Perempuan dan Keperawanan

Perempuan dan Keperawanan


Setapak Rai Numbei (Dalan Inuk Numbei)Perkara perawan ataupun tidaknya seorang perempuan, seharusnya tak membuat nilai perempuan tersebut kurang apa lagi sampai hilang, entah di mata sesama perempuan ataupun di mata laki-laki.

Dengan perawan atau tanpa perawan sekalipun, perempuan tetaplah perempuan, nilainya tak akan berkurang. Mereka pantas-pantas saja mendapat dan memberi cinta, oleh siapa dan kepada siapapun yang mencintai dan mereka cintai.

Seharusnya, ketika seseorang memilih mencintai, ia harus mencintai tanpa tapi. Ia juga harus mencintai tanpa karena. Kata orang, mencintai itu tak butuh alasan ... entah itu benar atau salah, tergantung masing-masing orang yang menjalaninya.



Ini bukan perkara bela dan membenarkan peristiwa-peristiwa hubungan yang dilakukan di luar janji suci pernikahan. Ia ... memang benar dalam konsep ini, mereka berbuat salah. Mempercayakan kesucian pada orang yang tak bisa diajak menua bersama.

Namun, lebih dari pada itu, kesalahan orang di masa lalu, tak bisa dijadikan senjata untuk menjatuhkannya di masa sekarang. Dari ketidakperawan seorang perempuan, ada laki-laki yang harus ikut bertanggung jawab. Mengapa harus perempuan itu seorang diri menanggung malu? Lalu di mana laki-laki yang berjanji akan bertanggung jawab dan setia sampai mati? Apakah dia sudah mati duluan?

Ah, sebenarnya tulisan ini dibuat bukan untuk membela atau menyalahkan siapa-siapa, tapi agar kita bisa berfikir sama-sama, dan mengubah setiap pola pikir yang salah tentang ketidakperawannya seorang perempuan yang marak di masyarakat.

Sering terjadi dengan ketidakperawannya seorang perempuan, mereka selalu mendapat perlakuan yang tak sepantasnya mereka dapatkan. Perkara perawan dan tidak, suci dan bukannya seseorang, itu bukan kewajiban antar sesama manusia untuk saling memberi lebel. Itu urusan pribadinya dengan Tuhan.

Jika Tuhan yang adalah hakim di atas segala hakim, dan hukum di atas segala hukum kebenaran, memberi pengampunan tanpa tapi pada manusia, tak peduli sebesar apa pun dosa yang pernah mereka lakukan, lalu apa istimewanya kita, sesama manusia malah saling menghakimi? Kita sama-sama pendosa, hanya cara kita melakukan dosa yang berbeda, jadi, jangan menjadi hakim untuk orang lain, kalau belum bisa bertanggung jawab dengan diri sendiri.


Thomas Tari

Lasiana, 01 April 2022.





Suara Numbei

Setapak Rai Numbei adalah sebuah situs online yang berisi berita, artikel dan opini. Menciptakan perusahaan media massa yang profesional dan terpercaya untuk membangun masyarakat yang lebih cerdas dan bijaksana dalam memahami dan menyikapi segala bentuk informasi dan perkembangan teknologi.

Posting Komentar

Silahkan berkomentar hindari isu SARA

Lebih baru Lebih lama