Tentu saja ungkapan ini
tidak akan menyesatkan siapapun karena semua orang tahu bahwa Socrates adalah
seorang bijak. Lebih tepatnya, dia seorang filsuf. Dia yang mencintai
kebijaksanaan”.
Apa yang dimaksud
Socrates dengan mengatakan, “yang saya tahu hanyalah bahwa saya tidak tahu
apa-apa”? Dan mengapa ungkapan ini begitu penting? Pada artikel ini, kita akan
melihat kehidupan dan pekerjaan Socrates dan mengeksplorasi apa yang
menjadikannya salah satu pemikir terpenting sepanjang masa.
Siapakah Socrates, Penulis “Yang Saya Tahu Adalah
Bahwa Saya Tidak Tahu Apa-Apa”
Socrates adalah adalah
salah satu filsuf terbesar zaman klasik. Murid-muridnya adalah Plato,
Alcibiades, Xenophon, dan Euclid. Ajaran Socrates menandai tahap baru dalam
perkembangan filsafat klasik, yang mengalihkan fokusnya dari alam dan dunia ke
manusia dan nilai-nilai spiritual.
Filsuf itu nantinya
akan menjalankan peran publiknya dengan semangat tetapi tanpa fanatisme. Dia
kemudian membayar kepercayaan, kejujuran, dan ketabahannya dengan nyawanya.
Pemikir dan filsuf
besar Socrates lahir pada 470-469 SM di Athena, Yunani. Ia berasal dari
keluarga pengrajin, dengan ayahnya seorang pematung dan ibunya bekerja sebagai
bidan. Socrates memiliki kakak laki-laki yang mewarisi sebagian besar kekayaan
orang tua mereka.
Socrates hidup sebagai
orang miskin. Namun, ketika dia pergi berperang di Sparta sebagai prajurit
bersenjata lengkap yang mengenakan seragam mahal, dia menunjukkan bahwa ayahnya
adalah seorang warga negara yang kaya. Socrates menunjukkan keberanian di medan
perang tiga kali, terutama ketika dia menyelamatkan komandannya Alcibiades dari
kematian.
Socrates belajar dengan
Damon dan Conon, Zeno, Anaxagoras, dan Archelaus di masa mudanya. Mereka
belajar dari pemikir hebat lainnya pada masa itu. Dia tidak meninggalkan
catatan tertulis tentang kebijaksanaan atau filsafatnya. Apa yang kita ketahui
tentangnya hari ini hanya berasal dari memoar para siswa, orang sezaman, dan
pengikut seperti Plato dan Aristoteles.
Ajaran dan Pandangan Filsafat Socrates
Socrates tidak pernah
menuliskan pemikirannya, karena dia percaya bahwa kata-kata kehilangan maknanya
dan membunuh ingatan ketika ditulis. Dia lebih suka mencari kebenaran melalui
dialog.
Filsafat Socrates
didasarkan pada konsep etika, kebaikan, dan kebajikan. Menurut Socrates,
pengetahuan, keberanian, dan kejujuran terkait dengan konsep-konsep ini.
Yang terpenting,
Socrates berpendapat bahwa pengetahuan adalah suatu kebajikan. Tanpa memahami
sifat sebenarnya dari segala sesuatu, tidak mungkin melakukan perbuatan baik,
berani, atau bertindak adil. Jadi hanya melalui pengetahuan kita dapat mencapai
keahlian karena memungkinkan kita untuk menyadari tindakan kita.
Socrates melihat tugas
utama filsafatnya dalam pengetahuan tentang dirinya sendiri dan orang lain.
Oleh karena itu, pepatah “kenali dirimu” yang tertulis di kuil Delphic adalah
motonya.
Socrates melakukan
penelitiannya dalam bentuk percakapan, setelah mengembangkan metode khusus
dialektika “Socrates”. Socrates tidak menguraikan filsafatnya secara sistematis
(dalam bentuk “akroamatik”) tetapi mempertanyakan lawan bicaranya dan mengajak
mereka untuk berpikir sendiri.
Pada saat yang sama,
Socrates sering berpura-pura tidak tahu apa-apa (ini sering disebut sebagai
ironi Socrates : “yang saya tahu hanyalah bahwa saya tidak tahu apa-apa”).
Kemudian, membawa lawan bicaranya ke kesimpulan yang absurd dengan
pertanyaan-pertanyaan yang terampil ( reductio ad absurdum ). Dia akan
meyakinkan mereka untuk menilai kembali asumsi mereka dan memecahkan masalah
secara filosofis.
Metode ini mendorong
minat lawan bicara dan pendengar untuk aktif berpikir. Socrates membandingkan
pendekatannya dengan keahlian ibunya dan berkata bahwa dia hanya membantu orang
melahirkan ide-ide baru (maieutics).
Filsuf itu bertanya,
mendorong lawan bicaranya ke pemikiran dan formulasi baru. Dari mata pelajaran
umum, ia beralih ke definisi konsep khusus: apa itu keberanian, cinta, dan
kebaikan? Apa itu keadilan? Apa yang baik?
“Yang Saya Tahu Adalah Bahwa Saya Tidak Tahu
Apa-Apa”
Salah satu kutipan
Socrates yang paling terkenal adalah, “Yang saya tahu hanyalah bahwa saya tidak
tahu apa-apa.” Kutipan ini terkenal dikaitkan dengan Socrates dan filsafatnya.
Jadi, dari mana kutipan
ini berasal? Ini adalah kesalahpahaman yang populer bahwa Socrates mengatakan
kutipan ini sebagai cara mengatakan tentang kebijaksanaannya sendiri. Pada
kenyataannya, kutipan itu dimaksudkan untuk menjadi jauh lebih dalam dari itu.
Apa yang sebenarnya
dikatakan Socrates adalah kita tidak pernah bisa benar-benar mengetahui sesuatu
dengan pasti. Kita dapat memiliki keyakinan dan pendapat, tetapi kita tidak
pernah tahu pasti apakah itu benar. Ini adalah ide yang sangat filosofis yang telah
diperdebatkan oleh para pemikir selama berabad-abad.
Jadi mengapa kutipan
ini begitu penting? Itu menantang kita untuk berpikir tentang keyakinan kita
sendiri dan untuk mempertanyakan apakah kita benar-benar mengetahui sesuatu
atau tidak. Kutipan ini memaksa kita untuk memeriksa proses pemikiran kita dan
menjadi lebih kritis terhadap keyakinan kita.
Saat ini begitu banyak
orang dengan cepat menerima sesuatu sebagai fakta tanpa
mempertanyakannya. Kutipan ini adalah pengingat yang sangat dibutuhkan
bahwa kita harus selalu terbuka untuk mempertanyakan keyakinan kita sendiri.
Oracle Delphic tentang Kebijaksanaan Socrates
Socrates menempuh
perjalanan jauh dalam hidup sebelum dia mengembangkan cara dialogis tentang
pengetahuan diri. Sudah di masa mudanya, dia menyukai kontemplasi yang
bijaksana. Dalam Simposium Plato, Alcibiades menceritakan bahwa sekali, selama
pengepungan Potidaea, Socrates berpikir, tidak bergerak dari tempatnya
sepanjang hari.
Namun, Socrates diduga
belajar tentang kebijaksanaannya secara tidak sengaja. Itu terjadi ketika salah
satu pengagumnya bertanya kepada oracle, “Adakah yang lebih bijak dari
Socrates?” Peramal Delphic menjawab “Tidak.” Setelah itu, Socrates mulai
berkomunikasi dengan orang-orang yang dianggapnya lebih pintar dari dirinya dan
menemukan bahwa kebijaksanaan mereka hanyalah khayalan. Lebih dari dua ribu
tahun telah berlalu sejak itu, tetapi Socrates masih dianggap sebagai salah
satu orang paling bijak yang pernah hidup.
Jelas bahwa pendapat
oracle Delphic, yang menikmati pengaruh Helenis, akan segera mendapat
publisitas luas. Pilihan oracle yang mendukung Socrates sama saja dengan
persetujuan ilahi atas posisinya.
Dengan mengatakan,
“yang saya tahu adalah bahwa saya tidak tahu apa-apa,” Socrates melihat jalan
kebijaksanaan adalah jalan mencari kebenaran. Dan pencarian ini tidak ada
habisnya. Jadi, jalan kebijaksanaan adalah jalan pencarian kebenaran tanpa
akhir. Semakin banyak batas pengetahuan manusia berkembang, semakin banyak
pencarian pengetahuan lebih lanjut yang tak terhingga dipahami.
Dua Makna Paradoks dari Frase Socrates
Makna refleksi Socrates
dalam ungkapan “yang saya tahu adalah bahwa saya tidak tahu apa-apa” terdiri
dari dua hal yang paradoks. Pertama, Socrates meragukan keunggulan
kebijaksanaannya sendiri atas kebijaksanaan orang lain. Kedua, dia ingin tetapi
tidak bisa meragukan kebenaran firman Tuhan.
Untuk mengatasi
paradoks tersebut, Socrates memulai penelitiannya dengan survei filosofis
terhadap warga negara dan orang asing. Dia ingin tahu orang bijak yang paling
bijaksana. Dia ingin membantah ramalan oracle dengan pernyataan: lihatlah,
seorang pria yang lebih bijaksana daripada Socrates telah ditemukan.
Jadi, Socrates
berbicara dengan politisi, penyair, seniman, dan pengrajin. Dan dia menemukan
fakta yang menarik: salah satu dari mereka, setelah mencapai pengetahuan dan
kesuksesan di bidang tertentu, diperkuat dengan pendapat bahwa dia sekarang
bijak dalam segala hal. Tetapi, pada saat yang sama, tidak ada yang tahu
tentang esensi benda di dunia: baik Socrates maupun orang lain.
Namun, Socrates
memiliki satu-satunya pengetahuan yang tidak dapat diakses oleh orang lain. Dia
menyadari bahwa dia tidak tahu apa-apa, dan orang lain tidak tahu batasan
mereka sendiri dan tidak ingin tahu bahwa mereka hanya terlihat bijaksana.
Jadi, Socrates melihat keterbatasan pengetahuannya, menunjukkan kesopanan
kognitif. Dan orang lain, karena harga diri mereka yang terluka, mengobarkan
kebencian terhadapnya.
Socrates mengejutkan
dan menyengat orang lain dengan persepsi skeptis dan ironisnya tentang
kebijaksanaan manusia. Orang mengira Socrates sangat ahli dalam apa yang dia
tuduhkan kepada orang lain. Akhirnya, bagaimanapun, Socrates menyadari bahwa
Tuhan adalah yang paling berpengetahuan.
Oracle tidak bermaksud
menyebut Socrates dalam ramalan itu, tetapi hanya menggunakan namanya sebagai
contoh. Tuhan, dalam ramalannya, ingin mengatakan: orang bijak adalah orang
yang, seperti Socrates, menyadari kebijaksanaan manusia itu murah atau tidak
berharga sama sekali.
Oleh karena itu, dengan
ungkapan “yang saya tahu hanyalah bahwa saya tidak tahu apa-apa”, Socrates
mengungkapkan bahwa ada kebijaksanaan manusia (terbatas) dan ilahi (tanpa
batas). Selain itu, filsuf percaya bahwa seseorang, yang paling bijaksana
setelah Tuhan, tidak boleh berpikir bahwa mereka tahu apa yang tidak mereka
ketahui.
Apakah pernyataan “Yang
Saya Tahu Bahwa Saya Tidak Tahu Apa-apa” bertentangan?
Para sarjana telah
memperdebatkan koherensi pernyataan terkenal Socrates, “yang saya tahu hanyalah
bahwa saya tidak tahu apa-apa,” selama berabad-abad. Beberapa orang menafsirkan
kata-katanya berarti bahwa dia mengakui ketidaktahuannya sendiri. Yang lain
berpendapat Socrates sebenarnya mengatakan dia sangat memahami kondisi manusia
dan pengetahuan sejati berasal dari mengakui keterbatasan kita sendiri.
Jadi, interpretasi mana
yang benar? Sulit untuk mengatakan dengan pasti, tetapi ada beberapa hal yang
dapat kita pertimbangkan untuk lebih memahami apa yang dimaksud Socrates.
Pertama-tama, penting
untuk mengingat konteks sejarah di mana Socrates hidup. Ia lahir di Athena pada
abad ke-4 SM, pada masa kekacauan politik dan sosial yang hebat. Selain itu,
Socrates sendiri tidak asing dengan kontroversi; dia terkenal diadili dan
dieksekusi karena pengaruhnya yang diduga “merusak” pada pemuda Athena.
Mengingat semua ini,
mungkin tidak mengherankan Socrates skeptis terhadap klaim apa pun atas
pengetahuan absolut. Lagi pula, jika orang paling bijaksana di antara kita pun
bisa membuat kesalahan, bagaimana kita bisa yakin bahwa apa pun yang kita pikir
kita tahu benar?
Perlu juga
mempertimbangkan fakta bahwa Socrates adalah orang yang sangat cerdas dan
bijaksana. Dia menghabiskan hidupnya mempertanyakan segalanya dan semua orang,
termasuk dirinya sendiri. Jadi, mungkin saja pernyataannya yang terkenal itu
hanyalah cerminan dari kesadaran dirinya sendiri dan pandangannya yang rendah
hati tentang pengetahuan manusia.
Apa yang bisa kita
simpulkan dari semua ini? Sulit untuk mengatakan dengan pasti apa yang dimaksud
Socrates ketika dia berkata, “Yang saya tahu hanyalah bahwa saya tidak tahu
apa-apa.” Tetapi tampaknya masuk akal untuk percaya bahwa dia mengakui
ketidaktahuannya atau mengakui falibilitas pengetahuan manusia. Kata-katanya
terus menantang dan menginspirasi kita berabad-abad kemudian.
Jadi, Apa yang Sebenarnya Dimaksud Socrates dengan
“Yang Saya Tahu adalah Bahwa Saya Tidak Tahu Apa-apa”?
Salah satu interpretasi
yang mungkin adalah bahwa dia hanya mengakui falibilitasnya sendiri dan
kurangnya kemahatahuannya. Lagipula, orang yang paling bijak pun tidak bisa
mengetahui segalanya.
Cara lain untuk melihat
pernyataan ini adalah dengan melihatnya sebagai pengakuan atas batas-batas
inheren pengetahuan manusia. Kita tidak pernah bisa benar-benar mengetahui
sesuatu dengan pasti, dan bahkan keyakinan kita yang paling kuat pun bisa
salah. Tentu saja, ini tidak berarti kita harus menyerah untuk belajar dan
memahami dunia di sekitar kita, tetapi mengingatkan kita bahwa kita harus
selalu terbuka terhadap informasi dan perspektif baru.
Pada akhirnya, tidak
ada jawaban pasti atas apa yang dimaksud Socrates dengan pernyataannya yang
terkenal itu. Tetapi apakah Anda menafsirkannya sebagai pengakuan rendah hati
tentang falibilitas atau klaim mendalam tentang batas-batas inheren pengetahuan
manusia, tidak ada keraguan bahwa itu mengandung banyak kebijaksanaan.* bulir.id