Walau demikian, label artis yang telah disandangnya
masih melekat. Saat ini ia kerap diminta bersaksi di berbagai denominasi
gereja. Bahkan baru-baru ini ia mengikuti suatu perjalanan ziarah ke Yerusalem.
Istilah cinta buta mungkin dialami oleh wanita berdarah Manado ini. Kisah
cintanya dengan pria yang tidak seiman berakhir di pelaminan, sekalipun sempat
ditentang oleh pihak keluarga.
Nekad, ia pun menikah dengan Jamal Mirdad, seorang
penyanyi. Hari-hari yang dilaluinya setelah pernikahan terasa begitu indah.
Sebagai umat Kristus, seharusnya ia pergi ke gereja di hari Minggu. Tapi Lydia
tidak. Bersama suami tercinta, ia lebih memilih untuk pergi jalan-jalan,
nonton, atau shopping dan sebagainya, “Makin lama rasanya kok makin jauh dari
Tuhan,” ungkapnya.
Namun, pikiran seperti itu tidak cukup membuatnya
berbalik pada Tuhan. Ia seolah menikmati semua itu. Sampai saat anak keduanya
mengalami sakit ‘aneh’. “Syaraf kiri anak saya abnormal,” tuturnya. Ia langsung
membawanya ke rumah sakit dengan keyakinan setelah ditangani dokter pasti
anaknya sembuh. Yang terjadi justru sebaliknya. Makin lama kondisi anaknya
semakin parah. “Seperti obat-obat yang diberi dokter tidak mempan terhadap
penyakitnya. Anak saya seperti mau mati. Matanya tidak mau terbuka,” kisahnya.
Akhirnya diputuskan untuk membawa anaknya pulang ke rumah.
“Saya
menangis dan menangis sambil membaringkan anak saya di tempat tidur. Saya
merenung dan larut dalam kebisuan. Seketika saya teringat akan dosa-dosa saya
dulu. Saya tidak setia kepada Tuhan. Padahal Tuhan sudah begitu baik pada
saya,” akunya. Seketika itu juga, ia berdoa sambil bercucuran air mata. Minta
ampun atas segala dosa dan ketidaksetiaannya. Ia betul-betul merasa telah
mendukakan hati Tuhan.
“Luar biasa ternyata,” ungkapnya. Sesaat ia katakan
amin, hati dan batinnya terasa lega sekali. “Plong rasanya. Saya yakin darah
Yesus telah menghapus dosa-dosa saya,” tuturnya sumringan.
Lalu ia melihat anaknya yang masih terbaring dalam
keadaan yang memprihatinkan. Air matanya jatuh lagi. Ia duduk di sisi tempat
tidur sambil mengelus-elus kepala anaknya. Batinnya berkata, “Tuhan, aku tahu
Engkau telah menghapuskan dosaku. Saat ini juga ya Bapa, jikalau Engkau
mengasihi aku, tolong sembuhkan anakku. Aku percaya sepenuh jiwa, Engkau
sanggup melakukan semua itu. Sebab segala perkara dapat kutanggung di dalam
Engkau.”
Usai berdoa, ia memuji-muji Tuhan dengan kidung
pujian yang tiada putus-putusnya. “Saya berjanji bahwa saya tidak akan pernah
berhenti memuji Tuhan sampai Tuhan sembuhkan anak saya,” paparnya. Ternyata
ajaib, satu jam berselang, mata anaknya perlahan mulai terbuka. “Perlahan, tapi
pasti mata anak saya terbuka. Lalu ia bangun dari tempat tidur. Ajaibnya, di
wajahnya tidak ada gambaran kesakitan. Padahal ia baru saja mengalami suatu
penyakit yang luar biasa berat untuk anak seusianya. yang terlukis di wajahnya
adalah sukacita. Sungguh ini suatu mujizat. Saya langsung memeluk anak saya
sambil berkata: “Terima kasih Tuhan,” urainya. Sejenak diajaknya anaknya berdoa
bersama. Mengucap syukur atas kesembuhan yang hanya datang dari Allah. “Tuhan
sudah mendengar doa saya,” ujarnya saat itu. Sejak kejadian itu, ia berjanji
akan setia melayani Tuhan.
“Saya ingin menceritakan kepada semua orang, bahwa
Tuhan itu sungguh baik adanya,” tukasnya. Ternyata badai itu belum berlalu.
Sang suami belum merestui kemauannya untuk kembali ke gereja. Apalagi harus
membawa anak-anaknya.
“Terpaksa dulu saya berbohong. Membawa anak-anak
dengan alasan nonton, renang, jalan-jalan, dan macam-macam. Padahal sebelum
atau sesudah kegiatan itu kami ke gereja. Habis kalau tidak begitu, mana bisa
saya ke gereja,” kilahnya.
“Terus terang saya tersiksa dengan keadaan seperti
itu,” akunya. Tapi ia sudah punya komitmen, bahwa ia tidak akan menjual Tuhan
Yesus karena apa pun juga. Lama-kelamaan Jamal mulai berubah. Ia semakin
menghargai saya. Ia pernah mengatakan tidak melarang saya atau anak-anak ke
gereja. “Sukacita sekali saat saya mendengar itu,” cetusnya.