Abstract. The purpose of writing this article is to review the development of agricultural cooperatives based members in the globalization. Given the national economic developmentof agricultural development a high priority. And in this agricultural development cooperative strategic role.
Agricultural cooperatives is the largest cooperative in Indonesia, but the contribution to the national income is the lowest. Infact, agricultural cooperatives (KUD) actually for med from the top (Government/Employers) and not in bottom of the community. Agricultural cooperatives lost their identity due to the impact of the on going globalization.
In such conditions, the need for macro policies conducive to the development of agricultural cooperatives in Indonesia, a complete under standing of the condition of cooperatives, the need for strategic step simprove the internal conditions of the cooperative, and the need for network communication and cooperation with the stakeholders.
Keywords: Agricultural cooperatives, basedmembers, identity, globalization.
I. PENDAHULUAN
Dalam pembangunan perekonomian nasional, pembangunan di sektor pertanian mendapat prioritas utama. Menurut konstitusi dasar (pasal 33 UUD 45), pembangunan ekonomi berdasarkan demokrasi ekonomi diartikan sebagai pembangunan ekonomi dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Dengan demikian maka kekuatan rakyat dan potensi sumber daya di setiap daerah menjadi tulang punggung perekonomian nasional ke depan. Ekonomi kerakyatan merupakan cara menghasilkan “kue” ekonomi atau strategi menghasilkan pendapatan dalam perekonomian sekaligus pembagian pendapatan melalui strategi menghasilkan pendapatan itu sendiri (bukan dibagi-bagikan). Dari rakyat, artinya “kue” ekonomi (pendapatan, pertumbuhan) ekonomi diperoleh dengan menggunakan sumber daya ekonomi yang dimiliki dan atau dikuasai oleh sebagian besar rakyat Indonesia. Oleh rakyat, artinya dalam membuat “kue” ekonomi haruslah secara langsung dibuat oleh rakyat Indonesia baik secara Individu maupun melalui organisasi ekonomi rakyat seperti usaha kecil, usaha menengah, koperasi (UMKM) dan usaha besar. Untuk rakyat, maksudnya adalah “kue” ekonomi yang dihasilkan langsung dinikmati atau diterima rakyat (Anon, 1985).
Prinsip demokrasi ekonomi tersebut sesuai dengan teori ekonomi yaitu teori kontribusi faktor (Factor share) yang menjadi dasar perhitungan pendapatan nasional, yaitu bahwa total nilai moneter dari produksi (Produk Domestik Bruto Nasional/PDB atau Produk Domestik Regional Bruto/PDRB) merupakan penjumlahan dari pembayaran sumber daya atau faktor-faktor produksi (upah, gaji, bunga modal, royalty, sewa, dll) yang digunakan dalam menghasilkan PDB atau PDRB tersebut ditambah dengan keuntungan perusahaan yang terlibat di dalamnya. Hal ini berarti agarpendapatan dalam bentuk upah, gaji, bunga, modal, royalti, sewa dan keuntungan, jatuh ke tangan rakyat, maka dalam menghasilkan PDB/PDRB (proses produksi perekonomian) haruslah menggunakan faktor produksi (tenaga kerja, modal, teknologi dll) yang dimiliki rakyat dan dilaksanakan oleh organisasi ekonomi (perusahaan) rakyat. Inilah ekonomi kerakyatan atau demokrasi ekonomi. Dalam kerangka pembangunan ekonomi kerakyatan, sesuai dengan amanat konstitusi bernegara, pemerintah harus menciptakan iklim yang kondusif bagi tumbuh kembangnya kreativitas ekonomi rakyat melalui: 1) penyediaan infrastruktur pembangunan yang diperlukan ekonomi rakyat untuk berkembang, 2) mengelola kebijakan makro ekonomi yang kondusif bagi tumbuh kembangnya ekonomi rakyat, dan 3) menciptakan keamanan dan kenyamanan berusaha. Langkah strategis bagi implementasi pemikiran dasar di atas adalah dengan pengembangan dan pemberdayaan koperasi (Anon,1997).
II. MEMBANGUN KOPERASI DARI BAWAH
Di masa lalu, pengembangan koperasi di Indonesia cenderung dibentuk dari atas, baik oleh jajaran pemerintah maupun perusahaan swasta yang pembentukannya ditujukan untuk memberhasilkan program-prgram pemerintah. Akibatnya hampir semua koperasi yang ada tidak berakar kuat di masyarakat dan tidak memperjuangkan kepentingan anggotanya (rakyat). Koperasi pertanian dalam hal ini terutama “Koperasi Unit Desa (KUD)” merupakan koperasi pertanian terbanyak di Indonesia, yang mencerminkan sosok koperasi di Indonesia (Djohan & Krisnamurthi;2000). KUD dalam prakteknya dibatasi pada kegiatan yang tingkat keuntungannya (nilai tambah) terendah yaitu pada sub-sistem usaha tani. Sementara kegiatan ekonomi yang memiliki tingkat keuntungan relatif tinggi yakni pada subsistem agribisnis hilir (pengolahan dan perdagangan) diserahkan pada pengusaha atau pemerintah. Posisi KUD yang demikian jelas hanya perpanjangan tangan dari penguasa dan pengusahasehinggamanfaat ekonomi dari economies of scale dapat dinikmati oleh penguasa dan pengusaha bukan kepada petani. Itulah sebabnya , mengapa pembangunan pertanian yang sudah berlangsung lebih 30 tahun, kehidupan ekonomi petani tidak banyak berubah, bahkan sebagian masih hidup di bawah garis kemiskinan.
Pandangan bahwa kemampuan rakyat untuk mengembangkan koperasi sangat rendah sehingga dijadikan alasan untuk mengintervensi dari atas adalah sangat keliru. Secara historis maupun faktual, cukup banyak bukti bahwa rakyat (misalnya petani) sangat kreatif, inovatif dalam mengembangkan perekonomiannya. Kelembagaan lokal seperti kelembagaan gotong royong, kelembagaan lumbung desa, kelembagaan nagari, kelembagaan Subak , kelembagaan bagi hasil dll, merupakan budaya bangsa yang bila dimodernisasi dapat dijadikan dasar-dasar ekonomi perkoperasian. Bila rakyat petani diberi kesempatan dan ada insentif ekonomi, mereka akan mampu mengembangkan organisasi ekonomi yang mereka perlukan seperti koperasi. Tugas pemerintah melalui kebijakan ekonomi adalah menciptakan iklim ekonomi yang kondusif bagi berkembangnya kreativitas masyarakat dan memandu dalam pengembangan koperasi sehingga berkembang menjadi pelaku utama perekonomian nasional. Arah pengembangan koperasi yang perlu difasilitasi dan dipandu kebijakan ekonomi kehidupan menurut Tatuh (1997) adalah sebagai berikut: 1). Pengembangan ekonomi agribisnis dengan core business satu komoditi, bukan seluruh komoditi, 2). Koperasi yang dikembangkan bukan pada sub-sistem usaha tani, tetapi kegiatan pada sub-sistem agribisnis hulu dan hilir, 3) Pengurus koperasi yang sekaligus pelaksana manajemen dan juga anggota koperasi (seperti KUD selama ini) harus diganti dengan manajemen yang profesional. Selain itu, juga perlu didukung kebijakan makro ekonomi seperti: 1) kebijakan perdagangan luar negeri, 2) kebijakan kurs rupiah , dan 3) kebijakan perbankan.
III. JATI DIRI KOPERASI DALAM ERA GLOBALISASI
Meskipun banyak koperasi berhasil keluar dengan selamat dari dampak krisis ekonomi, ternyata masih ada tantangan lain yang sifatnya jangka panjang, yaitu globalisasi. Globalisasi adalah suatu kenyataan yang bertumpu pada tiga pilar yaitu: liberalisasi perdagangan dan investasi, fasilitas kepada bisnis serta kerjasama ekonomi dan teknik.Teknologi (komunikasi, transportasi, komputer dll), liberalisasi dan perusahaan-perusahaan multinasional merupakan kreasi negara-negara maju/industri, dan digunakan untuk memaksa negara-negara lemah (berkembang) menerima kehendak dan kepentingan mereka. Posisi negara lemah (termasuk Indonesia) digambarkan dalam ungkapan ”kalau kita tidak ikut, kita akan ketinggalan” (Saragih,Tatuh,Fonollera; 1990).
Keikutsertaan dalam liberalisasi ekonomi yang berorientasi pada pasar bebas tentu akan mengubah pola perekonomian yang dibayangkan dan diharapkan oleh gerakan koperasi pasal 33 UUD 1945, sehingga koperasi tidak ada pilihan kecuali bekerja dan berkembang dalam situasi yang baru seperti itu. Mampu atau tidak, berhasil atau tidak, sepenuhnya tergantung pada gerakan koperasi itu sendiri dan tidak dapat mengandalkan bantuan yang datang dari luar. Globalisasi dan peran WTO bukannya tanpa perlawanan, yang tidak hanya datang dari negara berkembang saja, tetapi juga negara-negara maju karena kepentingan-kepentingan ekonomi dan politik yang berbeda. Dengan demikian tidak ada alasan untuk menunda program konsolidasi organisasi koperasi, peningkatan efisiensi dan daya saingnya. Karena cepat atau lambat Indonesia akan tetap terseret dalam arus utama liberalisasi perdagangan dan menguatnya ekonomi pasar (Anon,1997). Dalam hubungan ini gerakan koperasi atas dasar kekuatan jati dirinya dan karena berakar pada masyarakat sendiri serta tidak tergantung dari kekuatan-kekuatan luar seharusnya dapat ikut membentengi masyarakat. Khususnya masyarakat lapisan bawah dari penguasaan ekonomi (dan sosial) yang bersumber dari keserakahan modal eksternal.
Koperasi sebagai organisasi ekonomi hanya dapat dikenal dari jati dirinya, yang tidak muncul dengan tiba-tiba, tetapi mengalami proses panjang secara berkesinambungan. Apa itu jati diri koperasi? Ciri-ciri, watak dan tingkah laku koperasi terbentuk sejak kelahirannya dan kesemuanyaitumenjelma menjadi jatidiri.Secara berkala, jati diri (khususnya prinsip-prinsip yang dijadikan sebagai pedoman kegiatan) dikaji dan dirumus ulang oleh International Cooperative Alliance (ICA) sebagai organisasi internasional puncak dari seluruh gerakan koperasi dunia. Untuk memahami jati diri koperasi secara utuh maka perlu mengetahui apa koperasi itu, apa nilai-nilai yang dianutnya, dan prinsip-prinsip yang digunakan sebagai pedoman kerja. Menurut ICA dalam Anon (1979), sebagai berikut: 1). Koperasi adalah perkumpulan otonomi dari orang-orang yang berhimpun secara sukarela untuk memenuhi kebutuhan-kabutuhan dan aspirasi-aspirasi ekonomi, sosial dan budaya bersama melalui perusahaan yang mereka miliki. 2). Koperasi mendasarkan diri pada nilai-nilai menolong diri sendiri, tanggung jawab sendiri, demokratis, persamaan, kadilan dan kesetiakawanan. Percaya pada nilai-nilai ethis dari kejujuran, keterbukaan, tanggung jawab sosial dan kepedulian terhadap orang-orang lain. 3). Prinsip-prinsip sebagai penjabaran nilai-nilai, adalah:a). Keanggotaan sukarela dan terbuka, b). Pengendalian oleh anggota-anggota secara demokratis, c) Partisipasi Ekonomi anggota, d) Otonomi dan Kebebasan, e). Pendidikan, Pelatihan dan Informasi, f). Kerjasama di antara Koperasi, g). Kepedulian terhadap Komunitas. Sedangkan yang disebut dengan jati diri koperasi adalah ketiga-tiganya: definisi, nilai-nilai dan prinsip-prinsip sebagai satu kesatuan yang tidak dapat dipisah-pisahkan.
IV. MEMBANGUN KOPERASI PERTANIAN DAN KOPERASI PERKREDITAN DALAM RANGKA PENGEMBANGAN EKONOMI RAKYAT
Eksistensi koperasi menurut Anon (1985) bagi masyarakat ada tiga tingkat: 1). koperasi dipandang sebagai lembaga yang menjalankan suatu kegiatan usaha tertentu, seperti: pelayanan kebutuhan keuangan, perkreditan, atau pemasaran produk pertanian, 2) koperasi telah menjadi alternatif bagi lembaga usaha lain. Masyarakat telah merasakan manfaat dan peran koperasi lebih baik dibanding dengan lembaga lain. 3). Koperasi menjadi organisasi yang dimiliki oleh anggotanya. Rasa memiliki sebagai faktor utama yang menyebabkan koperasi mampu bertahan pada berbagai kondisi sulit.
Faktor-faktor yang menjadi dasar eksistensi dan peran koperasi di masyarakat, yang merupakan pembeda antara koperasi yang tetap eksis dan berkembang dengan koperasi yang telah tidak berfungsi bahkan telah tutup, yaitu: 1). Koperasi akan eksis jika terdapat kebutuhan kolektif untuk memperbaiki kebutuhan ekonomi secara mandiri. 2). Koperasi akan berkembang jika terdapat kebebasan dan otonomi berorganisasi, 3). Keberadaan koperasi akan ditentukan oleh proses pengembangan pemahaman nilai-nilai koperasi (keterbukaan, demokratis, partisipasi, kemandirian, kerjasama, pendidikan, dan kepedulian terhadap masyarakat), yang tidak ada di lembaga lain. 4). Koperasi akan semakin dirasakan peran dan manfaatnya bagi anggota dan masyarakat pada umumnya, jika terdapat kesadaran dan kejelasan dalam hal keanggotaan koperasi, 5). Koperasi akan eksis jika mampu mengembangkan kegiatan usaha yang luwes (flexible) sesuai dengan kepentingan anggota, berorientasi pada pemberian pelayanan bagi anggota, berkembang sejalan dengan perkembangan usaha anggota, biaya transaksi antara koperasi dan anggota mampu ditekan lebih kecil dari biaya transaksi non koperasi, dan mampu mengembangkan modal yang ada di dalam kegiatan koperasi dan anggota sendiri, 6). Keberadaan koperasiakan sangat ditentukan oleh kesesuaian faktor-faktor tersebut di atas dengan karakteristik masyarakat atau anggotanya. Prospek pengembangan koperasi sangat terkait dengan peningkatan kebutuhan masyarakat terhadap kelembagaan ekonomi yang memiliki ciri seperti koperasi.
Faktor-faktor pendorong peningkatan kebutuhan tersebut adalah adanya partumbuhan dan perkembangan ekonomi yang tidak lagi dapat diakomodasi oleh kegiatan ekonomi individual yang berskala kecil dengan berbagai keterbatasan, juga tuntutan mengahadapi persaingan yang semakin tinggi. Prospek tersebut menghadapi tantangan yang cukup berat: 1). Tantangan untuk memperbaiki dan meluruskan citra koperasi yang kurang apresiatif. 2). Tantangan untuk terus menyebarluarkan dan mengembangkan pemahaman atas prinsip koperasi, 3). Tantangan heterogenitas komunitas /masyarakat yang dihadapkan pada tradisi penerapan prinsip homogenitas kebutuhan dalam pengembangan koperasi, 4) Tantangan kepemimpinan dan inisiatif dalam proses pengembangan koperasi, 5). Tantangan untuk mewujudkan kondisi yang memungkinkan koperasi dapat berkembang. Dengan demikian perlu segera rekonseptualisme peran pemerintah dalam pembangunan koperasi sebagai bagian dari seluruh proses reformasi pembangunan sosial ekonomi masyarakat. Untuk itu perlu syarat adanya kebijakan makro yang kondusif bagi pengembangan koperasi, sebagai syarat keharusan (Uguy,1996).
Untuk penguatan ekonomi secara riil, juga perlu didukung syarat kecukupan dengan pemahaman yang utuh terhadap kondisi perkoperasian Indonesia, yaitu: 1). Pengembalian koperasi sesuai pada prinsip-prinsipnya, sehingga demokratisasi pembangunan koperasi merupakan strategi pertama pengembangan koperasi itu sendiri, sekaligus sebagai strategi pemberdayaan usaha kecil, 2). Koperasi perlu lebih ditampilkan untuk tidak sebagai sekedar badan usaha, tetapi sebagai organisasi masyarakat yang diwujudkan dalam bentuk gerakan koperasi yang berkembang, 3). Perlu langkah-langkah strategis untuk mengatasi berbagai kelemahan internal koperasi (Anon;1997).
Strategi dasar tersebut kemudian diwujudkan dalam berbagai langkah strategis, yaitu: 1). Pendekatan pengembangan kelembagaan secara partisipatif, sebagai faktor kunci adalah proses pendidikan prinsip-prinsip dan nilai-nilai koperasi, 2) Dilakukan pengembangan koperasi untuk memenuhi satu kepentingan, yaitu kepentingan anggota, 3). Mengembangkan kejelasan aspek keanggotaan, terutama dilihat dari perbedaan manfaat yang dirasakan oleh anggota dan non anggota, 4). Diperlukan kerangka pengembangan yang memberikan apresiasi terhadap keragaman lokal yang disertai oleh berbagai dukungan tidak langsung tetapi jelas memiliki semangat kepemihakan pada koperasi dan ekonomi masyarakat (Tatuh;1995).
Sebagai langkah operasional diperlukan suatu aksi segera dengan memanfaatkan benih-benih yang sudah ada dan mengembangkan secara luas. Pengembangan jaringan komunikasi dan kerjasama diantara koperasi dan berbagai pihak yang berkepentingan dan peduli dengan pengembangan koperasi menjadi hal yang dibutuhkan pada masa yang akan datang. Dalam hal ini, pengembangan kerja sama koperasi pertanian (dengan KUD sebagai embrionya) dan koperasi perkreditan merupakan langkah awal yang sangat strategis dalam pengembangan bersama (Tatuh,1996).
V. MEMBANGUN KOPERASI PERTANIAN BERDASARKAN PETA SOSIAL EKONOMI PEDESAAN
Mengingat dan menimbang akan parahnya akibat kebijaksanaan keliru masa lalu, maka sebelum menggerakkan pembangunan pedesaan dan khususnya pembangunan koperasi pertanian, maka peta bumi situasi dan kondisi sosial ekonomi pedesaan perlu dipetakan dengan tuntas terlebih dahulu, supaya hambatan dan permasalahannya nampak jelas. Berdasar peta bumi tersebut, maka pemerintah harus mengadakan perombakan mendasar dalam kebijaksanaan ekonomi supaya kecerobohan-kecerobohan masa lalu bisa segera dihilangkan.
Supaya gerakan koperasi bisa menjadi wahana dalam memperjuangkan kelompok kiri (petani, pengusaha kecil, PNS, ABRI), maka struktur pembinaan dan pengelolaan perkoperasian harus dirombak, yaitu dengan menyerahkan pembinaannya kepada departemen teknis terkait masing-masing. Departemendepartemen teknik meneliti dan menyusun peta bumi permasalahan pembangunan usaha kecil di bidangnya untuk kemudian dicari solusi pembangunannya, khususnya kemungkinan membangun koperasi di kalangan pengusaha kecil. Dan lebih khusus lagi untuk Pulau Jawa, Madura dan Bali perlu diteliti sistem pembangunan pertanian modern dan industri masuk desa (IMD) gaya Jepang, dalam rangka persaingan global (Anon;1997).
VI. RANCANG BANGUN POLA KOPERASI PERTANIAN DI MASA DATANG
Fenomena koperasi pertanian di Indonesia sudah ada sejak waktu pemerintahan jajahan Belanda. Pada tahun 50-an timbul jenis-jenis koperasi pertanian, koperasi desa, koperasi kopra, koperasi karet dll, dan tahun 70-an disatukan dalam Koperasikoperasi Unit Desa. Berdasar Inpres No.4/1973, KUD adalah koperasi pertanian, dengan Inpres No.2/1978 KUD diubah menjadi koperasi pedesaan. Program KUD adalah program pembangunan koperasi yang dimulai dari atas (top down) dikembangkan secara sentral sehingga memiliki potensi menjadi alat pemerintah. Upaya untuk mentransformasikan menjadi koperasi dalam arti yang sebenarnya akhirnya tidak berhasil karena dua hal: 1). Sebagai koperasi pertanian keanggotaannya cukup homogen sehingga mempunyai peluang untuk berhasil, namun semakin tidak pasti setelah menjadi koperasi pedesaan. 2). Sebagai koperasi pedesaan, keanggotaan KUD semakin heterogen, yang mempunyai kepentingan berbeda, sedang manajemen koperasi yang disusun atas dasar kebersamaan tidak efektif mengatasi konflik kepentingan yang timbul. Tujuan koperasi yang sebenarnya tidak berhasil karena yang dikejar hanya profit. Dengan tidak berperannya KUD, maka struktur vertikal KUD, PUSKUD dan INKUD yang tidak pernah solid akan makin goyah dan akan runtuh kalau KUD sudah kehilangan eksistensinya (Tatuh;1995).
Tuntutan dan tantangan yang dihadapi sekarang adalah :”Bagaimana membangun koperasi pertanian yang mempunyai basis keanggotaan (member based) yang nyata, yang merupakan wadah dan sarana efektif untuk memberdayakan anggota-anggotanya, meningkatkan kesejahteraan mereka dan berperan aktif dalam usaha dan pembangunan pertanian secara optimal?” Pada dasarnya perkumpulan koperasi (di seluruh dunia) memiliki struktur organisasi yang baku sebagai kosekuensi dari jati diri yang dimilikinya. Pembangunan koperasi pertanian versi baru bukan berarti membuat struktur organisasi baru, akan tetapi memanfaatkan apa yang tersedia dengan cara meluruskan kesalahan, melakukan reorganisasi dan restrukturisasi supaya tercipta revitalisasi. Maka perlu mengembalikan jati diri koperasi, atau “back to basics”. Tujuannya adalah memurnikan ideologi koperasi dan sekaligus menghapuskan ketidakpercayaan terhadapnya. Termasuk penilaian sinis dalam pergaulan koperasi internasional yang menilai banyak koperasi di Indonesia berubah menjadi “corporative”, yaitu persilangan antara corporation (korporasi) dan cooperative (koperasi) (Djohan & Krisnamurthi;2000).
Menurut Anon (1985), memulihkan jati diri koperasi adalah masalah paling mendasar: 1) sebagai member based association, koperasi harus benar-benar memiliki anggota-anggota yang secara nyata membutuhkan koperasi sebagai wadah dan sarana untuk memenuhi berbagai kebutuhan bersama mereka. Harus ada kepastian bahwa anggota masuk koperasi secara sukarela didorong oleh suatu kebutuhan nyata dan tidak ada paksaan dari manapun. 2) pengurus koperasi harus terdiri dari anggota-anggota sendiri dan dipilih secara demokratis oleh dan dalam rapat anggota, 3). Untuk tugas pengawasan, rapat anggota memilih di antara anggota beberapa orang untuk duduk dalam suatu badan pengawas/pemeriksa guna mengawasi tugas pengurus atau atas nama rapat anggota, 4). Bagi koperasi yang cukup besar, sebaiknya tugas-tugas operasional sehari-hari diserahkan kepada pelaksana-pelaksana yang digaji dan pengurus membatasi diri sebagai perumus kebijakan.
Selanjutnya, Anon (1985) juga mengatakan bahwa guna mencapai optimalisasi potensi organisasi, ada empat faktor sumber potensi: 1) Keanggotaan adalah sumber potensi utama bagi koperasi sebagai perkumpulan orang. Faktor yang melekat pada keanggotaan membuat koperasi kuat, yaitu potensi ekonomi anggota dan tingkat kecerdasannya. 2).Permodalan. merupakan masalah yang paling mendesak bagi koperasi. Karena lemahnya potensi ekonomi anggota, maka prinsip swadaya yang dianutnya tidak memperoleh cukup dukungan bagi optimalisasi, sehingga pembentukan modal berjalan lambat dan pelayanan maupun investasi sulit berkembang, 3). Volume usaha, merupakan alat pengukur bagi kegiatan usaha koperasi, yang disatu pihak ditentukan oleh produksi dan lain pihak oleh pemasaran. Untuk mengembangkan secara optimal potensi produksi, koperasi pertanian mutlak harus merupakan bagian dari sistem agrobisnis/agroindustri, sehingga nilai tambahnya sebagian besar/seluruhnya jatuh ke tangan koperasi sendiri. 4). Pelayanan yang lancar dan bermutu memang merupakan modal utama koperasi, dan dari situlah tingkat hubungan koperasi dengan anggota-anggotanya, stakeholders dan masyarakat dapat dibaca dan diketahui. Di sini manajemen memegang kunci. Manajemen (koperasi) diartikan sebagai proses untuk optimalisasi peran tenaga manusia, material dan keuangan untuk mencapai tujuan organisasi, maka manajemen harus mampu mengembangkan potensi yang ada dalam koperasi (keanggotan, modal, volume usaha dan pelayanan) guna mencapai tujuan koperasi sesuai dengan definisinya. Secara operasional manajemen harus merealisir: 1) penyediaan secara langsung produksi dan jasa bagi anggotanya sebagai tujuan umum koperasi, 2). Mempersatukan dan memberdayakan para petani (beserta keluarganya) agar memperoleh akses terhadap sumber-sumber ekonomi dan sosial bagi kehidupan dan kesejahteraannya, 3). Menyatukan dan melibatkan anggota-anggota dalam komunitas ekonomi dan sosial agar koperasi menguasai sumber-sumber produksi dan menjadi kekuatan pasar penyangga dalam ekonomi pasar, 4). Membangun kesadaran dan pemahamannya akan jati diri koperasi di antara komunitasnya dan mendorong partisipasi anggota bagi realisasinya (Djohan & Krisnamurthi;2000).
Pola koperasi pertanian yang akan datang pada dasarnya tidak berbeda secara radikal dari yang ada sekarang, yaitu struktur federatif yang terdiri dari koperasikoperasi primer, sekunder, tertier yang berintegrasi secara horizontal maupun vertikal. Pembagian kerja dan peran diikat oleh kesepakatan bersama bahwa secara prosedural pengendalian dilakukan dari bawah, sedang pelayanan mengalir dari atas ke bawah. Dalam konsep agroindustri/agrobisnis pembagian antar tingkat organisasi sangat penting untuk memperoleh sinergi yang optimal: 1). Koperasi-koperasi tingkat primer mempunyai kedudukan paling strategis sebagai dasar struktur organisasi dan pusat pelayanan lokal kepada anggota/masyarakat. 2) koperasi sekunder, memberikan pelayanan pada koperasi-koperasi primer agar dapat melaksanakan fungsinya dengan baik, seperti menyelenggarakan pendidikan/latihan, audit dll, yang berarti arus dari atas ke bawah. Sebaliknya koperasi-koperasi sekunder berperan untuk kepentingan koperasi primer dengan melakukanadvokasi, representasi, peningkatan mutu dll, yang berarti proses dari bawah. 3). Koperasi tertier pada tingkat nasional akan menangani hal-hal yang tidak dapat/tidak efisien jika dilakukan oleh koperasi sekunder, seperti advokasi dan representasi, audit, pendidikan dan pelatihan, perdagangan tingkat nasional atau internasional. Restrukturisasi organisasi dan revitalisasi peran koperasi pertanian untuk menjadi koperasi pertanian versi baru harus dilaksanakan secara selektif dan bertahap, dimulai dengan membangun beberapa koperasi primer sebagai basis dan setelah terkonsolidasikan baru dilengkapi koperasi sekunder dengan prosedur demokratis koperasi yaitu atas dasar felt needs anggota-anggotanya dan bottom up (Tatuh;1997).
Sebagai sistem ekonomi terbuka, kinerja koperasi ditentukan oleh interaksi faktor-faktor intern dan ekstern, seperti peraturan perundang-undangan, kebijakan pemerintah, politik, kekuatan pasar, permodalan, perpajakan dan sikap masyarakat.
VII. PENGEMBANGAN KOPERASI PERTANIAN DALAM AGROINDUSTRI/AGROBISNIS
Reformasi dalam pembangunan ekonomi semakin mengarah pada pemberdayaan rakyat yang dilandaskan pada prinsip kedaulatan, kemartabatan dan kemandirian. Reformasi dalam pembangunan koperasi diarahkan untuk meningkatkan pendapatan riil anggota koperasi semaksimal mungkin secara simultan dan interaktif. Peningkatan peran koperasi di sektor pertanian merupakan prioritas utama dalam pembangunan koperasi, sebab bagian terbesar dari anggota koperasi berusaha di sektor pertanian dan juga disektor-sektor pendukungnya, baik industri, perdagangan, transportasi dan jasa lainnya. Untuk mengidentifikasi investasi yang diperlukan bagi pengembangan peran koperasi dalam agroindustri/agrobisnis perlu dipahami konsepnya dalam bagan berikut (Djohan & Krisnamurthi;2000).
Subsistem Kebijakan dan Dukungan Pelayanan
- Fasilitas kredit dan asuransi - Infrastruktur lokal dan nasional - Penyuluhan dan informasi pertanian - Litbang - Komunikasi dan transportasi - Lingkungan bisnis (kebijakan makro ekonomi dan tata ruang, tata tguna lahan |
Gambar 1. Bagan Konseptualisasi Agrobisnis
Dalam bagan tersebut konseptualisasi agrobisnis dapat dipetakan pada subsistem hulu sampai hilir (off-farm) dan dapat diketahui kegiatan usaha yang sebaiknya diselenggarakan sehingga dapat memberikan kesempatan dan kemanfaatan bagi para anggotanya dalam meningkatkan pendapatan riilnya. Peran koperasi dalam agrobisnis hulu diutamakan dalam pengadaan, penyediaan dan penyaluran input produksi, mesin dan alat-alat pertanian, sedang untuk indutrinya, koperasi jika memungkinkan dapat ikut berperan sebagai pemilik atau pemegang saham.Peran dan kegiatan usaha agrobisnis hilir merupakan kegiatan yang paling strategis yang dapat ditangani oleh koperasi sebagai kekuatan penyeimbang untuk menumbuhkan pasar yang bersaing, sehingga anggota dapat menikmati harga yang wajar dan adil sebanding dengan pengorbanan dan harapan anggota. Untuk komoditas pertanian yang membutuhkan penanganan khusus dengan teknologi pengolahan modern dan padat modal, diupayakan koperasi dapat ikut berperan sebagai pemilik modal/saham. Peran atau kegiatan di subsistem on-farm atau di lahan lokasi pertanian umumnya langsung ditangani oleh individu petani/peternak/pelayan. Koperasi dapat berperan menyediakan dan mengatur pemanfaatan bersama mesin-mesin dan alat-alat pertanian, sehingga koperasi lebih cenderung berfungsi sebagai unit pelayanan, bukan sebagai profit unit. Unit dukungan pelayanan untuk menunjang kegiatan agrobisnis yang dilakukan para anggotanya, koperasi sebaiknya dapat menyediakan dengan prinsip “services at cost” atau dalam bentuk kerjasama “sharing operation”. Koperasi dapat berperan membuka akses anggota kepada berbagai fasilitas,jika mungkin bertindak sebagai avalis atau penjamin kepentingan anggotanya. Sebagai mana telah diatur dalam UU No.25/1992, pada dasarnya koperasi itu dibangun dan membangun dirinya. “Membangun” berarti harus ada prakarsa dan motif koperasi untuk berkembang. Sedang “dibangun” berarti ada dukungan, bantuan dan keberpihakan dari negara (pemerintah dan masyarakat) agar koperasi berkembang. Pengelola dan anggota koperasi sebaiknya dapat diprioritaskan untuk mengikuti kegiatan pendidikan dan pelatihan dengan kebijaksanaan makro yang lebih kondusif dan aturan tata ruang dan tata guna lahan harus jelas, transparan dan berkepastian. Investasi koperasi di berbagai kegiatan tersebut haruslah sesuai dengan kompetensi koperasi, kelayakan usaha dan kepentingan bisnis para anggotanya.
VIII. TANTANGAN MEMBANGUN KOPERASI PERTANIAN BERBASIS ANGGOTA
Selain karena memang sesuai dengan konsep dasar koperasi yang berbasis anggota, pengembangan koperasi pertanian berbasis anggota memiliki relevansi yang sangat tinggi dalam proses eksperimentasi perkembangan masyarakat menuju demokrasi dan pemerataan. Koperasi merupakan badan usaha yang paling tepat untuk dikembangkan guna mendukung strategi pembangunan yang memihak pada pemerataan. Prinsip keterbukaan, demokrasi, partisipasi, otonomi dan kerjasama yang dianut koperasi merupakan komponen-komponen dasar dalam mewujudkan pemerataan pembangunan. Pemerataan pembangunan berarti kesempatan kerja, kesempatan usaha dan pendapatan yang tersebar merata, sehingga bagian masyarakat yang terbesar mendapat porsi yang terbesar pula dan perwujudannya berkaitan erat dengan strategi pembangunan ekonomi. Pengembangan koperasi hanya akan efektif sebagai strategi meningkatkan pemerataan jika kebijakan makro (kebijakan nilai tukar rupiah dengan dollar AS/kurs rupiah, kebijakan suku bunga, kebijakan pangan murah) memang sesuai untuk mencapai tujuan tersebut (Djohan &Krisnamurthi;2000).
Aspek makro di atas mempengaruhi keberadaan dan kinerja koperasi.. Koperasi sulit mendapat tempat dalam tatanan perekonomian nasional, yang terlihat pada berbagai badan usaha koperasi. Dalam kaitannya dengan koperasi pertanian dan perkebunan, KUD dapat menjadi contoh pengalaman yang relevan. Karena KUD menjadi satu-satunya bentuk koperasi yang dikembangkan di pedesaan dan menjadi basis wilayah usaha pertanian dan perkebunan. Di samping itu belajar dari pengalaman KUD, terdapat pula beberapa aspek mikro yang perlu mendapat perhatian bagi penyusunan strategi pengembangan koperasi, yatu: 1) Hubungan antara KUD dengan anggota, yaitu: a). Anggota KUD umumnya adalah petani yang melakukan kegiatan usaha tani (on-farm), yang nilai tambahnya dalam sistem agribisnis terendah (8 – 12%), sehingga KUD tidak banyak memberi insentif usaha kepada anggota, b). Orientasi pasar internal. Sebagian besar KUD menjadikan anggota sebagai sasaran pasarnya yang utama (penyaluran pupuk, kredit, waserda, simpan pinjam). Hal tersebut membatasi kegiatan usaha KUD, baik karena keterbatasan jumlah anggota. Wilayah kerja, kemampuan manajemen dan daya beli, c). Hubungan transaksional. Anggota menjual kepada KUD atau membeli dari KUD. 2). Hubungan antar KUD, umumnya lebih banyak bersifat kompetitif dari pada kooperatif, karena kesamaan jenis usaha/program dan persaingan mendapatkan pasar anggota. 3). Perkembangan anggota (petani) dan KUD. Terjadi perkembangan sosial ekonomi masyarakat pedesaan, berkaitan dengan perkembangan petani anggota koperasi dan kelembagaan koperasi sendiri. 4) Kondisi internal KUD yang dihadapi membuat ketidakberdayaannya dalam lingkungan persaingan yang tinggi. Sumberdaya manusia merupakann kelemahan utama koperasi, yang mengakibatkan koperasi tidak mampu menarik minat sumber daya yang lebih berkualitas, dan secara riil (bisnis) tidak mampu memberikan insentif yang memadai dibanding pelaku usaha lain. Juga terdapat masalah pemasaran, manajemen, teknologi dan permodalan (Djohan & Krisnamurthi;2000).
Berdasar kemampuan dan kondisi usahanya, petani dapat dibedakan menjadi: 1) buruh tani/petani mikro/petani gurem, 2). Petani menengah, 3). Petani maju/pengusaha tani. Anggota koperasi lebih diharapkan dari kelompok kedua, yaitu para petani atau masyarakat pedesaan yang telah memiliki usaha produktif tertentu dan ingin mengembangkan usaha tersebut, dan koperasi dapat menjadi alternatif wahana ekonomi yang paling sesuai. Di lain pihak, KUD juga memiliki perkembangan yang berbeda satu dengan lainnya, sehingga perlu pendekatan yang berbeda dalam pengembangnnya. Ada tiga kelompok KUD: 1) KUD yang berhasil dalam kegiatan bisnis dan tetap berusaha menerapkan prinsip-prinsip koperasi, 2). KUD yang berhasil dalam kegiatan bisnis tetapi telah kehilangan jati diri koperasi sehingga beroperasi seperti perusahaan pemilik modal (koperasi semu), 3) KUD yang belum berkembang kegiatan usahanya (Djohan & Krisnamurthi;2000)..
Masalah ketidakmerataan berawal dari masalah makro yang kemudian berkembang pula pada tingkat mikro, sehingga perlu diawali dengan solusi makro. Untuk itu perlu reformasi strategi dan kebijakan industrialisasi, dengan ketepatan pemilihan strategi yang bermanfaat bagi rakyat banyak, dan bukan dari segi kepentingan bisnis semata, yaitu mengubah strategi industrialisasi dari kombinasi broad based dan hi-tech industry kepada agroindustri yang berbasis pada system agribisnis domestik. Fokus pembangunan agribisnis dapat dilakukan dengan pengembangan agribisnis yang terintegrasi secara vertikal, melalui percepatan pembangunan koperasi agribisnis,yaitu percepatan pertumbuhan vertikal integratif (vertical integrative growth: forward integrative and backward integrative), baik secara individu maupun bentuk usaha patungan dengan usaha kecil menengah. Dengan demikian petani padi tidak hanya menguasai usaha tani padi, tapi secara tidak langsung juga menguasai industri pembenihan padi, pupuk, penggilingan padi dan perdagangan beras, petani kebun sawit akan menguasai industri CPO/ minyak goreng melalui koperasinya.
Jika syarat keharusan dalam bentuk reformasi strategi dan kebijakan makro telah dilakukan, maka penguatan ekonomi rakyat melalui pengembangan koperasi perlu beberapa syarat kecukupan (sufficient condition), yaitu: 1). Koperasi perlu mengembangkan kembali prinsip-prinsip atau jatidiri koperasi. Demokratisasi pembangunan koperasi merupakan strategi pertama pengembangan koperasi itu sendiri sekaligus sebagai strategi pemberdayaan usaha kecil, 2). Koperasi perlu ditampilkan lebih dari sekedar badan usaha, tetapi juga sebagai organisasi masyarakat yang diwujudkan dalam bentuk penguatan gerakan koperasi, 3) sebagai organisasi koperasi perlu dapat mengatasi berbagai kelemahan internal, yaitu sumber daya manusia, yang akan mempengaruhi kemampuan mengatasi berbagai masalah seperti pemasaran, teknologi, permodalan dll, 4) penerapan prinsip koperasi juga perlu dilakukan tidak hanya intra-koperasi tetapi juga antar koperasi. Oleh karena itu pengembangan jaringan usaha koperasi sebagai faktor penentu merebut nilai tambah yang tercipta pada setiap mata rantai kegiatan ekonomi rakyat, sekaligus menyeimbangkan struktur bisnis itu sendiri, 5) semua aspek bagi pengembangan koperasi berbasis anggota tersebut memerlukan suatu perjuangan yang tidak hanya sekedar manajerial, tetapi juga fundamental (Djohan & Krisnamurthi;2000).. Keberadaan organisasi koperasi untuk menjamin agar setiap pengambilan keputusan dan kebijakan pemerintah akan menguntungkan kepentingan pengusaha kecil, menengah dan koperasi.
IX. KESIMPULAN
Koperasi pertanian merupakan koperasi yang terbanyak di Indonesia, namun sumbangan terhadap pendapatan nasional adalah yang paling rendah. Dalam kenyataannya koperasi pertanian (Koperasi Unit Desa) justru dibentuk dari atas (Pemerintah/Pengusaha) dan tidak berpihak pada masyarakat. Koperasi pertanian kehilangan jati dirinya karena adanya dampak globalisasi yang terus berkelanjutan. Dalam kondisi yang demikian, perlu adanya kebijakan makro yang kondusif bagi pengembangan koperasi pertanian di Indonesia, adanya pemahaman yang utuh terhadap kondisi perkoperasian di Indonesia, perlu adanya langkah-langkah strategis memperbaiki kondisi internal koperasi, dan perlu adanya jaringan komunikasi serta kerja sama dengan pihak-pihak terkait.
Pengembangan koperasi pertanian merupakan langkah panjang yang membutuhkan proses penyadaran dan pembelajaran yang terus menerus. Dari semua usaha yang perlu dilakukan dalam mengembangkan koperasi berbasis pada anggota, kesadaran anggota dan masyarakat akan menjadi faktor paling menentukan. Oleh sebab itu pendidikan koperasi dalam kerangka pendidikan masyarakat tentang demokrasi, keterbukaan, kebersamaan dan penghormatan terhadap perbedaan merupakan fondasi yang menjadi prasyarat keberadaan koperasi.
DAFTAR PUSTAKA
Anon,1985, Pengetahuan Perkoperasian. Buku Pelajaran Koperasi Tingkat Lanjutan, Departemen Koperasi.
---------,1997, Koperasi Indonesia menghadapi Abad ke-21, Dekopin, Jakarta.
---------,1979, Azas-Azas Koperasi. Laporan Komisi. Terjemahan oleh M.A.S. Imam Choumain dan ED Damanik. Aksara Indonesia.
Djohan,D & Krisnamurthi,B;2000, Membangun Koperasi Pertanian Berbasis Anggota, LSP2I bekerja sama dengan INKOPDIT dan YAPPIKA, Jakarta.
Saragih,B; Tatuh,J;Fonollera, R; 1990; Technological Change In Indonesia Agriculture. Pasific Economic Papers, Australia-Japan Research Center, Canbera.
Tatuh, Jen, 1997. Menggalang Sinergi Agribisnis: Suatu Tinjauan Institusional.
Makalah disajikan dalam semiloka “Pembangunan Agroindustri” oleh PERHEPI Sulawesi Utara, 24-25 Pebruari 1997.
---------, 1995. “Pengembangan Institusi dan Kontribusi Teknologi Dalam Produksi Padi Supra Insus. Jurnal Ilmiah Euginia Vol. 1 No. 4 tahun XI, Oktober 1995, Fakultas Pertanian Unsrat.
---------,dkk,1996, Kaji-Tindak Pengembangan KUD-Mandiri di Sulawesi Utara. Kerja sama Kanwil Koperasi & PPK Sulut dengan Fakultas Pertanian Unsret, Manado.
Uguy, Wempie,1996. Inkubator Bisnis Dalam Pengembangan Agribisnis. Makalah pada Lokakarya “Inkubator Bisnis Dalam Pengembangan bisnis Di Minahasa“, Tondano, 7 Maret 1996.