Menteri Nadiem: Pancasila Akan Terus Jadi Falsafah dan Ideologi Bangsa

Menteri Nadiem: Pancasila Akan Terus Jadi Falsafah dan Ideologi Bangsa



Setapak rai numbei - - - Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) Nadiem Anwar Makarim menegaskan Pancasila akan senantiasa menjadi ideologi bangsa. Menurut Nadiem, pengajaran Pancasila bagi anak-anak perlu disempurnakan. Hal itu disampaikan Nadiem dalam webinar bertema “Pendidikan, Riset, dan Teknologi untuk Mewujudkan Keadilan Sosial”, Jumat (7/5/2021).

“Pancasila akan terus menjadi falsafah dan ideologi bangsa Indonesia. Kita perlu menyempurnakan cara mengajarkan Pancasila kepada anak. Selama ini, pendidikan Pancasila lebih banyak pada hafalan tanpa dibarengi contoh dan teladan nyata sehari-hari. Akibatnya, nilai dan gagasan mulia Pancasila sulit diinternalisasi generasi muda,” kata Nadiem.

Ilustrasi Pancasila (Foto: istimewa)


Webinar digelar dalam rangka menyambut pelaksanaan Kongres IV Persatuan Alumni GerakanMahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) di Bandung, Jawa Barat, pada 21-23 Juni 2021.

 “Kami ingin mengubah pendidikan Pancasila menjadi lebih holistik dan kreatif. Misalnya pembelajaran berbasis project-project sosial. Project-project sosial inilah yang akan membentuk pelajar Pancasila di lapangan,” ujar Nadiem.


Lihat Juga:

Cegah Radikalisme, Pemerintah Sebut Akan Lacak Medsos Guru

Pancasila Membendung Paham Radikalisme di Generasi Muda

Anak Muda Mileneal diharapkan Paham Sejarah G30S/PKI


“Mempelajari keberagaman bisa lewat pertukaran pelajar yang berbeda golongan, tingkat sosial ekonomi, agama, dan perbedaan lain. Mereka akan berbaur agar mereka tak hanya mencintai toleransi tetapi juga menjadikan toleransi bagian kehidupan sehari-hari,” demikian Nadiem.

Pembicara lainnya dalam webinar tersebut, yakni Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Laksana Tri Handoko, Wakil Rektor Bidang Kerjasama UGM Paripurna Poerwoko Sugarda, serta Ketua bidang Ristek dan Informasi DPP PA GMNI Eva Kusuma Sundari.

“BRIN diarahkan untuk melakukan konsolidasi sumber daya ilmu pengetahuan dan teknologi yang sebelumnya tersebar di beberapa institusi pemerintah. BRIN juga menciptakan ekosistem riset standar global yang inklusif dan kolaboratif serta diharapkan dapat menghasilkan fondasi ekonomi yang berbasis riset yang kuat dan berkesinmbungan,” kata Laksana.

 “Fokus riset Indonesia ke depan pada digital, green, dan blue economy. Basisnya sumber daya lokal dan keanekaragaman hayati, geografis, serta seni budaya. Riset berperan penting dan menyokong keanekaragaman di Indonesia sehingga mempunyai nilai ekonomi,” ujar Laksana.

Menurutnya dunia ke depan bukan lagi digital atau elektronik melainkan bioteknologi.

“Kita yang punya banyak koleksi biodiversity, harus lebih unggul di banding negara lain. Oleh karena itu kita perlu melakukan refocusing pada kekayaan alam dan budaya kita lewat dukungan riset yang kuat,” ucap Laksana.

Laksana menyatakan tantangan global bisa diatasi jika Indonesia memiliki data riset berbasis ilmiah. Kemudian, memperkuat sumber daya manusia (SDM) riset dengan menarik talenta muda Indonesia dalam dan luar negeri.

Sementara itu, Purwoko mengatakan lahirnya teknologi hingga hilirasasi tepat guna bukan hal yang sederhana. Dibutuhkan kolaborasi pentahelix, mulai dari institusi negara, lembaga riset, kolabolariasi dengan BUMN dan sektor industri lain. Selanjutnya, menguatkan startup Tanah Air, bahkan harus cerdik menghadapi kompetitor teknologi dari negara lain.

“Mindset nasionalisme teknologi itu harus kita alami. Fanatik terhadap teknologi dalam negeri harus ada serta mencegah terburu-buru membeli teknologi asing dengan alasan lebih murah. Kebutuhan energi di Indonesia yang sangat besar menjadi kesempatan untuk mengembangkan renewable energy. Indonesia punya potensi besar atas energi terbarukan seperti tenaga angin, air, ombak, tenaga surya, panas bumi, biomass, dan lain sebagainya,” kata Purwoko.

Eva mengatakan saat pandemi, Indonesia mengalami feminisasi kemiskinan karena terbatasnya akses pendidikan, politik, kesehatan, dan ekonomi bagi perempuan. Dikatakan, perempuan semakin miskin karena desain pemulihan eknomi dan paket untuk menangani krisis, tidak mengakomodasi situasi perempuan yang mengalami beban ganda.

“Karena WFH (work from home), double burden perempuan di rumah tangga makin besar. Alhasil, banyak perempuan depresi, mengalami KDRT dan kemiskinan pada perempuan meningkat,” kata Eva.

“Semoga riset sosial tentang kemiskinan semakin meningkat, terutama yang terkait kemiskinan struktural, dan kebutuhan afirmasi ekonomi bagi para ibu rumah tangga karena pemberdayaan UMKM tidak melulu demi pertumbuhan ekonomi tetapi lebih pada pemerataan ekonomi,” demikian Eva.



Sumber: BeritaSatu.com

 Lihat Juga Puisi Musikalisasi "Tumpukan Cucian"



Suara Numbei

Setapak Rai Numbei adalah sebuah situs online yang berisi berita, artikel dan opini. Menciptakan perusahaan media massa yang profesional dan terpercaya untuk membangun masyarakat yang lebih cerdas dan bijaksana dalam memahami dan menyikapi segala bentuk informasi dan perkembangan teknologi.

Posting Komentar

Silahkan berkomentar hindari isu SARA

Lebih baru Lebih lama