JAKARTA,
HUMAS MKRI – Bicara tentang negara hukum, orang sudah mulai meletakkannya
dalam konteks yang lebih luas. “Perdebatan-perdebatan internal bisa saja
berlangsung, tapi bagaimana meletakkan negara hukum dalam era global atau dalam
konteks relasi antarnegara,” ungkap Hakim Konstitusi Saldi Isra saat memberikan ceramah
kunci dalam Seminar Nasional “Kontekstualisasi Negara Hukum dalam
Penyelenggaraan Negara di Era Globalisasi” yang diselenggarakan Fakultas Hukum
Universitas Islam Indonesia (FH UII) secara virtual pada Minggu (20/12/2020).
Saldi menuturkan, dalam
rangka peringatan Kemerdekaan Republik Indonesia ke-75, ia menulis artikel di
media cetak yang mengkritisi perkembangan pemikiran dan praktik negara hukum
Indonesia sejak awal kemerdekaan sampai 75 tahun Indonesia merdeka. Dalam
artikel tersebut, Saldi menuliskan kemajuan dalam banyak hal terkait hukum
Indonesia.
“Tapi dalam banyak hal
juga, tantangan-tantangan riil yang dihadapi dalam proses penegakan atau
implementasi negara hukum itu sendiri, makin hari makin jadi menjauh dari
sederhana. Sekalipun ada perkembangan-perkembangan pemikiran,
penguatan-penguatan soal negara hukum di Indonesia, tapi di tengah upaya
perkembangan pemikiran dan penguatan soal negara hukum di Indonesia, tantangan
yang dihadapi negara hukum kita sebetulnya tidak sesederhana yang kita
bayangkan,” urai Saldi.
Dikatakan Saldi, negara
yang sering menjadi rujukan Indonesia mengenai kontekstualisasi negara hukum,
misalnya Amerika Serikat, itu sedang mengalami problem yang tidak kalah
peliknya dalam hal bernegara, khususnya negara hukum. Misalnya, ketegangan
antara Donald Trump dengan lembaga-lembaga pemilu. Bahkan sampai hari ini Trump
masih menolak hasil Pemilihan Presiden Amerika Serikat. Itu membuktikan bahwa
soal negara hukum bukan hanya persoalan negara-negara berkembang, tapi juga
menerpa negara-negara yang sudah dianggap mapan.
“Bahkan pagi ini kalau
melihat berita di CNN, ada ketegangan luar biasa di sekitar Gedung Putih.
Karena rencananya Trump meminta pemikiran kepada para stafnya agar melakukan
tindakan eksekutif untuk menganulir hasil pemilihan presiden. Kalau
dibandingkan apa yang terjadi di Indonesia dengan yang terjadi di negara
semapan Amerika Serikat, sekarang pun sedang menghadapi tantangan yang luar
biasa,” ucap Saldi.
Perdebatan Belum Usai
Selanjutnya, Saldi
membahas bagaimana meletakkan kontekstualisasi negara hukum dalam
penyelenggaraan negara di era globalisasi. Pertama, secara akademik akan
selalu muncul perdebatan-perdebatan soal hal-hal yang mungkin dianggap relatif
lebih sederhana. “Tetapi secara akademik, belum selesai perdebatannya sampai
hari ini. Misalnya, negara kita sebenarnya negara hukum yang bagaimana? Negara
hukum dalam konteks rechtsstaat atau dalam konteks rule of law,”
tegas Saldi.
Bicara rechtstaat,
kata Saldi, dalam beberapa literatur rujukannya adalah pada negara-negara yang
menganut Sistem Hukum Eropa Kontinental yang mengandalkan pada hukum tertulis.
Sementara rule of law itu tumbuh dan lahir dari semangat dalam negara
yang menggunakan Sistem Hukum Anglo Saxon. Secara teoritis selalu saja ada
upaya membedakan itu, baik rechtsstaat maupun rule of
law. Sama halnya banyak buku yang masih membedakan antara Sistem Hukum
Eropa Kontinental dan Sistem Hukum Anglo Saxon.
“Tapi kalau kita lihat di
tataran praktik, sudah sulit untuk membedakannya secara tegas. Karena dua
pemikiran yang berkembang dalam tumbuhnya ide-ide tentang negara hukum
sebetulnya sudah mulai satu sama lain saling bercampur. Dalam praktik, hampir
sulit membedakan antara Sistem Hukum Eropa Kontinental dan Sistem Hukum Anglo
Saxon,” jelas Saldi.
Di Indonesia sendiri,
lanjut Saldi, kalau melihat UUD 1945 di awal-awalnya menggunakan istilah rechtsstaat karena
memang ada tradisi pengaruh dari Hukum Eropa Kontinental kepada bangsa
Indonesia yang kala itu dijajah Belanda. Namun kalau merujuk perdebatan di
sekitar perumusan konstitusi di awal kemerdekaan, nyaris tidak disinggung dan
tidak dibahas soal negara hukum yang ditulis sebagai rechtsstaat itu
dalam pengertian Eropa Kontinental atau Anglo Saxon.
Baca Juga:
Selayang Pandang Rumah Adat Suku Ta'e Hutun Kaweran Kampung Kateri, Kabupaten Malaka
Pengaruh Kepercayaan Terhadap Suanggi (ema buan) Dalam Masyarakat Belu dan Malaka
Pentingnya Kebudayaan dalam kehidupan Manusia
“Kepada teman-teman
mahasiswa, mulai sekarang tidak lagi membedakan secara tajam karena kebutuhan
praktik sekarang menuju satu titik, negara hukum dalam pengertian rechtsstaat maupun
negara hukum dalam pengertian rule of law bisa dioperasikan sehingga
kemudian dia menjawab kebutuhan-kebutuhan implementasi dalam penegakan hukum
baik skala lokal, regional dan internasional,” pesan Saldi.
Pengaruh Globalisasi
Saldi melanjutkan,
pengaruh globalisasi terhadap negara hukum sudah bisa dirasakan dalam 20 tahun
terakhir. Konsep-konsep hukum global itu kemudian mulai masuk dan memengaruhi
hukum Indonesia. Misalnya, ada injeksi atau pengaruh dari global tentang
pembentukan lembaga-lembaga atau badan-badan baru untuk menjawab kebutuhan
hukum dalam konteks nasional maupun regional.
“Sebelum reformasi, kita
sulit sekali menemukan lembaga-lembaga yang dapat dikatakan relatif independen
terhadap cabang kekuasaan eksekutif muncul dalam penyelenggaraan negara kita.
Bahkan kalau ditelusuri, yang pertama muncul ketika ada Komnas HAM. Namun
setelah era reformasi, muncul banyak lembaga di luar struktur konvensional yang
ada dalam teori-teori bernegara,” urai Saldi.
Di Amerika Serikat
sebagai negara yang paling konservatif struktur ketatanegaraannya, hanya
dikenal tiga cabang kekuasaan dalam konstitusinya yaitu eksekutif, legislatif
dan judikatif. Namun sekarang, sudah dimasukkan pemikiran baru. Misalnya,
bagaimana Amerika Serikat mengamendemen konstitusinya, lalu muncul kekuasaan
pers dan menjadi cabang kekuasaan keempat dalam sistem ketatanegaran Amerika
Serikat.
Globalisasi juga
berpengaruh terhadap pembentukan atau perubahan peraturan perundang-undangan di
Indonesia. Yang terakhir misalnya yang menjadi perhatian publik, soal UU Cipta
Kerja, yang juga pengaruh dari globalisasi. Selain itu, dalam batas-batas
tertentu terjadi pergeseran dan perkembangan terhadap sistem hukum nasional.
“Hakim pun tidak melulu
mendasarkan putusannya pada undang-undang, tetapi juga sudah merujuk
putusan-putusan yang dibuat oleh hakim itu sendiri,” jelas Saldi.
Di samping itu,
globalisasi berpengaruh pada penegakan hukum dalam konteks interaksi dan lintas
batas negara. Misalnya soal perdagangan bebas di Asia dan Asia Tenggara yang
akan memengaruhi penegakan hukum di Indonesia.
“Lalu sekarang apa
sebetulnya yang jadi tantangan paling serius kita hadapi di Indonesia dalam
konteks penyelenggaraan negara hukum di era globalisasi? Fakultas hukum seluruh
Indonesia sudah harus mulai menyatakan secara terbuka kita lebih banyak hukum
kita sendiri. Banyak sarjana lulusan jurusan hukum dari luar negeri, baik yang
menempuh program master maupun doktor. Tetapi hampir semua tesis, disertasi
masih bergumul soal bagaimana mengkaji hukum Indonesia. Kita sekolah di luar
negeri, lalu di luar negeri kita belajar tentang hukum kita sendiri. Sementara
kita sendiri hampir terbatas melakukan kajian terhadap bagaimana sebetulnya
hukum di negara lain dalam konteks kebutuhan dalam negeri kita,” tandas Saldi.
Penulis: Nano
Tresna Arfana.
Editor: Nur R.
Sumber Berita:
https://www.mkri.id/index.php?page=web.Berita&id=16867&menu=2