Kalau Saja Yudas Tidak Berkhianat

Kalau Saja Yudas Tidak Berkhianat



Setapak rai numbei  --- Kalau saja Yudas tidak berkhianat, Mungkin Yesus kala itu tak harus mati muda. Di umur 30, ada banyak karya yang pasti bisa Ia telurkan. Tak hanya sekadar meneruskan bisnis almari, meja, atau kursi kayu hibahan Bapak-Nya, Yesus mungkin sudah sukses membuka cabang perajin kayu di sana sini --entah di Damaskus, Yordania, Kairo, mungkin hingga Lebanon.

Mungkin, skenario “Malam Perjamuan Terakhir” berubah total blas menjadi “Malam Perjamuan Syukur Atas Suksesnya Pembukaan Toko Kayu J&J alias Jesus & Joseph --nama Ayahnya-- untuk Cabang Suriah”. Yesus saat itu mungkin merayakan kesuksesannya dengan enak-enak minum anggur, makan daging domba yang dimasak lembut, lengkap dengan kuah kari, roti gandum, serta ikan yang kerap disantap bersama para Murid-Nya.

Tanpa perlu seraya merasa kalut, lalu berjalan gontai dan menangis darah di Taman Getsemani seperti yang terdaras dalam narasi Malam Perjamuan Terakhir.

Mungkin, Ia mulai berpikir untuk menjamah bisnis anggur di samping membuat lemari kayu. Kesuksesannya mengubah air menjadi anggur di sebuah pernikahan di Kana lantas menggugah naluri bisnisnya. Ia akan segera membuat formula wine terbaik sejagad dengan kesempurnaan rasa melebihi yahudnya anggur Barefoot --uhm, Rich Red Blend, please.

Dan lagi-lagi, Ia pasti bakal sukses buka cabang di mana-mana. (Uhm, Sus, namun kusarankan jangan buka cabang di Indonesia. Alih-alih menjadi populer, ujung-ujungnya hanya bisa dijual di pojok rak berdebu tebal dan dekat gudang milik 711, Circle K, atau Indomaret. Itupun ilegal, Sus. Sekadar saran.)



Mungkin juga, Yesus akan mulai buka klinik mata setelah Ia berhasil membuka mata seorang buta ketika Ia mewartakan berita di Yerikho. Sedikit throw back, saat itu Yesus tengah berjalan diiringi para Murid saat seorang laki-laki buta seketika meraung-raung hendak menjamah jubah milik-Nya.

Awalnya, Yesus tidak mendengarnya. Namun, raungan itu semakin kencang. Para Murid berupaya mendiamkan si buta, tapi Yesus lantas mendengar raungannya dan balik badan. Ia pun membuka mata orang itu. Sontak, para murid dan segenap masyarakat Yerikho terperangah dan mengelu-elukan Yesus.

Mungkin, kalau Yesus betul nawaitu buka klinik mata, Ia tak perlu pusing dengan biaya pemasaran yang harus Ia alokasikan. Toh, namanya sudah dikenal dan disanjung sana-sini. Kemampuan-Nya untuk memulihkan mata sudah begitu sahih; orang buta saja sembuh, apalagi kita yang masalahnya cuma bintitan dan belekan. Seluruh orang Yahudi pasti merujuk pada-Nya untuk mendapatkan resep salep mata.

Sehingga, mungkin, kalau sudah sukses begini, Yesus akan mulai mencoba untuk lebih sering naik ke atas dek kapal, melatih suara diafragma, dan memantapkan kepalan tangannya. Untuk apa? Tak lain tak bukan: guna menjadi seorang motivator andal. Bayangkan, di umur 30-an tahun, Ia mampu menjadi raksasa bisnis mebel, anggur, hingga klinik mata. Pula hidup selibat.

Semua orang pasti bertanya-tanya dan ingin tahu kiat mujarab Yesus menjadi begitu populer dan sukses. Ia begitu senang berkisah dan berbincang dengan warga sekitar, sehingga pas sekali rasanya kalau Ia bisa bercakap sambil menyuntikkan motivasi kepada mereka yang Ia sebut “Saudara-Ku”.

 


Sungguh, potongan narasi yang indah untuk menceritakan kehidupan Yesus, bila saja Yudas, anak murid kesayangan-Nya, tak lantas mengkhianati diri-Nya.

Kalau saja Yudas tidak berkhianat, mungkin Yesus akan terus hidup, lalu sibuk berbisnis, sibuk mengurus segala nota pembayaran, tata buku, hingga urusan perpajakan pendapatan bisnisnya, sehingga Ia lupa untuk meluangkan waktu makan malam bersama dengan para Murid yang sudah setia berbagi beban dengan-Nya.

Lihat Juga:

Penyebab Banjir Itu Hujan?

Hujan dan Dirimu Kasihku

Politik Banjir

Kalau saja Yudas tidak berkhianat, mungkin Yesus akan terus hidup, lalu sibuk menggembar-gemborkan cara jitu menjadi kaya di umur 30 tahun, sehingga Ia lupa untuk bercakap dan bergurau dengan “para Saudara” --yang mungkin lebih butuh didoakan, ketimbang disuntik dengan kutipan motivasi dosis tinggi dan berujung sakau imaji akan kesuksesan.

Kalau saja Yudas tidak berkhianat mungkin Yesus akan terus hidup, lalu sibuk menyembuhkan orang sakit di pelataran Bait Allah, sehingga lupa bahwa jutaan manusia yang hidup di belahan dunia lainnya pun mengharap dan meraungkan ihwal yang sama. Dan Yesus tak mampu mendengar raungan itu, karena terlalu bising dengan sorak sorai pujian orang Yahudi yang terkesima dengan kemampuan mahadahsyat yang Ia kuasai.

Kalau saja Yudas tidak berkhianat, mungkin Yesus akan terus hidup, sehingga fasik, khilaf, dosa, dan prahara manusia tak akan ditebus.

Kalau saja Yudas tidak berkhianat, mungkin Yesus akan terus hidup, dan tiada ada sorak sorai kemenangan di rumah-rumah Allah. Sorak itu mungkin akan ditukar dengan erang emosi dan geru depresi.

Kalau saja Yudas tidak berkhianat, mungkin Yesus akan terus hidup, dan wajah manusia-lah yang akan penuh lumur darah akibat siksa dan derita ingkarnya sendiri.

Dan Yudas, nyatanya, berkhianat.

Dengan pengkhianatannya, Yesus pun akhirnya mati di Kayu Salib yang Ia panggul sendiri ke Golgota. Segenap manusia dibayar tuntas, dengan tiap tetes darah dari tangan dan kaki yang dipaku, dengan semburat air yang muncrat saat lambung-Nya dihunjam tombak.

 


Sementara Yudas, hingga saat ini, terus dipanggil dengan nama “pengkhianat”. Namanya disebut dengan penuh kebencian, seakan seluruh dosa tertumpu padanya. Dianggap pengkhianat. Dipandang jahat.

Padahal, pengkhianatannya-lah yang membawa manusia pada pengampunan, kebahagiaan, dan ‘legal’ untuk sekadar berseru, “aku sudah menang atas ancaman dan rayuan setan!”.

Khianat bawa selamat.

Sayang, manusia terlalu egois dan bodoh memahaminya. Terlalu pongah untuk sekadar mengucap terima kasih pada Yudas yang sudah berkontribusi besar dalam Narasi Penyelamatan manusia dari belenggu neraka.

Mata manusia terlalu sabur, untuk melihat bahwa bukan Yudas yang harusnya dipanggil pengkhianat dan penjahat, melainkan diri manusia sendiri, karena telah jebloskan Yesus ke dalam rangkai derita dari Yerusalem hingga Golgota.

Manusia. Gudang mungkar dan ingkar.

Kalau saja Yudas tidak berkhianat.

 


Suara Numbei

Setapak Rai Numbei adalah sebuah situs online yang berisi berita, artikel dan opini. Menciptakan perusahaan media massa yang profesional dan terpercaya untuk membangun masyarakat yang lebih cerdas dan bijaksana dalam memahami dan menyikapi segala bentuk informasi dan perkembangan teknologi.

Posting Komentar

Silahkan berkomentar hindari isu SARA

Lebih baru Lebih lama