Revisi merujuk agar para uskup mengambil tindakan terhadap para imam yang melecehkan anak di bawah umur dan orang dewasa yang rentan
Revisi di antaranya merujuk agar para uskup
mengambil tindakan terhadap para imam yang melecehkan anak di bawah umur dan
orang dewasa yang rentan, melakukan penipuan, atau mencoba untuk menahbiskan
wanita.
Mengutip France24, pembaharuan aturan hukum pidana
Gereja Katolik itu juga pada akhirnya memperkuat hukuman bagi para imam yang
melakukan aksi pedofilia atau pelecehan seksual terhadap anak di bawah umur.
Seperti diketahui, tindakan untuk menindak tegas
para pelaku pedofilia itu telah lama menjadi seruan para aktivis dunia.
Revisi Kitab Hukum Kanonik yang digodok selama
bertahun-tahun itu juga datang setelah munculnya banyak keluhan dari para
korban pelecehan seksual dan pihak lain. Mereka pun kebanyakan menyoroti
sejumlah kode dalam Kitab Hukum Gereja yang dinilai sudah usang serta
'buram'.
Menanggapi itu, Fransiskus mengatakan bahwa revisi
hukum kanonik ini nantinya bertujuan untuk melakukan 'pemulihan keadilan',
'reformasi bagi pelanggar', dan 'perbaikan skandal'.
Menurut Reuters, revisi hukum kanonik sudah digarap
setidaknya sejak tahun 2009 silam. Revisi meliputi seluruh bab enam dari Kitab
Hukum Kanonik yang meliputi kode hukum berisi sekitar 1.750 ayat.
Revisi itu menggantikan kode yang disetujui oleh
Paus Yohanes Paulus II pada tahun 1983 dan akan mulai berlaku pada 8 Desember
mendatang.
Bagian yang direvisi, yang melibatkan sekitar 90
artikel tentang kejahatan dan hukuman, menggabungkan banyak perubahan hukum
gereja dari Fransiskus dan pendahulunya Benediktus XVI. Revisi itu pun kini
memperkenalkan kategori-kategori baru dengan bahasa yang lebih jelas dan lebih
spesifik. Ini terutama untuk memberi lebih banyak 'ruang gerak' bagi uskup
untuk penafsiran.
Dalam dokumen terpisah yang menyertainya, Fransiskus
mengingatkan para uskup untuk bertanggung jawab mengikuti aturan hukum.
Fransiskus juga menjelaskan bagaimana salah satu tujuan revisi tidak lain
adalah untuk mengurangi jumlah kasus di mana pengenaan hukuman diserahkan
kepada kebijaksanaan pihak berwenang.
Kepala Departemen Vatikan yang mengawasi proses
revisi, Uskup Agung Filippo Iannone, mengatakan bahwa telah terjadi 'iklim
kelambanan yang berlebihan dalam penafsiran hukum pidana'. Menurut Iannone, ini
terlihat dari sejumlah kasus di mana uskup kadang-kadang cenderung lebih dulu
memilih belas kasihan alih-alih keadilan.
Dengan revisi ini, pelecehan seksual terhadap anak
di bawah umur sekarang ditempatkan di bawah bab baru berjudul 'Pelanggaran
Terhadap Kehidupan Manusia, Martabat dan Kebebasan'. Sebagai perbandingan,
pelanggaran itu sebelumnya diletakkan di bawah bab yang kurang jelas, yakni
'Kejahatan Terhadap Kewajiban Khusus'.
Bab baru ini kini juga semakin diperluas dengan
cakupan kejahatan seperti pornografi anak serta 'gromming' pada anak di bawah
umur atau orang dewasa yang rentan terhadap pelecehan seksual. Seperti
diketahui 'gromming' biasa digunakan sebagai modus pelecehan seksual dengan
cara memberi pendekatan, perhatian, atau perawatan yang berlebih.
Bab baru ini juga mencakup pengaturan yang
memungkinkan pemecatan imam gereja yang terbukti menggunakan ancaman atau
penyalahgunaan wewenang untuk memaksa seseorang melakukan hubungan seksual.
Tahun lalu, sebuah laporan internal menemukan bahwa
mantan Kardinal Theodore McCarrick telah menyalahgunakan wewenangnya untuk
memaksa para seminaris tidur dengannya. Dia diberhentikan pada tahun 2019 atas
tuduhan pelecehan seksual terhadap anak di bawah umur dan orang dewasa.
Sementara menurut kode baru, orang awam yang
memiliki tanggung jawab di gereja dan dinyatakan bersalah melakukan pelecehan
seksual terhadap anak di bawah umur atau orang dewasa dapat dihukum oleh gereja
maupun oleh otoritas sipil.
Kemudian dalam hal penahbisan, sebelumnya gereja
telah melarang penahbisan wanita dan larangan itu sempat ditegaskan kembali
oleh para paus. Aturan ini lebih jelas dibanding kode hukum 1983 yang hanya
mengatakan bahwa 'penahbisan imam hanya disediakan untuk pria yang dibaptis'.
Kode hukum yang direvisi itu pun akhirnya mencakup
peringatan adanya sanksi bagi yang melanggar persoalan penahbisan. Mengingat,
dalam pembaharuan kode, baik orang yang mencoba untuk memberikan penahbisan
pada seorang wanita atau wanita yang memberikan penahbisan kepada dirinya
sendiri bisa dikenakan pengucilan otomatis.
Selain itu, klerus atau rohaniawan yang bersangkutan
juga memiliki risiko dipecat.
Menanggapi aturan baru ini, Direktur Eksekutif
Konferensi Penahbisan Wanita, Kate McElwee mengaku tidak terkejut. Ia juga
menyebut bagaimana kode baru ini akhirnya makin menjadi pengingat masih
adanya 'budaya patriarki' di kalangan gereja.
"Kode baru itu menjadi pengingat yang
menyakitkan dari mesin patriarki Vatikan dan upaya jangka panjangnya untuk
mensubordinasikan wanita," kata McElwee dalam sebuah pernyataan.
Selain isu-isu tersebut, entri baru dalam Hukum
Kanonik juga diketahui turut mencakup bab hukuman terhadap kejahatan ekonomi,
seperti penggelapan dana atau properti gereja, serta kelalaian administrasi.
Ini secara tidak langsung merujuk pada serangkaian skandal keuangan yang
melanda gereja dalam beberapa dekade terakhir.[] https://akurat.co/