Ledakan bom ini terjadi pada 27 Juni dini hari waktu setempat di Paroki Emmanuel-Butsili di kota Beni.
Menurut laporan ledakan bom ini adalah aksi bunuh diri di mana bom berada di baris pertama setelah altar.
Pastor Isidore Kambale kepala paroki, mengatakan kepada ACI Africa pada hari serangan bahwa ledakan di dalam gereja terjadi sebelum Misa Minggu berlangsung.
“Ledakan terjadi sekitar pukul 6 sebelum misa berlangsung. Dua ibu terluka parah dan telah dilarikan ke rumah sakit,” kata dia.
“Bom buatan sendiri ditempatkan di mana paduan suara mendirikan instrumen mereka, baris pertama setelah altar,” tambah dia lagi.
Laurent Sondirya, Vikaris Jenderal keuskupan Butemb-Beni, mengatakan kepada media setempat bahwa dia percaya para penyerang menargetkan kerumunan besar karena Misa akan berlangsung pada hari itu.
“Mereka menargetkan kerumunan besar karena upacara akan mempertemukan anak-anak, orang tua mereka dan orang-orang yang setia,” kata Sondirya.
Bukan Pertama Kali
Daerah di Timur Laut Republik Demokratik Kongo di mana ledakan terjadi telah mengalami serangan dari Pasukan Demokratik Sekutu (ADF), sebuah kelompok pemberontak yang terafiliasi ISIS dari negara tetangga Uganda.
Ada tiga serangan bom di kota Beni selama akhir pekan, menurut AFP.
Setelah ledakan di gereja Katolik, bom bunuh diri terjadi di luar sebuah bar. Bom lain meledak di sebuah pompa bensin di pinggiran kota pada 26 Juni.
Bulan lalu, Uskup Melchisedec Sikuli Paluku dari Butembo-Beni mengecam pelanggaran hak asasi manusia dan serangan teror yang menargetkan orang Kristen di keuskupannya.
Uskup Paluku mengatakan bahwa jumlah serangan teror tampaknya sangat tinggi di bagian utara keuskupan.
“Kelompok bersenjata menghancurkan sekolah dan rumah sakit. Guru dan murid dibunuh. Mereka bahkan membunuh orang sakit saat mereka berbaring di tempat tidur rumah sakit mereka. Tidak ada hari berlalu tanpa orang-orang terbunuh,” kata uskup dalam laporan Aid to the Church in Need pada Mei lalu.
Uskup Paluku memohon dukungan untuk korban serangan teroris.
“Kami membutuhkan pusat-pusat di mana orang dapat pergi untuk terapi. Banyak orang yang trauma,” kata Uskup.
Uskup mengatakan bahwa proyek yang berskala besar sedang berlangsung untuk Islamisasi secara paksa dari kelompok ISIS atau mengusir populasi pribumi.
“Siapa pun yang telah diculik oleh kelompok teroris ini dan berhasil melarikan diri dari mereka hidup-hidup telah menceritakan kisah yang sama. Mereka punya dua pilihan antara kematian dan masuk Islam,” terang Uskup.