Brigjen TNI (Anumerta) Ignatius Slamet Riyadi (Pencetus Ide Terbentuknya Kopassus, Gugur Sebelum Pasukan Baret Merah Lahir)

Brigjen TNI (Anumerta) Ignatius Slamet Riyadi (Pencetus Ide Terbentuknya Kopassus, Gugur Sebelum Pasukan Baret Merah Lahir)




Setapak rai numbeiSlamet Riyadi lahir di Solo, Jawa Tengah, pada 26 Juli 1927 dengan nama Soekamto. Ayahnya, Raden Ngabehi Prawiropralebdo, adalah seorang abdi dalem sekaligus perwira di Kasunanan Surakarta Hadiningrat. Sementara sang ibunda, Soetati, membantu memenuhi kebutuhan sehari-hari dengan berjualan buah. Waktu kecil Soekamto jatuh sakit sehingga menurut tradisi jawa namanya harus diganti dan akhirnya dirubah menjadi Slamet. Sedangkan nama Riyadi diperolehnya dari sekolah untuk membedakan karena nama Slamet waktu itu cukup banyak.

Ketika Jepang akhirnya kalah oleh Sekutu dalam Perang Dunia II, Slamet Riyadi mengajak rekan-rekannya sesama pelaut untuk turut mengangkat senjata.


Salah satu gebrakan Slamet Riyadi dan rekan-rekannya pada masa ini adalah berhasil membawa kabur kapal milik Jepang, serta menggalang kekuatan dari para prajurit Indonesia yang sebelumnya tergabung dalam kesatuan militer bentukan Dai Nippon (National Geographic Indonesia, 23 September 2013).


Slamet Riyadi kemudian kembali ke Solo untuk membantu perjuangan rakyat di sana hingga akhirnya Indonesia merdeka tanggal 17 Agustus 1945. Setelah itu, ia sepenuhnya membaktikan diri untuk mempertahankan kemerdekaan RI karena Belanda yang ingin berkuasa lagi telah datang kembali.


Bergabung dengan angkatan perang RI, Slamet Riyadi langsung terlibat sentral dalam berbagai aksi perjuangan melawan Belanda, termasuk Agresi Militer Belanda I dan II yang masing-masing terjadi pada 1947 dan 1949.


Slamet Riyadi memimpin Serangan Umum Kota Solo selama 4 hari dari tanggal 7 hingga 11 Agustus 1949. Serbuan frontal ini mengakibatkan 7 tentara Belanda tewas dan 3 orang lainnya menjadi tawanan (Sewan Susanto, Perjuangan Tentara Pelajar dalam Kemerdekaan Indonesia, 1985:86).


Keberhasilan ini membuat Slamet Riyadi semakin dilibatkan dalam misi-misi berikutnya yang tak kalah penting. Usai Serangan Umum Kota Solo yang sukses besar tersebut, Slamet Riyadi dibaptis di Gereja Santo Antonius Purbayan, Solo. Namanya lengkapnya kemudian berubah menjadi Ignatius Slamet Riyadi.


Slamet Riyadi selalu terlibat dalam operasi-operasi militer penting angkatan bersenjata RI selanjutnya. Ia terlibat dalam usaha menghentikan Angkatan Perang Ratu Adil (APRA) juga gerakan Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII) di Jawa Barat, lalu menghadapi pasukan Andi Aziz di Makassar, hingga dikirim ke Ambon kontra Republik Maluku Selatan (RMS).


Pada suatu kali saat menjalankan tugas, Slamet Riyadi pernah menyatakan cita-citanya kepada sahabat sekaligus rekan kerjanya, Kolonel A.E. Kawilarang.


“Kalau operasi ini selesai, saya ingin membentuk pasukan khusus yang setangguh pasukan baret hijau Belanda seperti yang kita hadapi saat ini," ucap Slamet Riyadi kala itu.


Keinginan itu tak kuasa diwujudkan. Namun, cita-cita Slamet Riyadi ditunaikan A.E. Kawilarang dengan membentuk Kesatuan Komando (Kesko), lalu berturut-turut berganti nama Korp Komando Angkatan Darat (KKAD), Resimen Para Komando Angkatan Darat (RPKAD), Komando Pasukan Sandi Yudha (Kopasandha), hingga menjadi Komando Pasukan Khusus (Kopassus).


Slamet Riyadi meninggal dunia terlalu dini. Pada 4 November 1950, perutnya terkena berondongan peluru di depan gerbang Benteng Victoria di Kota Ambon. Usai tertembak, Slamet Riyadi langsung diamankan untuk segera mendapatkan pertolongan medis.


Meskipun perutnya terluka parah, ia terus memberikan instruksi agar disampaikan kepada pasukannya yang masih bertempur di Ambon. Di rumah sakit darurat di atas kapal di perairan Tulehu, Maluku Tengah, dokter dan tenaga medis lainnya berusaha sekuat tenaga untuk menyelamatkan nyawa Slamet Riyadi. Di hari yang sama, pukul 11 malam, Slamet Riyadi menghembuskan nafas terakhirnya.


Saat pasukan akan ditarik kembali ke Jawa, rakyat Ambon meminta agar Slamet Riyadi tetap dimakamkan di Ambon sebagai Pahlawan.


Itulah sebabnya hanya tanah kuburnya saja yang dibawa ke Solo untuk dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kusuma Bhakti, Solo.

 



Suara Numbei

Setapak Rai Numbei adalah sebuah situs online yang berisi berita, artikel dan opini. Menciptakan perusahaan media massa yang profesional dan terpercaya untuk membangun masyarakat yang lebih cerdas dan bijaksana dalam memahami dan menyikapi segala bentuk informasi dan perkembangan teknologi.

Posting Komentar

Silahkan berkomentar hindari isu SARA

Lebih baru Lebih lama