Tidakkah sang pagi dan malam menyadari, bahwa ada
kekosongan di mataku dan kamu. Sinarku perlahan menipis di saat rembulanku
merambat, akibat rindu yang tak bisa diingkari. Ya, matahari dan bulan,
tak mungkin bertautan. Selalu ada jarak antara kita, yang mencabik hati,
menyimpan rahasia terlarang tanpa jemu. Apalagi saat senjaku meretak-retak,
hendak membelai, menuntun rembulan ke pecahan hatiku yang berpendar bersama
sore.
Seumpama saja, sang waktu lengah dan mengabaikan
tugasnya, mungkin kita akan bertemu, saling berbagi nafas ke bagian terintim
tanpa perlu rundungan resah dari semesta. Namun, tentu saja melepas
menjadi satu-satunya pilihan, agar kita dapat bertahan untuk kembali setia: aku
pada pagi, dan kau malam. Sebab sebanyak apapun matahari mampu mencintai,
mencintai pagi satu-satunya jalan yang diizinkan langit. Aku hanya bisa mengeja
rasa rindu pada rembulan dalam 24 jengkal tiap hari yang kita bagi dua rata.
Meski ingin berlari untuk mengejar, tapi bulan
selalu tersenyum tenangkan panasku. Hanya bersua di tepian memang sakit, tapi
itu tidak akan jatuh terselip dari ingat. Betapa sedih, meski telah
berimajinasi ingin melumat nafsu dan menelanjangi segala bagian yang merekatkan
kita, tapi tidak mungkin. Tidak bisa. Atau lebih tepatnya, tidak diizinkan.
Bayangkan, hanya dalam jeda singkat di pukul 6 sore, kita saling tatap. Jika
beruntung, kita bisa saling kecup. Mungkin itu ya, bahagia yang sederhana.
Langit memang menghadang, tapi energi cinta yang tertutupi terang dan gelap tetap mengalir. Aku yakin, matahariku pasti lelah. Betapa aku memuja rembulan yang sanggup bersinar dalam hitam pekat, membuat aku terus merasa aman dan nyaman saat rindu ini belum berdamai. “Ia gembira berjalan beriringan dengannya, meski tak bisa bergandengan.” Sesakit-sakitnya, segamang-gamangnya, segila-gila rasa yang berkecamuk di hati, aku menyembunyikan semua lebam membiru dengan sinar merahku agar rembulan tak mengaduh dan merasa bersalah atas luka itu.
Biarkan aku titip cinta untuk rembulan dalam terang
yang kubagikan ini. Biarkan rembulan terus menciumku meski hanya sejenak di
pukul 6 sore (kecuali saat mendung merundung, dimana rindu akan semakin
bergemuruh). Aku harus kembali pada pagiku, dan kamu pada malam. Sakit
sayang, tapi gemuruh rindu rahasia ini terlarang. Ini dia rasanya, berusaha
membuka pelukan namun tiada yang pulang ke sana.