Seberapa banyak di
antara kita yang berprinsip bahwa diam adalah mengalah? Seberapa banyak di
antara kita yang memilih diam dengan alasan tidak suka ribut-ribut? Seberapa
banyak di antara kita yang memilih diam ketika ada masalah karena merasa tak
perlu membahasnya? Ketika kita berpikir panjang untuk jangka waktu yang lama,
akan muncul beberapa pertanyaan. Apakah masalah akan tuntas dengan cara diam?
Apakah masalah akan terkuak jika kita hanya diam? Jawabannya tentu saja tidak.
Sejatinya tak selamanya
diam itu indah dan tak selamanya diam itu emas. Bayangkan jika semua masalah
diselesaikan dengan diam. Bukan menuntaskan masalah, justru akan menimbulkan
biduk perkara. Mengapa demikian? Mungkin diam adalah sebuah cara yang diambil
seseorang untuk mengatasi masalah yang terjadi. Namun, cara tersebut hanya
dapat digunakan untuk sementara. Hanya dapat digunakan pada situasi dan kondisi
tertentu. Sedangkan masalah tak selamanya datang di waktu dan situasi yang
sama. Jadi, suatu cara diam hanya akan tepat pada situasi tertentu.
Lalu bagaimana cara terbaik menyelesaikan masalah
jika bukan diam dan tak ingin dibilang ribut?
Seperti yang sudah
disebutkan tadi, bahwa mereka yang memilih diam beralasan karena ingin
mengalah, tak suka ribut-ribut, dan tak ingin membahas masalah yang ada. Apa
hal itu benar jika dilakukan? Ketika kita diam untuk menyelesaikan masalah,
kita harus berpikir bahwa ketika kita diam, mereka yang sedang bermasalah
dengan kita menjadi semakin penasaran dan akan lelah menunggu jawaban dari
masalah yang terjadi hingga akhirnya akan menimbulkan salah paham. Salah paham
ini justru akan menambah perkara. Ketika kita angkat bicara dalam suatu
permasalahan, bukan berarti kita suka ribut-ribut, namun kita memang harus
bicara untuk mengungkapkan kebenaran yang akan menyelesaikan masalah. Dalam
situasi yang kritis, kita harus berani angkat suara. Berani bicara yang membawa
perbaikan. Karena jika kita terus diam dalam sebuah masalah yang sedang
melanda, kita bisa disebut penakut ataupun pengecut. Saat harus menguak sisi
dari suatu masalah yang dibutuhkan adalah kejujuran. Jujur itu memang pahit,
tetapi jika kita tidak bersalah maka bicaralah. Jika semua diam, siapa yang
akan bicara? Suara siapa yang akan dikobarkan? Kita lah yang harus mengubah
semuanya. bicaralah karena bicara akan membawa perbaikan.
Oleh karena itu
selesaikanlah masalah dengan dibicarakan baik-baik, bukan hanya diam. Utarakan
apa yang seharusnya kita utarakan untuk menyelesaikan masalah yang sedang
melanda. Angkat bicara bukan untuk mencari keributan semata. Bicara
dengan nada tenang, mengungkap semua dengan jujur dan mengambil jalan damai,
itulah hal yang seharusnya kita lakukan saat menyelesaikan masalah. Tetapi,
ketika situasi membuat kita tegang dan emosi meluap, diamlah sejenak. Tenangkan
hati dan pikiran. Jika hati dan pikiran sudah tenang, mulailah bicara dengan
nada yang tak mencari keributan. Diam itu emas ketika hati Anda
marah atau pahit – Philip Mantofa. Kata-kata ini menjadi acuan bahwasanya
diam itu emas ketika hati sedang marah atau pahit, bukan berarti diam untuk
menyelesaikan masalah.
Karenanya, diam tak
selalu emas. Diam bahkan bisa berubah menjadi dosa. Dosa karena tak berbuat
apa-apa ketika kita tahu akar kebenaran dari suatu masalah. Tak selamanya diam
itu emas karena bicaralah untuk sebuah pembelaan akan kebaikan. Diam itu bukan
emas, ketika kita sedang difitnah ataupun dihujat. Diam boleh saja dilakukan,
tetapi nanti saat tak ada lagi yang perlu dibela dan saat kita memang tak tahu
kebenaran yang ada. Jika ada kemungkaran atau masalah yang tak bisa
diselesaikan dengan perbuatan maka selesaikanlah dengan perkataan. Bicaralah
untuk membawa perbaikan, jangan hanya berdiam diri tanpa aksi!
Jalan Setapak Panas berdebu,
Kota Betun, 13 Agustus 2021