Australia Berlebihan Perlakukan Nelayan Tradisional Laut Timor NTT, Perahu Ditenggelamkan dan Denda 20.000 Dollar

Australia Berlebihan Perlakukan Nelayan Tradisional Laut Timor NTT, Perahu Ditenggelamkan dan Denda 20.000 Dollar

Pemegang mandat Hak Ulayat Masyarakat Adat NTT Timor-Rote-Sabu-Alor, Ferdi Tanoni (kanan) saat foto bersama Kapolda NTT, Irjen Pol Jhoni Asadoma 



Setapak Rai Numbei (Dalan Inuk)Pemegang mandat Hak Ulayat Masyarakat Adat NTT Timor-Rote-Sabu-Alor, Ferdi Tanoni menyebut perlakuan Australia ke nelayan Indonesia sudah berlebihan menanggapi penangkapan dan penahanan delapan  orang nelayan tradisional asal Rote Ndao di wilayah Pulau Pasi, oleh Pemerintah Federal Australia. 

"Perlakuan Australia terhadap nelayan tradisional Laut Timor sudah berlebihan," katanya, Kamis 1 Desember 2022. 

Ferdi yang juga Ketua Yayasan Peduli Timor Barat menyebut penangkapan dan penahanan, perauh nelayan tradisional itu juga ditenggelamkan disekitar gugusan Pulau Pasir. Tindakan Pemerintah Australia, sebut Ferdi, juga menuntut para nelayan membayar  20.000 dolar Australia karena kedapatan melanggar sekitar 5 mil batas laut.

Ia bahkan mendorong Pemerintah Provinsi NTT agar menggugat Australia di Pengadilan Commonwealth  Canberra. Ferdi Tanoni menduga Australia sengaja menggiring perahu para nelayan ke dalam wilah ZEE Australia lalu melakukan penangkapan.

"Mungkinkah Pemerintah Australia ini bersahabat dengan Indonesia atau ingin mencari gara-gara untuk menguasai Gugusan Pulau Pasir," kata Ferdi bertanya. 

Dalam keterangannya, Ferdi juga memberikan pernyataan keras terhadap sikap sepihak Australia. 

"Gugusan Pulau Pasir adalah milik kami Masyarakat Adat Laut Timor karena kami memiliki `Eigendom` tahun 1927 atas nama orang Indonesia dengan surat ukur resmi dari Pementihan Hindia Belanda seluas kurang lebih 15.500 hektara," jelas Ferdi. 

Selain itu, pihaknya juga menolak segala  bentuk Memorandum of Understanding (MoU) antara Pemerintah Indonesia dan Australia di Laut Timor, khususnya di Gugusan Pulau Pasir.

Ia menjelaskan, MoU tidak berlaku secara hukum internasional dan hanya merupakan perjanjian Australia dan Indonesia.

"Dan ketiga, kami mendesak Kementerian Kelautan dan Perikanan RI dan Kementerian Luar Negeri RI untuk segera mungkin mengundang Pemerintah Australia dan pemegang mandat Hak Ulayat Masyarakat Adat Laut Timor ini untuk melakukan perundingan secara bersama dalam penyelesaian Gugusan Pulau Pasir," ujarnya. 

Berkenan dengan pernyataan, sebut Ferdi menegaskan Pemerintah Australia  segera menghentikan berbagai kegiatan di gugusan Pulau Pasir dan tidak lagi menangkap nelayan tradisional. 

Ia berpandangan penetapan sebuah batas perairan RI-Australia-Timor Timur di Laut Timor yang baru harus menggunakan prinsip-prinsip Hukum Inernasional UNCLOS 1982.

"Suka atau tidak suka kita harus lakukan ini. Pemerintah Indonesia harus segera nyatakan seluruh MoU dan Perjanjian dan lain sebagainya di Laut Timor, batal demi hukum. Dan merundingkan kembali seluruh batas perairan di Laut Timor secara trilateral bersama Timor Timur," ujarnya lagi. * flores.tribunnews.com




.

 

Suara Numbei

Setapak Rai Numbei adalah sebuah situs online yang berisi berita, artikel dan opini. Menciptakan perusahaan media massa yang profesional dan terpercaya untuk membangun masyarakat yang lebih cerdas dan bijaksana dalam memahami dan menyikapi segala bentuk informasi dan perkembangan teknologi.

Posting Komentar

Silahkan berkomentar hindari isu SARA

Lebih baru Lebih lama