Komisioner Komnas HAM RI Beka Ulung Hapsara. [Suara.com/Ria Rizki] |
Dari jumlah tersebut,
paling banyak terkait kasus konflik agraria dan kekerasan atau penyiksaan yang
dilakukan aparat pengegak hukum.
Komisioner Komnas
HAM Beka Ulung
Hapsara mengemukakan, berdasarkan data tersebut, tidak menutup
kemungkinan angkanya melebihi informasi yang diterima karena banyak yang tak
dilaporkan.
"Tidak tertutup kemungkinan hal tersebut menunjukkan fenomena gunung es di mana sebenarnya
permasalahan yang ada di lapangan lebih banyak daripada yang diadukan kepada
Komnas HAM," kata Beka dalam keterangan tertulisnya, Senin
(23/4/2022).
Dari 52 kasus yang
diadukan, 13 kasus aduan berasal dari Kupang yang merupakan ibu kota provinsi
tersebut.
Selain itu, beberapa
lainnya berasal dari sejumlah kabupaten di NTT. Seperti Kabupaten Belu 2 aduan,
Kabupaten Timor Tengah Utara 2 aduan, Kabupaten Timor Tengah Selatan 5 aduan,
dan Kabupaten Kupang 2 aduan.
"Tipologi kasus
yang banyak diadukan berupa konflik agraria dan kekerasan/penyiksaan oleh
aparat penegak hukum," ungkapnya.
Lantaran banyak aduan
dugaan pelanggaran HAM,
Komnas HAM membuka jejaring pos pengaduan hak asasi manusia (HAM) di
NTT.
"Upaya ini menjadi
kesempatan masyarakat menyampaikan persoalan-persoalan HAM sekaligus aspirasi
membuka kantor perwakilan Komnas HAM RI di wilayah Nusa Tenggara Timur. Harapan
ini agar akses masyarakat terhadap layanan publik Komnas HAM RI lebih
terbuka," katanya. *** suara.com