Ketua MK Anwar Usman menjadi narasumber Seminar Nasional dalam rangka Dies Natalis ke-69 Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin melalui daring, Rabu (10/03) di Ruang Sidang MK. Foto Humas/Ifa. |
“Sebelum memulai
seminar, saya ingin mengucapkan selamat Dies Natalis ke-69 Fakultas Hukum
Universitas Hasanuddin. Semoga di masa mendatang, Fakultas Hukum Universitas
Hasanuddin dapat memberikan kontribusi yang besar bagi bangsa dan negara,” kata
Anwar.
Anwar juga menyinggung
eksistensi alumni FH Unhas di kancah nasional. Di MK misalnya, terdapat dua
alumni FH Unhas yang cukup menonjol yaitu Wakil Ketua MK Aswanto dan
Sekjen MK M.
Guntur Hamzah.
Tema yang diangkat
dalam seminar, menurut Anwar, merupakan hal yang sangat penting dan krusial
untuk didiskusikan. Bukan hanya substansinya semata, tetapi momentumnya juga
menjadi salah satu faktor kunci mengapa tema ini menjadi pentng dan
krusial.
Anwar mengatakan, ada
tiga bagian utama yang dapat dibahas dalam seminar ini. Pertama, tentang
peran dan kontribusi pendidikan tinggi hukum dalam penegakan hukum. Kedua,
penegakan hukum yang berkeadilan dan berkemanusiaan. Ketiga, persoalan
Pandemi Covid-19 yang menciptakan kondisi era normal baru.
Lihat Juga:
Saldi Isra: Negara Hukum Bukan Hanya Persoalan Negara Berkembang
Jabatan Kepala Daerah: Setengah Jabatan atau Lebih Dihitung Satu Kali
Kontribusi Penegakan Hukum
Disampaikan Anwar,
dalam beberapa kesempatan seminar maupun diskusi, Anwar berulang kali
menyampaikan bahwa pendidikan tinggi hukum memainkan peran dan kontribusi yang
sangat penting dan signifikan dalam proses penegakan hukum.
“Hampir semua yang
hadir di sini, Ibu Rektor dan Ibu Dekan, para narasumber serta peserta seminar
ini adalah produk Pendidikan Tinggi Hukum,” lanjut Anwar.
Menurut Anwar,
pendidikan tinggi hukum tidak hanya dimaknai dalam pengertian praktis semata.
pendidikan tinggi hukum juga menyentuh pada tiga persoalan utama dalam sistem
hukum yaitu aspek substansi hukum, struktur hukum dan budaya hukum. Penegakan
hukum secara substantif dapat diwujudkan jika ketiga elemen utama dalam sistem
hukum tersebut dapat dipenuhi.
“Dalam konteks
substansi hukum, pendidikan tinggi hukum dapat mendorong naskah-naskah akademik
yang menjadi panduan normatif bagi aparatur penegak hukum dalam melakukan
penegakan hukum,” terang Anwar.
Pada saat yang
bersamaan, ungkap Anwar, pendidikan tinggi hukum juga menjadi kawah
candradimuka bagi lahirnya aparatur penegak hukum yang andal sebagai garis
depan penegakan hukum di tengah masyarakat. Begitu pula halnya dengan
pembangunan budaya hukum, perguruan tinggi berperan melahirkan insan-insan dan
tunas-tunas di masyarakat yang patuh dan taat.
Tanggung Jawab Penegakan Hukum
Tanggung jawab
penegakan hukum dalam pengertian substantif dan pemenuhan elemen dalam sistem
hukum berada di pundak pendidikan tinggi hukum. Lebih khusus lagi bagi para
dosen fakultas hukum yang telah mendidik para mahasiswa karena akan berkiprah
untuk turut dalam penegakan hukum dan keadilan.
Anwar menegaskan,
tanggung jawab penegakan hukum berada di pundak aparatur penegak hukum, dalam
pengertian state official yakni polisi, jaksa dan hakim. Bahkan ada
pula yang mengatakan bahwa tanggung jawab utama berada di pundak hakim karena
dialah yang memutuskan sebuah perkara.
“Bagi saya, tanggung
jawab penegakan hukum tetap berada di perguruan tinggi. Karena nilai-nilai yang
ditanamkan dan diajarkan pada saat pendidikan dahulu, lebih bersifat abadi
dibandingkan jabatan aparatur penegak hukum yang bersifat sementara,” jelas
Anwar.
Selanjutnya, Anwar
menjelaskan penegakan hukum yang berkeadilan dan berkemanusiaan dapat diartikan
bahwa hukum tidak bergerak di ruang hampa. Sebaliknya, hukum selalu bergerak
secara dinamis mengikuti perubahan dan perkembangan zaman.
Kemudian mengenai
pandemi Covid-19 yang menciptakan kondisi era normal baru, Anwar menerangkan
bahwa kondisi pandemi memaksa hampir semua bidang meninggalkan pola lama yang
sudah terbentuk dalam melaksanakan kegiatan sehari-hari. Kegiatan pendidikan,
persidangan maupun kegiatan-kegiatan yang biasa dilakukan dengan cara tatap
muka dan bertemu langsung, beralih dengan menggunakan pola virtual. Misalnya
dalam menjalankan persidangan di MK maupun acara seminar, diskusi, bedah buku
dan lainnya.
“Namun meski dalam
kondisi pandemi Covid-19, penegakan hukum tidak boleh berhenti. Tidak dapat
dibayangkan jika hukum tidak dapat ditegakkan satu hari atau bahkan satu jam
saja, maka chaos atau gejolak dapat terjadi di mana-mana,” tandas
Anwar.
Penulis:
Nano Tresna Arfana.
Editor:
Nur R.