Mendalam di sini
maksudnya mendalami bidang keilmuan yang dipilihnya sampai serinci-rincinya
alias menjadi seorang spesialis, menguasai teknis dan fungsional. Ia menjadi
tahu banyak hal dalam sedikit bidang keahlian tertentu. Di ujung ekstrem yang
satunya lagi, seseorang menjadi generalis yang tahu banyak hal, namun secara
terbatas. Hal ini disebut sebagai pilihan yang melebar atau khas manajerial.
Kedua pilihan (menjadi
spesialis atau generalis) adalah baik dan sama baiknya. Dunia dan masyarakat
membutuhkan banyak spesialis yang sangat menguasai bidang keahlian tertentu.
Kurang lebih sama banyaknya dengan jumlah generalis yang dibutuhkan untuk
menata dunia dan masyarakat itu sendiri. Tidak ada orang yang ekstrem spesialis
dalam bidang tertentu saja dan blank dalam bidang lainnya. Demikian
pula seorang generalis tetap dapat mengetahui bidang lainnya walau tidak secara
mendalam.
Ikuti Passion
Bisa dimengerti dan
sangat manusiawi bila seseorang akan lebih memilih menjadi seorang generalis.
Karena dengan demikian, seseorang itu akan lebih berpeluang untuk menjadi
pemimpin organisasi. Secara struktural, seorang pemimpin itu bertanggungjawab
penuh atas seluruh atau sebagian organisasinya. Ia yang membuat kebijakan dan
mengatur semua orang di dalam organisasinya.
Oleh karena itu,
seorang pemimpin organisasi harus menguasai banyak aspek manajerial. Yang umum
diketahui adalah akuntansi dan keuangan, produksi dan operasi, penjualan dan
pemasaran, sistem informasi, hukum, sumber daya manusia, hingga urusan
komunikasi antar-manusia. Belakangan ini semakin wajib untuk diketahui adalah
lingkungan hidup, serta manajemen kepatuhan dan risiko.
Dalam menjalani proses
pematangannya (selama bertahap) sebagai calon pemimpin, seseorang itu biasanya
dijadwal untuk merasakan tugas dan fungsi di bidang-bidang manajerial yang
berbeda itu. Tujuannya untuk memperluas cakrawala wawasan, serta mengenal
proses bisnis dan pelakunya. Seorang (calon) pemimpin itu perlu tahu banyak
hal, walaupun tidak perlu sampai mendalam.
Seorang pemimpin
struktural akan menjadi ikon (perwakilan) bagi organisasinya dalam pergaulan di
masyarakat. Ia akan bersentuhan dengan pihak luar organisasi yang tak semuanya
dan tak selamanya bisa dikendalikan. Dan karena itu ia layak mendapat lebih
banyak fasilitas dari organisasinya, bagi dirinya (juga untuk keluarganya),
khususnya dalam hal kompensasi. Jadi take home pay (THP)-nya pun
pantas diduga lebih besar daripada yang lain. Ini menarik bagi seseorang untuk
menjadi generalis.
Sebaliknya seorang
spesialis cenderung berkutat pada dunia kesehariannya yang itu-itu saja. Dunia
yang praktis lebih terbatas dan terkuasai dengan baik, serta kemungkinan
sebab-akibat kejadiannya pun relatif terkendali dan dampaknya dapat diduga.
Seorang spesialis cenderung bekerja dengan diam dan dalam diam, lebih fokus mengamati
proses internal yang praktis relatif statis dan rutin.
Karena jenis dan ciri
pekerjaannya yang cenderung lebih berorientasi pada internal, seorang spesialis
umumnya akan merasa gamang bila didapuk untuk menjadi pemimpin organisasi yang
cenderung berorientasi eksternal. Mengurusi banyak hal dan bersinggungan dengan
publik. Memang banyak hal bisa dipelajari seorang spesialis seperti
mengikuti Finance for non-Finance,
atau HR for non-HR, namun
sensitivitas dan reaksi seorang spesialis (yang statis dan rutin) itu berbeda
bila bidangnya berlainan.
Ada saja spesialis yang
berhasil menjadi seorang generalis hingga menjadi pemimpin puncak, namun
jumlahnya tidak banyak dan orang itu mungkin mempunyai bakat kepemimpinan
terpendam. Setiap musim hanya ada beberapa orang khusus seperti itu, dan
biasanya muncul secara tidak terduga. Gaya bekerja orang itu biasanya khas,
umumnya kukuh dalam pendirian dan bertekun hingga berhasil.
Sebaliknya seorang
generalis umumnya lebih sulit untuk menjadi spesialis. Cakrawalanya yang luas
sudah terbentuk sejak muda dan itu bisa menjadi salah satu kendalanya untuk
putar balik haluan.
Seseorang yang mau
menjadi spesialis atau generalis itu, tidak serta merta mengikuti pilihan
bebasnya semata saja. Secara psikologis, seseorang itu akan dianalisis tentang
minat atau passion-nya. Selain passion itu, kemampuan memimpin
seseorang (yang dapat berkembang dari masa ke masa), adalah prasyarat lain yang
mutlak diperlukan. Kepribadian khas bawaan seseorang sejak lahir juga sangat
menentukan. Seorang pemimpin membutuhkan sifat ekstrover lebih besar daripada
introver.
Dalam organisasi yang
memiliki sistem dan wadah kaderisasi, calon-calon pemimpin yang memiliki passion,
kelayakan teknis dan kemampuan manajerial, serta jiwa kepemimpinan, akan
diamati secara bertahap dan diukur. Pengamatan itu dilakukan bersamaan dengan
proses pendewasaan seseorang secara mental, dan berjenjang dengan uji kelayakan
melalui penugasan.
Organisasi akan lebih
berdaya-guna bila memiliki spesialis dan generalis yang sama-sama handal.
Ibarat sebuah kelompok musik, mesti ada vokalis yang bersuara merdu dan
pendukung yang kompak, walaupun biasanya sang vokalis lebih dikenal. Tim
sepakbola pun membutuhkan pencetak gol dan penjaga gawang yang sama-sama jago,
meskipun pencetak gol terbanyak lebih sering terkenal. Dalam hal rumah sakit,
pasien pun lebih mencari dokter spesialis terkenal daripada pemimpinnya.
Tak perlu memaksakan
seorang spesialis untuk menjadi pemimpin yang bersifat generalis. Lihatlah
contoh perguruan tinggi, tidak harus dipimpin Dekan atau Rektor yang paling
unggul secara akademik, sebab yang dibutuhkan adalah seorang manajer yang
handal. Demikian pula Direktur Rumah Sakit tak harus seorang dokter spesialis
yang piawai. Syukur-syukur Rektor, Dekan, atau Direktur Rumah Sakit adalah
ilmuwan yang mumpuni juga, dan ini berarti sangat mendukung kepemimpinannya.
Beda dengan organisasi
hierarkial seperti militer atau aparatur sipil. Mereka punya jabatan fungsional
hingga eselon 1 yang dijabat oleh orang dengan persyaratan teknis pangkat
tertentu. Di atasnya adalah jabatan politik yang ditentukan dengan pertimbangan
kepala negara atau pemerintahan.
Dengan latar belakang
pemahaman di atas, orang akan lebih mudah saling mengerti, mengapa orang-orang
yang tumbuh dari sebuah perguruan yang sama, setelah sekian waktu akan berada
pada tingkat pencapaian yang berbeda. Hal itu bisa terjadi karena alasan
teknis, manajerial, kepemimpinan, dll.
Manajemen atau Teknis?
Kembali ke pilihan
karier antara teknis dan fungsional yang mendalam; atau manajerial yang
melebar, keduanya adalah 2 hal yang saling melengkapi, dan searah tujuannya.
Manajemen yang berhasil adalah yang dapat mengoptimalkan semua unsur teknisnya
sesuai tujuan organisasi dalam batasan waktu, dana, serta sasaran tertentu.
Manajemen yang
berhasil, tidak hanya mengandalkan kapabilitas dan kapasitas orang-orang yang
sama tujuannya. Namun lebih penting lagi adalah merangkul hati dari setiap
orang-orang itu agar tetap seia pada visi dan misi bersama untuk suatu masa
yang cukup lama.
Demikian pula para
spesialis membutuhkan generalis yang dapat merumuskan visi besar organisasi
dengan misi-misinya dan strategi pencapaian yang realistis. Selain itu harus
dapat menggerakkan organisasinya secara serentak, searah, dengan kecepatan yang
dapat dijalani semua dengan mantap.
Oleh karena itu, setiap
kali ada kegagalan operasional, tidak tepat lagi disebut gangguan atau
kesalahan teknis semata-mata. Sebab semuanya itu adalah satu kesatuan antara
teknis dan manajerial.