Menguatnya arus westernisasi telah menggerus rasa nasionalisme masyarakat Indonesia. Maka dari itu, kita mesti berusaha untuk meningkatkan rasa nasionalisme sebagai warga negara Indonesia.
Setapak Rai Numbei (Dalan Inuk) - Globalisasi telah memberikan kita kesempatan untuk mempelajari cara berpikir dan kebudayaan bangsa lain. Sebagai mana yang disampaikan Jovansyah Ali di dalam tulisannya, era globalisasi ini telah memberikan kita ruang untuk mengetahui serta mengenai budaya dari negara lain.
Namun, pemahaman kita
terhadap budaya asing atau budaya negara lain ini tidak hanya sampai pada ‘oh,
budaya dari negara A seperti ini’ ‘oh, budaya dari negara B seperti ini,’
melainkan, kita menerapkan budaya yang kita pelajari di dalam kehidupan
sehari-hari. Pada pembahasan ini, saya akan mengangkat mengenai bagaimana
budaya asing yang kita pelajari dan pahami ini telah mengikis rasa nasionalisme
kita, serta bagaimana kita seharusnya mempertahankan rasa nasionalisme di
tengah-tengah tingginya arus budaya asing yang masuk ke Indonesia.
Secara umum, globalisasi
dapat dianggap sebagai sebuah proses integrasi dan interaksi bertahap di antara
entitas, individu, dan negara yang berbeda di seluruh dunia. Globalisasi
sendiri terjadi dengan semakin cepat dalam dua dekade terakhir karena kemajuan
teknologi di bidang komunikasi serta transportasi.
Sementara globalisasi
budaya dapat dipahami sebagai sebuah penyebaran gagasan, makna, dan nilai ke
seluruh dunia dengan cara tertentu untuk memperluas dan mempererat hubungan
sosial, di mana proses terjadinya ditandai oleh konsumsi budaya bersama yang
dibantu oleh internet, media budaya masyarakat, dan perjalanan luar negeri.
Globalisasi budaya
merupakan fenomena yang tengah terjadi di Indonesia saat ini. Dengan
berkembangnya teknologi informasi, kita dapat mempelajari budaya dari negara
lain. Globalisasi budaya ini telah membuat kita mengkonsumsi budaya dari negara
lain, dan tanpa kita sadari telah membuat kita secara perlahan meninggalkan
budaya kita sendiri.
Contoh globalisasi
budaya yang terjadi di Indonesia adalah westernisasi di kalangan masyarakat,
terutama kalangan anak muda. Westernisasi sendiri berisikan nilai-nilai
kebudayaan Barat yang cenderung lebih bebas dan sangat bertentangan dengan
budaya Indonesia dan nilai-nilai budaya Timur yang dianut oleh Indonesia.
Contoh dari
westernisasi ini adalah peniruan gaya pakaian orang barat yang tidak sesuai di
Indonesia, namun semakin ke sini, semakin banyak yang menggunakannya. Gaya
berpakaian yang tidak sesuai ini seperti menggunakan pakaian-pakaian minim.
Selain itu juga, sikap
individualis yang semakin terasa belakangan ini juga merupakan contoh nyata
dari dampak westernisasi di kalangan masyarakat Indonesia. Banyak masyarakat
yang mengikuti sikap individualis masyarakat barat, yang mengakibatkan rasa kekeluargaan
yang semakin berkurang.
Westernisasi ini juga
telah menciptakan budaya hedonisme, terutama di kalangan anak muda. Saat ini,
semakin banyak anak muda yang sulit untuk mengatur keuangannya. Hal ini
disebabkan oleh sikap hedonis yang telah tertanam dalam diri seseorang. Sikap
hedonis ini pada akhirnya akan membuat kita memandang tujuan hidup hanya
berputar kepada kesenangan dan kenikmatan semata sehingga kita akan mengejar
apa yang membuat kita merasa senang dan nikmat, meskipun itu hanya berlangsung dalam
waktu yang singkat.
Hedonisme ini juga
telah membuat kita membeli barang-barang yang sebenarnya tidak kita perlukan.
Atau ,bahkan hingga mengganti gawai kita di setiap peluncuran gawai dengan seri
terbaru, padahal kita belum membutuhkannya. Kita bisa melihat bagaimana di
sekeliling kita saat ini banyak yang tinggal bersama pasangannya meskipun
mereka tidak berada di dalam sebuah hubungan pernikahan yang sah. Bahkan,
tinggal dengan pasangan sudah dianggap sebagai sebuah hal yang wajar dan lumrah
untuk dilakukan.
Selain itu juga, banyak
yang dengan bangganya membagikan pengalaman mereka berhubungan intim dengan
pasangannya dari ketika mereka belum menikah, hingga kurangnya rasa sopan
santun dengan orang tua sehingga memperlakukan orang tua layaknya teman dan
tidak menghormati orang tua sebagaimana mestinya.
Banyak yang mengenakan
pakaian-pakaian terbuka yang tidak pada tempatnya, laki-laki yang menggunakan
anting mengikuti orang barat sana, penggunaan bahasa asing di dalam kehidupan
sehari-hari daripada menggunakan Bahasa Indonesia. Kemudian juga memakan
makanan cepat saji, bahkan lebih suka mendengarkan lagu atau film-film dari
barat dibandingkan mendengarkan lagu-lagu atau menonton film buatan orang
Indonesia (bisa dilihat dari film barat akan cenderung lebih diminati jika
dibandingkan dengan film-film buatan Indonesia). Hal ini juga berlaku dengan
lagu-lagu barat yang dianggap lebih keren untuk didengar dan dinyanyikan, jika
dibandingkan dengan lagu-lagu khas Indonesia.
Kita bisa melihat dari
bagaimana antusiasme masyarakat Indonesia terhadap film barat yang akan tayang
di bioskop tanah air. Betapa banyak orang yang berbondong-bondong untuk
menonton. Hal ini sangat berbeda jauh ketika film Indonesia tayang. Hanya
segelintir film Indonesia yang merasakan euforia yang sama seperti ketika film
barat rilis di bioskop Indonesia.
Lagu-lagu khas
Indonesia, seperti lagu dangdut sendiri dianggap norak dan ketinggalan zaman,
sementara lagu barat yang memiliki nada yang membingungkan justru dianggap
keren dan trendi. Westernisasi telah benar-benar mengonstruksi ulang pemikiran
kita terkait dengan budaya barat yang sangat keren sementara budaya Indonesia
membosankan dan ketinggalan zaman.
Tak jarang bahwa
masyarakat terutama kalangan muda Indonesia memutuskan untuk membeli barang
yang berasal dari barat dibandingkan barang-barang yang diproduksi secara
lokal. Hal ini disebabkan karena rasa percaya yang tinggi terkait dengan produk
barat yang memiliki kualitas jauh lebih baik daripada produk Indonesia. Bahkan,
jika kita disuruh memilih tas dengan merek-merek terkenal dari barat atau tas
buatan Indonesia, kita kemungkinan besar akan memilih tas bermerek dari barat
daripada tas buatan Indonesia.
Hal ini selain karena
rasa gengsi yang menguasai, kita juga mempercayai bahwa tas buatan luar jauh
lebih bagus jika dibandingkan dengan buatan lokal. Padahal, produk lokal tidak
kalah bagusnya dengan kualitas yang patut diacungi jempol, serta dapat membantu
UMKM serta perekonomian negara kita sendiri.
Masih banyak bentuk
westernisasi lain yang terjadi di kalangan masyarakat kita, terutama di
kalangan anak muda yang sangat mengiblatkan kehidupan serta pola pikirnya
kepada negara-negara barat yang sudah jelas menganut nilai kehidupan yang
berbeda dengan yang dianut oleh masyarakat Indonesia secara umum. Tanpa kita
sadari, perilaku yang dihasilkan dari westernisasi ini telah mengikis rasa
nasionalisme kita sedikit demi sedikit. Pada akhirnya, masyarakat akan meniru
gaya hidup orang barat dengan secara berlebihan dan tidak lagi menerapkan
nilai-nilai budaya Indonesia di dalam kehidupannya. Hal ini tentu saja
berbahaya, karena bisa menghilangkan rasa nasionalisme seseorang terhadap
budaya negaranya.
Westernisasi, secara
perlahan namun pasti, telah mengubah cara pandang dan cara menjalani hidup,
terutama di kalangan anak muda. Saat ini, generasi muda menerapkan cara
menjalani hidup yang bebas, dengan melakukan apa pun yang mereka inginkan. Kita
sudah terlalu jauh mengikuti budaya barat tanpa melakukan penyaringan lagi.
Kita melihat budaya barat dengan terlalu tinggi, dan menganggap bahwa budaya
Indonesia tidak modern dan keren seperti budaya barat dengan segenap
kebebasannya.
Di masa depan, jika
westernisasi ini semakin berkembang di kalangan masyarakat Indonesia, terutama
di kalangan generasi muda, maka budaya Indonesia dan nilai-nilai Timurnya akan
tergantikan oleh nilai-nilai budaya barat yang dihasilkan oleh westernisasi
ini. Hanya akan ada segelintir anak muda di Indonesia yang menerapkan
nilai-nilai budaya Indonesia yang sesungguhnya, dan ini merupakan sebuah
ancaman.
Maka dari itu, kita
harus mulai berlatih untuk menahan diri agar tidak berkiblat kepada budaya
barat, yang mana budaya barat bukanlah budaya yang kita kenal dan cukup
bertolak belakang dengan budaya Indonesia. Kita boleh mempelajarinya, namun
tidak sampai mengimplementasikan seluruh budaya barat yang kita pelajari dan
terseret arus globalisasi.
Budaya barat boleh
diikuti, namun, alangkah baiknya untuk mengikuti yang memberikan dampak positif
saja, dan menyaring yang sekiranya tidak cocok serta membawa dampak buruk bagi
kehidupan. Kita seharusnya tidak mengagungkan budaya barat hanya karena budaya
ini berasal dari negara-negara maju. Pada akhirnya, kita harus menyadari kita
hidup di Indonesia, di negara yang sangat kental dengan kesopanan,
kekeluargaan, serta nilai-nilai dari budaya Timurnya.
Globalisasi ini telah
menghadirkan sebuah tantangan untuk kita di dalam tetap mencintai dan
mempertahankan rasa nasionalisme terhadap negara kita. Semakin kuat arus
globalisasi, maka semakin kuat juga usaha kita untuk mempertahankan rasa
nasionalisme kita. Mempertahankan rasa nasionalisme ini bisa dimulai dari
hal-hal yang sederhana, seperti tidak memakai pakaian-pakaian mini dan
menggunakan pakaian yang sopan, tidak menjadi individualis di kalangan
masyarakat, melainkan perhatian dan peduli kepada sesama, memiliki rasa simpati
dan empati yang tinggi kepada keluarga, tetangga, dan masyarakat di sekeliling
kita.
Mempertahankan rasa
nasionalisme ini juga tidak hanya dapat dilakukan dengan melakukan tapak tilas
sejarah Indonesia atau mempelajari Pendidikan Kewarganegaraan secara mendalam
saja. Melainkan juga dapat dilakukan dengan meningkatkan rasa apresiasi dengan
karya-karya yang dibuat oleh orang Indonesia, serta berusaha untuk memilih
menikmati karya Indonesia terlebih dahulu, baru menikmati karya dari barat.
Memilih produk-produk
buatan Indonesia daripada juga merupakan salah satu bentuk nasionalisme yang
dapat dilakukan di tengah-tengah gempuran globalisasi budaya seperti sekarang
ini. Menghargai dan mengetahui bahwa nilai-nilai budaya Indonesia, termasuk
produk yang dihasilkan di Indonesia adalah hal yang berharga merupakan salah
satu cara untuk mempertahankan budaya Indonesia di tengah arus globalisasi yang
sangat kuat ini.
Jika bukan kita yang
menghargai dan mengapresiasi budaya Indonesia ini, lalu siapa lagi yang akan
melakukannya?