Serangan tersebut, malangnya, menelan korban jiwa yang tak lain adalah suaminya sendiri, seorang guru honorer Sekolah Dasar Jambul bernama Oktovianus Rayo (42).
Nathalia saat tengah bermalam di Balai Besar Pendidikan Pelatihan Kesejahteraan
Sosial (BBPPKS) Regional V di Makassar, Selasa (20/4/2021), menceritakan
kejadian mencekam tersebut.
Dia mengaku hanya
tinggal berdua bersama suaminya di kios tersebut. Saat penyerangan terjadi, dia
mendengar tembakan sebanyak dua kali di dapur.
Terbersit dalam pikiran
Nathalia saat itu adalah bagaimana bisa bersembunyi untuk menyelamatkan diri di
kiosnya yang telah terkepung. Terdengar suara kaca pecah karena tembakan, pintu
yang ditendang berkali-kali.
Nathalia kemudian
bersembunyi di sebuah kamar kecil di ruang tengah kiosnya. Di sana, dia hanya
bisa berdoa agar tak ditemukan KKB dan segera mendapat pertolongan.
Beruntung, Nathalia
diselamatkan para pendeta untuk mengungsi ke rumah anggota Koramil Beoga di
lereng. “Selesai dievakuasi, jam 17.00 WIT sore rumah-rumah di atas dibakar,
hujan keras (lebat). Dari bawah kelihatan gelap sudah, habis rata dengan
tanah,” ujarnya.
Namun nasib malang
menimpa Oktovianus yang tertembak anggota KKB. Jenazahnya kemudian dipulangkan
ke Kabupaten Toraja, Sulawesi Selatan setelah pasukan KKB di Distrik Beoga
dipukul mundur pasukan TNI-Polri.
Pengabdian Luar Biasa
Nathalia mengingat
suaminya Oktovianus sebagai sosok pendidik yang tulus dan ikhlas, mencerdaskan
anak-anak di Kabupaten Puncak, Papua, di mana kawasan tersebut sangat minim
sekali adanya guru.
Hal itu membuat dia dan
suami, serta banyak pendatang dari Kabupaten Toraja, Sulawesi Selatan, memilih
mengabdi menjadi guru di sana.“Anak-anak di Puncak banyak belum tahu membaca,
berhitung, bahasa Indonesia,” kata Nathalia.
Oktovianus telah 11
tahun mengabdikan diri menjadi tenaga pengajar di Sekolah Dasar Jambul. Sekolah
tersebut hanya terdapat tiga orang guru saja, sehingga dia menjadi guru kelas
1, 2 dan 3.
Jarak dari kios ke
sekolah tersebut sekitar empat kilometer pendakian dengan menggunakan motor di
jalan rintisan. Dahulu, pada kurun waktu 2010-2014, Oktovianus mesti melewati
jalan setapak mendaki untuk mengajar.
Pengabdian luar biasa
Oktovianus tersebut membuat hati kecil Nathalia yang tidak memiliki latar
belakang pendidikan guru, juga tergerak untuk mengajar di SMP Negeri 1 Beoga.
Di sana, ia turut mengajar Bahasa Indonesia, Seni Budaya dan Agama Kristen.
Mereka pun tak sempat
memikirkan untuk pulang ke kampung halaman di Kabupaten Toraja, Sulawesi
Selatan. Hanya sesekali saat waktu liburan tiba, pasangan tersebut turun ke
Kota Timika, menemui kelima anak mereka yang bersekolah di sana.“Almarhum
benar-benar ingin anak-anak di atas betul-betul bisa membaca, menulis, apa yang
mereka enggak tahu, bisa diajarkan,” ujarnya.
Atas pengabdian dan
aktivitas kemanusiaan yang dilakukan Oktovianus semasa hidupnya, Menteri Sosial
Tri Rismaharini memberikan penghargaan khusus. Penghargaan tersebut juga
diberikan untuk mendiang Yonatan Renden, seorang guru yang juga ditembak KKB
pada Jumat (9/4/2021).
Risma memberikan
penghargaan atas dedikasi para guru tersebut dalam pengabdian sosial untuk
kemanusiaan di Kabupaten Puncak, Provinsi Papua. Selain itu, dia juga
memberikan santunan atas bencana sosial tersebut.
Penghargaan tersebut
sedikit memberi arti bagi kehidupan keluarga yang ditinggalkan Oktovianus.
Nathalia pun bersyukur atas kunjungan Mensos Risma dan pemberian penghargaan
tersebut.
Pesan Perdamaian
Penghargaan tersebut
diberikan sebagai bentuk apresiasi setinggi-tingginya atas nama pemerintah,
karena telah membuka jalan bagi anak-anak di Papua mendapat pendidikan dan
menjadi lebih baik.
Risma mengatakan
pemerintah telah menggelontorkan dana otonomi khusus (otsus) yang digunakan
untuk meningkatkan kesejahteraan sosial dan kehidupan masyarakat setempat.
Namun, ada pula pihak-pihak yang tidak merasa puas.
“Padahal para guru
tersebut yang menjadi korban tersebut sudah ikhlas berada di tempat yang sangat
jauh untuk membangun anak-anak di sana bisa lebih baik, ” ujar mantan Wali Kota
Surabaya itu melanjutkan.
Dia pun mendorong
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) untuk memberikan beasiswa
pada anak-anak yang ditinggalkan dua guru tersebut.
Dalam kunjungannya ke
Makassar, Risma juga memberikan santunan kepada pengemudi ojek daring yang
tertembak KKB, Udin, mengunjungi korban luka berat dan luka ringan ledakan bom
bunuh diri di Gereja Kathedral Hati Yesus Yang Maha Kudus, serta memberi
santunan kepada mereka.
Kedatangan rombongan
Kementerian Sosial tak lain membawa pesan perdamaian kepada warga yang
terdampak bencana sosial, guna meningkatkan semangat gotong-royong, mencegah
terjadinya kembali dampak bencana sosial serta meningkatkan komitmen masyarakat
untuk menjaga perdamaian.
Hal ini sesuai dengan
amanat UU Nomor 07 Tahun 2012 tentang Penanganan Konflik Sosial, Kementerian
Sosial hadir untuk menjaga dan merawat harmonisasi kebangsaan.
Risma berpesan, sudah
tidak saatnya lagi masyarakat Indonesia di masa kemerdekaan membicarakan lagi
adanya perbedaan."Saat dijajah kita perlu bersama, jadi kalau sekarang
kita ngomong perbedaan itu bukan saatnya lagi. Mari kita bayangkan korban tidak
bisa bekerja, sakit, anak-anak bisa jadi kehilangan orang tua. Apakah harus
seperti itu menyiksa orang?” katanya.
Setelah mengucapkan
duka cita yang mendalam, Risma mengingatkan segenap komponen bangsa agar tidak
saling mendendam, terutama untuk keluarga korban bencana sosial tersebut.
Berkaca dari
pengalamannya saat menghadapi serangan bom bunuh diri di Surabaya, Risma
menginginkan agar seluruh pihak tidak mendendam dan mengikhlaskan atas semua
yang terjadi, serta saling bergandengan tangan sehingga mampu melewati situasi
sulit.
Siapapun yang memiliki
hati nurani, pasti tak akan membenarkan penembakan keji KKB terhadap guru yang
dengan niat mulia, mencerdaskan anak-anak bangsa di wilayah tertinggal
Kabupaten Puncak, Papua.
Kehilangan sosok guru
seperti Oktovianus Rayo dan Yonatan Renden tentunya tak hanya menghilangkan
kesempatan generasi Indonesia mengenyam pendidikan, tetapi juga berdampak pada
kehilangan langkah dalam pembangunan dan pengentasan kemiskinan di masa
mendatang. Sekali lagi, jangan ada lagi tindak keji untuk para guru di Papua!(Devi
Nindy Sari Ramadhan)
Sumber Berita: Antara
Lihat Juga:
Guru: Sebatang Kapur Putih dan Papan Hitam, selalu Menjemput Matahari Terbit
Pendidikan Guru di Indonesia, Sejarah dan Perkembangannya