Disaksikan Penulis, Jumat, 03 September 2021
rangkaian acara adat sudah berlangsung hingga tradisi hatetu lulik ba Uma Mane Suku
Mamulak dimana semua anggota suku dari garis keturunan perempuan maupun laki-laki mulai berdatangan ke acara
adat ini.
Menjadi kewajiban, setiap suku rumah dari garis
keturunan perempuan maupun laki-laki serta adik kakak yang datang untuk
mendapatkan kaba (Pemberkatan menggunakan darah babi oleh Kepala Suku Mamulak).
Tahapan upacara adat ini diawali dengan penurunan pusaka leluhur (hasai lulik) dari rumah salah satu
anggota suku di kawasan rumah adat Suku Mamulak Kampung Numbei. Cuaca alam yang
ditandai dengan hujan tidak memudarkan
semangat semua anggota suku untuk terlibat secara aktif dalam kegiatan sakral
ini.
Tarian Likurai oleh ibu-ibu dari Suku Mamulak Numbei
mengiringi prosesi penghantaran pusaka leluhur untuk ditahtakan kembali di
dalam rumah adat Uma Mane Suku Mamulak Kampung Numbei.
Menurut Panitia peresmian rumah adat, Bapak Hilarius
Fahik kepada Penulis, puncak peresmian rumah adat Uma Mane Suku Mamulak ditandai
dengan penyelesaian atap rumah adat, serta peletakan benda pusaka milik para
leluhur ke dalam rumah adat Uma Mane Suku Mamulak.
Penulis sedang diberkati oleh Kepala Suku Mamulak, Bei Seran |
Suku Mamulak Numbei adalah salah satu suku terbesar dari
beberapa suku yang berada pada wilayah kekuasan Kerajaan Liurai Fatuaruin
(Builaran) di Kabupaten Malaka. Secara teritorial wilayah Suku Mamulak Kampung
Numbei masuk wilayah Desa Kateri, Kecamatan Malaka Tengah Kabupaten Malaka,
Provinsi Nusa Tenggara Timur.
Filosofi dan Konsep Ekologis Rumah Adat Suku Mamulak,
Kampung Numbei, Desa Kateri
Dari sisi filosofis bentuk bangunan ini menyerupai
bagian tubuh manusia. Atap diibaratkan sebagai kepala, tiang utama diidentikkan
dengan leher, kuda-kuda penopang bubungan diibaratkan sebagai kedua tangan,
dinding ibarat rusuk, serta tiang penyangga diibaratkan sebagai kaki.
Mengikuti filosofi tersebut, maka struktur atap
berbentuk kerucut dengan empat sisi dimana atap terbuat dari ilalang dan diikat
memakai ijuk. Tinggi atap bisa mencapai tujuh meter. Seluruh tiang dan lantai
serta dinding rumah adat terbuat dari kayu.
Konsep ekologis pada arsitektur vernakular suku Mamulak
di Kampung Numbei dapat diidentifikasi adalah sebagai berikut:
a.
Solution Grows
from Place
Aspek alam menjadi perhatian penting dalam setiap
pembangunan uma lulik di suku Mamulak,
Kampung Numbei. Penggunaan material lantai, dinding, atap, struktur, dan
konstruksi menggunakan material alam yang tersedia di sekitar kompleks Perkampungan
Numbei. Selain penggunaan material alam untuk elemen bangunan, bentuk bangunan uma lulik adalah persegi panjang. Bentuk
persegi panjang merupakan bentuk yang dapat meminimalisir perpindahan
kalor/panas (Pramitasari, 2011). Model atau tipe bangunan uma lulik adalah
bangunan tipe rumah panggung. Prinsip rumah panggung adalah solusi untuk
masalah kelembaban dan memanfaatkan kolong lantai sebagai pori-pori pertukaran
thermal dari dalam bangunan ke luar bangunan melalui lantai yang terbuat dari
papan kayu.
Tata ruang uma
lulik sesuai dengan jenis aktivitas, norma-norma suku, serta kebutuhan
lainnya. Pola ruang uma cenderung masih mengikuti pola rumah jaman leluhur
karena secara umum, norma sosial masyarakat suku Mamulak belum mengalami
perubahan, demikian pula pola budayanya sebagai solusi pembentuk pola ruang uma
lulik. Jenis material lantai sebagai pembentuk ruang menggunakan material alam
yaitu papan kayu.
b.
Ecological
Acounting Informs Design
Aspek kepercayaan berperan dalam menentukan waktu
pendirian uma lulik, dan hal-hal
tertentu terkait penggunaan material bangunan di kampung vernakular Numbei. Kepala
Suku Mamulak adalah orang yang berperan dalam menentukan hal-hal tersebut.
Tujuan konsultasi dan mendapat restu dari kepala suku menjadi prinsip dalam
membangun uma lulik agar selamat
sejahtera proses pembangunan hingga uma
dihuni. Selain itu tugas dari Kepala suku (Be
/ Katuas Fukun) dalam menentukan material uma merupakan bagian dari
keputusan membangun sehingga tidak mengganggu lingkungan. Penentuan material
yang dilarang, baik jumlah maupun jenis kayu dan lokasi pengambilan yang
dikeramatkan menjadi pertimbangan dari Kepala suku. Mata air adalah wilayah
yang disakralkan. Sesaji pada upacara sedakah bumi diletakkan di mata air oleh Kepala
Suku Mamulak. Masyarakat suku Mamulak di Kampung Numbei masih sangat menjaga
dan memegang teguh kepercayaan ini.
Jarak antar satu uma dengan uma lain memungkinkan
pergerakan udara dan masuknya cahaya matahari ke dalam uma. Sebagian besar
memanfaatkan halamannya untuk area hijau. Pohon-pohon besar tidak ditanam pada
halaman uma tapi ditanam pada sekeliling halaman luar kompleks Perkampungan
Numbei. Hal ini tidak terlalu mempengaruhi pergerakan udara dan penghawaan di
dalam ruangan karena karakter desain uma (rumah panggung, ditambah dinding uma berpori)
sudah cukup sejuk. Selain itu, posisi permukiman dikelilingi oleh hutan dan
lahan pertanian yang dapat mempengaruhi kenyamanan udara pada kompleks rumah adat Suku Mamulak Numbei.
c.
Design with
Nature
Pola perletakan uma berorientasi dari Utara –
Selatan dan pengaturan jarak antar uma memanfaatkan energi pencahayaan secara
optimal. Dampak buruk panas matahari yang terik diatasi dengan orientasi bukaan
yang umumnya berorientasi ke arah Utara – Selatan. Pengelolaan sumber daya
lokal sebagai bahan bangunan dan sumber-sumber energi bagi kegiatan sehari-hari
masyarakat.
Tanggapan arsitektur (rumah, fasilitas umum, lahan
pertanian, dan lain-lain) atas permasalahan lingkungan fisik (geografis, dan
iklim) misalnya dalam bentuk zonasi wilayah permukiman, hutan adat, dan lahan
garap (kebun); perletakan uma disesuaikan dengan kontur tanah; bahan bangunan uma
yang dirancanga oleh masyarakat suku Mamulak dirancang sesuai dengan kondisi
iklim (ringan, berongga, atap miring sebagai solusi masalah curah hujan dan
sinar matahari, rongga bagian dinding dan lantai untuk mengurangi kelembaban);
dan sebagainya.
Papan Kayu sebagai penutup dinding dan lantai, daun
gewang sebagai penutup atap adalah material lokal yang masih sangat banyak dan
potensil sampai kini. Secara ekologis, hal ini sangat sesuai dengan konsep
ekologis yang lebih mengutamakan penggunaan bahan bangunan lokal.
d.
Everyone is a
Designer
Partisipasi sosial merupakan social capital yang masih sangat kental dalam masyarakat suku Mamulak,
Numbei. Pada proses pendirian uma, partisipasi ini dilakukan dalam bentuk
pemberian material, pemikiran, maupun tenaga. Untuk uma lulik Suku Mamulak dikerjakan
oleh semua anggota Suku Mamulak dan masyarakat Kampung Numbei.
e.
Make Nature
Visible
Luasnya pelataran terbuka di antara uma dan tidak
tertutup oleh material perkerasan modern memungkinkan area kompleks rumah adat
Suku Mamulak menjadi area peresapan air yang baik. Pengendalian cahaya matahari
yang berlebihan diatasi dengan anyaman klenik
(sebagai penghalang matahari/sunscreen)
yang dibuat dari material lokal.
Uma didesain dengan mengoptimalkan kebutuhan sumber
daya material/bahan bangunannya, sehingga sumber daya/material bahan tidak akan
habis bagi generasi selanjutnya. Masyarakat suku Mamulak tidak melakukan
eksploitasi terhadap hutan untuk mendapatkan bahan material bangunan uma.
Mereka hanya mengambil secukupnya untuk memenuhi kebutuhan akan uma saat
dibangun sesuai arahan dan aturan Kepala Suku Mamulak.
Catatan Akhir
Ditinjau dari 5 prinsip konsep ekologis (Cowan,
1996) arsitektur di Kampung vernakular Numbei masih memenuhi ‘standar’ sebagai
arsitektur yang ekologis. Arsitektur masyarakat suku Mamulak di Kampung Numbei
masih mampu mewadahi kebutuhan manusia-masyarakat serta sesuai dengan kondisi
lokalitasnya. Desain arsitektur vernakular rumah adat suku Mamulak sangat
akomodatif atau sesuai dengan kondisi masyarakat yang taat pada aturan dan
norma adat lokal (Ecological Accounting
Informs Design), memiliki keterkaitan dengan lingkungan sebagai bagian dari
solusi desain (Solution Grows From Place),
memiliki pemahaman terhadap prosesproses alamiah baik iklim, topografi dan
sosial (Design with Nature), semakin
berupaya memperkecil dampak negatif terhadap lingkungan (Make Nature Visible), dan hubungan sosial masih sangat kental
sehingga gotongroyong dan kerja bakti dalam berbagai proses pembangunan uma katuas
merupakan modal sosial yang utama (Everyone
is a Designer).
Penerapan konsep dan prinsip ekologis pada
arsitektur vernakular masyarakat Suku Mamulak, Kampung Numbei ini juga didukung
oleh aspek kepercayaan budaya yang masih dipegang teguh. Masyarakat suku Mamulak
diberi pemahaman mengenai nilai-nilai positif (terutama terkait konsep
ekologis) tanpa disadari yang terkandung dalam budaya, kepercayaan, dan
aturan-aturan adat yang diwariskan sampai sekarang sehingga jika suatu saat
nanti terjadi perubahan status sosial, mereka tetap paham nilai-nilai ekologis
yang harus tetap dijaga dari lingkungan Rumah Adat Suku Mamulak.
DAFTAR PUSTAKA
Aqli, W. (2015).
Anatomi Bubungan Tinggi Sebagai Rumah Tradisional Utama Dalam Kelompok Rumah
Banjar. NALARs, 10(1), 71–82. https://doi.org/10.24853/nalars.10.1.
Cowan, S.
(1996). Ecological Design. USA:
Island Press.
Dwijendra, N. K. A. (2003). Perumahan dan Permukiman
Tradisional Bali. Permukiman “Natah.”
https://doi.org/10.5614/jrcp.2017.28.1.2
Frick, H.
(1998). Dasar-dasar Eko-Arsitektur.
Yogyakarta: Kanisius.