“Pancasila akan terus
menjadi falsafah dan ideologi bangsa Indonesia. Kita perlu menyempurnakan cara
mengajarkan Pancasila kepada anak. Selama ini, pendidikan Pancasila lebih
banyak pada hafalan tanpa dibarengi contoh dan teladan nyata
sehari-hari. Akibatnya, nilai dan gagasan mulia Pancasila sulit diinternalisasi
generasi muda,” kata Nadiem.
Ilustrasi Pancasila (Foto: istimewa) |
Webinar digelar
dalam rangka menyambut pelaksanaan Kongres IV Persatuan Alumni GerakanMahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) di Bandung, Jawa Barat, pada 21-23
Juni 2021.
“Kami ingin mengubah pendidikan Pancasila
menjadi lebih holistik dan kreatif. Misalnya pembelajaran berbasis project-project sosial. Project-project sosial
inilah yang akan membentuk pelajar Pancasila di lapangan,” ujar Nadiem.
Lihat Juga:
Cegah Radikalisme, Pemerintah Sebut Akan Lacak Medsos Guru
Pancasila Membendung Paham Radikalisme di Generasi Muda
Anak Muda Mileneal diharapkan Paham Sejarah G30S/PKI
“Mempelajari
keberagaman bisa lewat pertukaran pelajar yang berbeda golongan, tingkat sosial
ekonomi, agama, dan perbedaan lain. Mereka akan berbaur agar mereka tak hanya
mencintai toleransi tetapi juga menjadikan toleransi bagian kehidupan
sehari-hari,” demikian Nadiem.
Pembicara lainnya dalam
webinar tersebut, yakni Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Laksana
Tri Handoko, Wakil Rektor Bidang Kerjasama UGM Paripurna Poerwoko Sugarda,
serta Ketua bidang Ristek dan Informasi DPP PA GMNI Eva Kusuma Sundari.
“BRIN diarahkan untuk
melakukan konsolidasi sumber daya ilmu pengetahuan dan teknologi yang
sebelumnya tersebar di beberapa institusi pemerintah. BRIN juga menciptakan
ekosistem riset standar global yang inklusif dan kolaboratif serta diharapkan
dapat menghasilkan fondasi ekonomi yang berbasis riset yang kuat dan
berkesinmbungan,” kata Laksana.
“Fokus riset Indonesia ke depan pada
digital, green, dan blue economy. Basisnya sumber daya lokal dan
keanekaragaman hayati, geografis, serta seni budaya. Riset berperan penting dan
menyokong keanekaragaman di Indonesia sehingga mempunyai nilai ekonomi,” ujar
Laksana.
Menurutnya dunia ke
depan bukan lagi digital atau elektronik melainkan bioteknologi.
“Kita yang punya banyak
koleksi biodiversity, harus lebih unggul di banding negara lain. Oleh
karena itu kita perlu melakukan refocusing pada kekayaan alam dan
budaya kita lewat dukungan riset yang kuat,” ucap Laksana.
Laksana menyatakan
tantangan global bisa diatasi jika Indonesia memiliki data riset berbasis
ilmiah. Kemudian, memperkuat sumber daya manusia (SDM) riset dengan menarik
talenta muda Indonesia dalam dan luar negeri.
Sementara itu, Purwoko
mengatakan lahirnya teknologi hingga hilirasasi tepat guna bukan hal yang
sederhana. Dibutuhkan kolaborasi pentahelix, mulai dari institusi negara, lembaga
riset, kolabolariasi dengan BUMN dan sektor industri lain. Selanjutnya,
menguatkan startup Tanah Air, bahkan harus cerdik menghadapi
kompetitor teknologi dari negara lain.
“Mindset nasionalisme
teknologi itu harus kita alami. Fanatik terhadap teknologi dalam negeri harus
ada serta mencegah terburu-buru membeli teknologi asing dengan alasan lebih
murah. Kebutuhan energi di Indonesia yang sangat besar menjadi kesempatan untuk
mengembangkan renewable energy. Indonesia punya potensi besar atas energi
terbarukan seperti tenaga angin, air, ombak, tenaga surya, panas bumi, biomass,
dan lain sebagainya,” kata Purwoko.
Eva mengatakan saat
pandemi, Indonesia mengalami feminisasi kemiskinan karena terbatasnya akses
pendidikan, politik, kesehatan, dan ekonomi bagi perempuan. Dikatakan,
perempuan semakin miskin karena desain pemulihan eknomi dan paket untuk
menangani krisis, tidak mengakomodasi situasi perempuan yang mengalami beban
ganda.
“Karena WFH (work from
home), double burden perempuan di rumah tangga makin besar. Alhasil,
banyak perempuan depresi, mengalami KDRT dan kemiskinan pada perempuan
meningkat,” kata Eva.
“Semoga riset sosial
tentang kemiskinan semakin meningkat, terutama yang terkait kemiskinan
struktural, dan kebutuhan afirmasi ekonomi bagi para ibu rumah tangga karena
pemberdayaan UMKM tidak melulu demi pertumbuhan ekonomi tetapi lebih pada
pemerataan ekonomi,” demikian Eva.
Sumber: BeritaSatu.com