Setapak rai numbei - Di tengah masyarakat yang menekankan dan menghidupi sistem patriarkat, kita kadang berhadapan dengan situasi perbedaan peran antara laki-laki dan perempuan. Laki-laki menjadi aktif utama yang bisa menjadi tolok ukur dalam sebuah relasi dan bahkan pengontrol dalam relasi itu sendiri.
Situasi ini pun merembet pada relasi antara suami dan istri. Suami mempunyai peran
dominan daripada istri. Atau juga, suami selalu menduduki peran tertentu
sementara istri juga hanya terbatas pada peran pada ruang lingkup tertentu.
Contohnya, suami mendapat peran untuk menerima dan
berbicara saat ada orang yang bertamu ke rumah. Sementara istri akan bermain
perannya di dan dari dapur. Dia bahkan menyiapkan minuman dan makanan untuk
dikonsumsi oleh sang suami dengan tamunya tanpa terlibat dengan mereka. Kadang
juga istri terlibat dengan mereka tetapi itu pun terjadi setelah dia sudah
melakukan pekerjaannya di dapur.
Peran seperti itu kadang menjadi biasa di tengah
masyarakat patriarkat. Jadi tidak heran saat mereka yang sudah terbiasa dengan
situasi ini, saat berhadapan dengan situasi yang berseberangan mereka akan
merasa shock dan kaget. Bahkan ada yang tidak menerima situasi seperti itu.
Misalnya, suami memainkan perannya laiknya peran
yang dimainkan oleh sang istri. Dia memasak di dapur, mencuci pakaian dan
mengasuh anak. Sementara sang istri juga ikut terlibat dalam peran yang
dimainkan oleh sang suami. Dia bekerja mencari uang dan pendapatannya melebihi
pendapatan suami.
Situasi seperti ini sudah terjadi pada masyarakat
sekarang ini. Situasi ini pun bukan soal pergeseran peran, tetapi hal ini
menunjukkan kalau suami dan istri bisa bekerja sama.
Kerja sama mereka itu terlihat saat mereka tidak
melihat peran yang dimainkan terbatas pada status dari satu orang. Sejauh
setiap individu bisa melakukannya, hal itu pun terbuka pada siapa saja.
Karenanya keseimbangan peran antara suami-istri
bukanlah sesuatu yang mustahil. Hal itu bisa terjadi asalkan setiap individu
terbuka menerima dan tidak melihatnya sebagai sebuah persaingan.
Suami ikut ambil bagian dalam peran dan dunia yang
biasa dilakukan oleh sang istri. Begitu pula, saat istri mengambil peran yang
biasa dimainkan oleh suami, suami mesti terbuka dengan perubahan peran
tersebut. Inilah wajah keseimbagan peran antara suami-istri.
Keseimbangan peran sangatlah penting dalam relasi
antara suami-istri. Keseimbangan peran ini bisa menjadi salah cara
menyingkirkan iklim superiortas satu pihak pada pihak lainnya. Keseimbagan ini
juga memungkinkan untuk membangun pemahaman pada kedua belah pihak.
Pada saat sang suami masuk ke ranah yang biasa
dimainkan oleh sang istri, dia bisa tahu dan menyadari seluk beluk dari peran
tersebut. Kalau dia sudah tahu dan menyadari situasi itu, dia bisa
menghilangkan pransangka salah.
Seperti misal, kadang kala suami merasa kalau
pekerjaan istri di bagian dapur merupakan bagian yang sangat gampang. Dia hanya
memberi anggaran tertentu untuk keperluan dapur tanpa melihat dan mengalami
kondisi yang terjadi.
Pada saat anggaran itu mengalami defisit, suami pun
berpikir yang tidak-tidak. Tetapi sebenarnya pembengkakan anggaran itu mungkin
terjadi karena harga bahan pokok yang kian naik.
Prasangka yang salah seperti ini bisa menimbulkan
cekcok. Kalau tidak ada solusi yang tepat, cekcok ini akan bermuara pada
situasi yang lebih rumit.
Sebaliknya saat suami terlibat dalam pekerjaan di
dapur, dia pun bisa tahu dan sadar dengan apa yang terjadi di dapur atau
situasi dari peran yang dimainkan oleh istri.
Begitu pula dengan pengalaman seorang istri yang
masuk dalam peran yang biasa dimainkan oleh suami. Dia bisa mengetahui kalau
suami kadang berhadapan dengan kesulitan yang mungkin tidak dipikirkan
sebelumnya.
Keseimbangan peran dari suami dan istri dalam relasi
berkeluarga sangatlah penting. Setiap individu mesti bekerja sama dan tidak
membatasi pada peran tertentu.
Pada saat individu berani masuk pada peran yang
dimaikan oleh pasangannya, dia bisa mendapatkan kesadaran dan pengetahuan baru.
Bisa saja kesadaran dan pengetahuan itu menjadi kontribusi di antara satu sama
lain.
Cinta dan
Konflik dalam Rumah Tangga
Di dalam KHI Bab I Pasal 1 pernikahan atau
perkawinan diartikan sebagai ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan
seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah
tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Setiap
orang menginginkan pernikahan yang abadi, pernikahan yang bahagia (sakinah,
mawaddah, warahmah) namun pada realitanya implementasi tersebut tidak selalu
sesuai dengan apa yang diharapkan, ketika mengarungi bahtera pernikahan pasti
mengalami percekcokan dalam rumah tangga hal tersebut untuk menguji sejauh mana
hubungan rumah tangga bisa bertahan.
Awal pertama menjalani pernikahan mungkin masih
terasa indah sebab segala sesuatunya masih baru, namun perlahan seiring
berjalannya waktu dari tahun ke tahun permasalahan menjadi semakin rumit entah
itu karena faktor ekonomi, KDRT, rasa bosan menjalani hubungan, tidak adanya
ketenangan, tidak ada komunikasi yang baik antara pihak pasangan atau bahkan
karena adanya kehadiran orang ketiga.
Pernikahan yang semacam ini, yang awalnya di iming-imingi dengan "aku cinta kamu", "tidak bisa hidup tanpa kamu" bisa menjadi bumerang manakala kita dan pasangan kita tidak bisa menyelesaikan konflik yang terjadi dalam hubungan pernikahan. Menjalin komunikasi yang baik kepada pasangan merupakan salah satu cara untuk menyelesaikan persoalan yang terjadi.
Membangun hubungan rumah tangga memang tidak mudah,
itulah kenapa sebabnya jika kita belum siap maka jangan terburu menikah,
kesiapan mental, psikis, materi dan lain sebagainya perlu kita persiapkan
dengan baik. Pernikahan bukan hanya tentang menjalani suatu hubungan untuk
beberapa waktu tapi ketika kita telah memutuskan dan memantapkan hati dalam
memilih pasangan hidup dan ingin menikah dengannya maka berarti kita telah siap
juga untuk menjalani apapun ke depannya bersama pasangan kita itulah yang
disebut dengan komitmen.
Cinta yang hebat adalah ketika kita mencintai orang
yang sama untuk selamanya, semua orang bisa mengatakan cinta tapi tidak semua
orang dapat memiliki hati yang hebat, cinta yang kuat dalam mencintai
pasangannya, waktu tidak akan membuat cinta itu berkurang tapi malah semakin
bertambah dan terus bertambah.