ditinggalkan.
Mata rabun
pandangan berkurang.
Kelopak hitam mata berkurang bahkan sedikit memutih
dan pandangan mulai kabur. Artinya yang harus dilihat adalah ke dalam diri
sendiri, batin dan mata hati. Bukan melihat dunia luar yang gemerlap dan
menyilaukan sehingga lupa diri. Melihat diri sendiri dan memeriksa batin untuk
menyadari kesalahan masa lalu sebagai pintu tobat untuk tidak berbuat salah
lagi.
Pendengaran
berkurang.
Sudah waktunya setiap saat untuk mendengarkan suara
hati daripada bisikan-bisikan maut yang menggoda kehidupan yang justru akan
menjerumuskan ke dalam kenistaan yang memalukan.
Pipi kempot,
lidah kelu, dan mulut terbuka sulit bicara jelas.
Tak perlu lagi bicara lantang dan keras dari pikiran
yang penuh keinginan duniawi dan bisikan di luar diri kita. Bicara sedikit
dengan lembut dari suara hati terdalam untuk membimbing dan menuntun kaum muda
menjalani kehidupan yang benar. Dan senantiasa menebarkan senyum
kebahagiaan kepada siapa saja yang ditemui.
Kumis memutih.
Apa yang terucap adalah kebenaran yang bersih dan
suci. Bukan ungkapan kemarahan lepas kendali dan tanpa bukti selain kebencian
tanpa dasar.
Gigi keropos,
tanggal, dan ompong.
Kecap dan rasakan sisa-sisa umur untuk hidup lebih
bermakna daripada menelan atau mengunyah kerasnya kehidupan yang sering dikejar
demi kepuasan atau sekedar kesenangan duniawi. Kita sudah tidak mampu melakukan
hal itu. Bisa saja kita memasang gigi palsu. Namun tak akan merasakan
nikmatnya!
Langkah kaki
lamban.
Sudah saatnya menjelajahi hati diri sendiri untuk
menyadari asal dan tujuan hidup. Bukan lagi menjelajahi dunia yang mempesona
namun sering membuat lupa arti dan tujuan hidup sebenarnya.
Bersyukurlah jika bila sudah menjadi kakek atau
seusia kakek namun kita tidak terlalu banyak memiliki tanda-tanda fisik alami
seperti di atas. Bahkan semangat hidup kita tetap tinggi untuk terus berkarya
menjalani dan mengisi kehidupan.
Namun kakek adalah seorang kakek yang bukan sekedar
tua karena usia. Budaya Jawa mengatakan: “sesepuh”
Artinya, kalau sudah tua harus bisa dituakan dalam arti bisa dihormati sebagai
orang tua karena ucapan dan perbuatan atau tingkah lakunya yang memberi suri
tauladan bagi kaum muda.
Kateri, 08
Februari 2021
Inspirasi Jalan
Setapak
Mzaq Chanell