Dalam
bahasa Yunani, 'pentakosta' berarti hari kelima puluh.Pentakosta dirayakan 50
hari setelah kebangkitan Yesus.
Turunnya
Roh Kudus ini sebenarnya sudah dijanjikan Yesus di malam terakhir sebelum ia
ditangkap dan disalibkan. Ia menyebut Roh Kudus sebagai penolong.
"Aku
akan minta kepada Bapa, dan Ia akan memberikan kepadamu seorang Penolong yang
lain, supaya ia menyertai kamu selama-lamanya, yaitu Roh Kebenaran. Dunia tidak
dapat menerima Dia, sebab dunia tidak melihat Dia dan tidak mengenal Dia.
Tetapi kamu mengenal Dia, sebab Ia menyertai kamu dan akan diam di dalam
kamu." (Yohanes 14: 16-17)
Dalam
rentang waktu 50 hari setelah kebangkitan-Nya, para murid diliputi rasa takut.
Rohaniwan W. Teguh Santosa, SJ menuturkan bisa sang Guru saja dibunuh, ancaman
serupa begitu dekat dan dirasakan oleh pengikut Yesus termasuk para murid.
Kemudian
dituliskan dalam Kisah Para Rasul, para murid berkumpul dalam suasana
ketakutan.
"Ketika
tiba hari Pentakosta, semua orang percaya berkumpul di satu tempat. Tiba-tiba
turunlah dari langit suatu bunyi seperti tiupan angin keras yang memenuhi
seluruh rumah, di mana mereka duduk; dan tampaklah kepada mereka lidah-lidah
seperti nyala api yang bertebaran dan hinggap pada mereka masing-masing. Maka
penuhlah mereka dengan Roh Kudus, lalu mereka mulai berkata-kata dalam
bahasa-bahasa lain, seperti yang diberikan oleh Roh itu kepada mereka untuk
mengatakannya." (Kis. 2: 1-4)
Meski
terlihat ngeri, peristiwa ini ternyata mengubahkan hidup para murid. Teguh
berkata murid yang awalnya ketakutan dan tidak berani keluar rumah, akhirnya
berani keluar tanpa rasa ragu.
"Dari
rasa rendah diri sebagai orang kecil yang tak berpendidikan, mereka menjadi
berani bertemu dengan orang dari segala suku bangsa dan bahasa, berani
berbicara kepada orang-orang yang terpelajar. Inilah Pentakosta," kata
Teguh dalam renungan di laman Lembaga
Biblika Indonesia (LBI).
Yesus
tak sekadar memberikan janji palsu. Janji ini mewujud dalam Roh Kudus yang
menyertai murid-murid-Nya. Dikisahkan para murid berbicara yang bisa dimengerti
oleh orang-orang dari berbagai suku dan bahasa.
Fransiskus
Emanuel da Santo, sekretaris Komisi Kateketik Konferensi Waligereja Indonesia
(Komkat KWI), menambahkan bahasa merupakan unsur penting dalam pewartaan kabar
gembira.
Namun
acap kali bahasa jadi alasan perpecahan atau perselisihan. Lewat Pentakosta,
lanjutnya, umat diajak kembali bersatu lewat bahasa yang mempersatukan, bahasa
saling pengertian, bahasa kasih yang membawa damai.
"Kiranya
ini tidak sebatas doa, tapi terus diupayakan dan diperjuangkan oleh setiap
orang yang telah menerima Roh Kudus. Kita harus hidup dalam semangat
Pentakosta, yang selalu dan terus menerus membaharui hati dan hidup kita agar
menjadi duta damai dan cinta Tuhan yang diharapkan bagi dunia dan bagi
sesama," tulisnya dalam renungan Pentakosta laman Komkat KWI.
(els/agn)