Nah, bagaimana kemudian
rumusannya yang perlu dilakukan rakyat, bila amanah yang diberikan itu
diabaikan dikemudian hari?. Tak perlu berfikir mendalam, berbusa-busa mulut
mengutuk situasi yang ada, cukup mengambil sikap tegas dan konsisten bahwa
keputusan 'salah memilih' itu tak perlu terulang lagi.
Problem kita hari ini
ialah banyak pemilih yang terjangkit sindrom ilang ingatan (amnesia). Kita
gampang lupa dan mudah 'mengampuni' atas kesalahan yang dilakukan para politisi
dan pejabat Negara. Semestinya, mereka yang ingkar janji itu tidak harus
dipilih kembali. Jangan karena bujukan uang, atau janji manis lainnya, kita
rakyat tergiur sehingga salah lagi memilih.
Bila kita betul-betul
mengambil pelajaran, maka satu kali saja kesalahan yang dilakukan para politisi
(legislator dan pemimpin eksekutif) langsung kita catat, dan memberi sanksi
kepada mereka. Memberi sanksi moral maupun sanksi politik yakni mereka yang inkonsisten
terhadap janji-janjinya pada rakyat untuk tidak beri kepercayaan lagi.
Ukurannya jelas, bukan
pada faktor suka atau tidak suka. Melainkan, pada aspek kinerja, kepercayaan,
kepekaan dan sejauh mana konsistensi mereka mewujudkan kepentingan publik.
Patut diakui, selain konstituen punya standar berbeda, tipikal pemilih kita
masih mudah terpengaruh dalam hal menentukan pilihan. Banyak yang kurang
mandiri dalam penentuan sikap memilih pemimpin yang tepat.
Tak mungkin kita
terus-terusan meratapi fakta politik yang kadang menjengkalkan saat ini dengan
menyapu dada saja, lantas kedepan kita melakukan hal yang sama. Perlu ada
progres dalam hal menentukan pilihan politik, jangan begitu-begitu terus cara
pandang kita dalam memilih pemimpin politik.
Kedepan di tahun
politik 2024 masih banyak tantangan, dimana partai politik (Parpol) telah
bertambah jumlahnya. Tentu jumlah politisi kita yang akan bertarung di Pilcaleg
2024 pun bertambah, kondisi itu mengharuskan masyarakat selektif dalam memilih.
Jangan memilih hanya karena diberikan uang, memilih hanya karena persahabatan,
atau hanya karena satu agama, dan seterusnya.
Lihatlah visi dan apa
yang hendak diperjuangkan para politisi-politisi itu. Patokannya tentu pada
jejak serta pengalaman para politisi tersebut selama berinteraksi dengan
masyarakat, berapa banyak mereka berkontribusi pada kerja sosial.
Harapan kita hanyalah
satu, adanya perubahan. Tak lebih, masyarakat dari waktu ke waktu harus
mengalami kemajuan, dan kesempatan untuk melakukan perubahan adalah disaat
momentum Pemilu. Jangan mengabaikan kesempatan memilih pemimpin dengan berfikir
memenuhi kepentingan sesaat, tapi harusnya lebih dari itu.
Silahkan publik
menyegarkan ingatannya untuk menaruh skor kepada para politisi, ini dimaksudkan
agar masyarakat mengenali siapa yang mereka pilih. Tidak lagi memilih 'kucing
dalam karung', tidak memilih politisi yang minim pengalaman, tidak kemudian
memilih politisi kualitas rendah. Jangan lagi masyarakat menjadi amnesia.
Politisi yang pernah
gagal memperjuangkan kepentingan rakyat disaat dirinya duduk di parlemen, di
tahun yang akan datang tidak penting dilirik. Masih banyak politisi atau
figur-figur lain yang amanah, punya keberanian merealisasikan kepentingan
publik. Begitu pula ketegasan masyarakat pada politisi yang mengandalkan uang
(materi), hempaskan saja mereka.
Jangan lagi kita
memilih mereka yang setelah menjabat, lalu lupa akan janji-janji kampanyenya.
Sebelum menjabat malah akrab dengan rakyat, jika naik mobil kaca mobil
diturunkan, namun setelah menjabat malah menjadi sombong dan kaca mobilnya tak
pernah lagi diturunkan. Ciri-ciri umum seperti ini harus dikenali masyarakat
agar mereka tidak salah pilih.
Rakyat jangan gampang
tergoda dengan fantasi politik berupa janji-janji yang irasional itu. Mudah dipengahuri
politisi yang berparas cantik dan ganteng, walau mereka tidak punya konsep
bekerja pada rakyat, silahkan menjadi pemilih cerdas. Bila faktor dan
catatan-catatan diatas diabaikan begitu saja, maka jangan salahkan politisi
lagi dikemudian harinya.
Silahkan memilih apakah
mau mendapatkan uang terlebih dahulu sebelum mencoblos, kemudian disaat mereka
para politisi ini menjabat anda diabaikan?. Ataukah memilih figur yang mungkin
tidak memberi anda uang tunai sat itu, tetapi berani menjami kepentingan rakyat
secara jangka panjang?. Ada banyak modelnya dan tawaran-tawaran dalam politik
relatif beragam. Selamat merenung, lalu bertindaklah segera.
Diakhir ulasan ini,
mari kita kenali perilaku politisi kita diantaranya; tukang korupsi,
mengadaikan kepentingan rakyat, menghargai rakyat dengan uang (politisi
pragmatis), berjanji tapi mengingkari. Ada yang mengandalkan kekuatan dinasti
politik, senang bermain isu-isu keberagaman, tukang 'provokasi', politisi yang
arogan, mengeksploitasi rakyat dengan pencitraan tanpa kontak langsung, dan
seterusnya. [***]
***
Tanjakan Foho Betara_Kateri
Senin, 27 Februari 2023