Dari sebuah literatur
yang kubaca, Samaria merupakan kata yang mengacu kepada tempat di wilayah
pegunungan antara Galilea di utara dan Yudea di selatan. Orang-orang yang
tinggal di sana disebut juga sebagai orang ‘Samaria’. Pada masa-masa pelayanan
Yesus di bumi, orang Yahudi tidak bergaul dengan orang Samaria.
Kalau kita menelisik
lebih lagi, Alkitab mencatat dengan jelas bagaimana relasi antara orang Samaria
dan Yahudi dalam kehidupan sehari-hari. Yohanes 4:9 menuliskan demikian: “Maka
kata perempuan Samaria itu kepada-Nya: “Masakan Engkau, seorang Yahudi, minta
minum kepadaku, seorang Samaria?” (Sebab orang Yahudi tidak bergaul dengan
orang Samaria.)”. Orang-orang Yahudi menganggap orang Samaria itu kafir atau
ras tidak murni karena mereka melakukan perkawinan campur dengan bangsa lain.
Kisah orang Yahudi dan Samaria yang tercatat di Alkitab memunculkan paradoks, terlebih jika kita menyimak detail kisah pertemuan Yesus dengan seorang perempuan Samaria. Perempuan itu mengambil air sekitar tengah hari, mungkin maksudnya agar dia tidak berjumpa dengan banyak orang. Namun, dia malah berjumpa dengan Yesus, seorang Yahudi yang notabene bermusuhan dengan orang Samaria.
Respons Yesus kepada perempuan itu luar biasa. Alih-alih menjauhinya, Yesus malah meminta minum darinya. Di sinilah Yesus menunjukkan cinta dan kasih Tuhan yang manis itu.
Ada 4 hal istimewa yang
kudapatkan dari pertemuan Perempuan Samaria dan Yesus.
1. Apa pun latar belakang kita, kita dicintai dan
diterima oleh Yesus
Perempuan Samaria ini
memiliki latar belakang dan perilaku yang bisa dikatakan buruk karena sering
berganti pasangan. Bahkan pasangan yang saat itu bersama dengannya bukanlah
suaminya (ayat 18). Jadi, bukanlah hal yang mengejutkan lagi jika sikap orang
sekitarnya akan menjauhi atau bahkan memandang rendah. Akan tetapi, Yesus mau
menemui secara pribadi dan menghampiri perempuan tersebut.
Betapa seringnya aku
berpikir bahwa aku harus melakukan semua hal dengan baik dulu agar bisa merasa
layak dikasihi dan diterima oleh-Nya. Yesus menerima kita bukan berdasarkan apa
yang kita perbuat, tetapi karena kasih-Nya sajalah (Roma 5:10).
Perempuan Samaria ini
tidak melakukan apa-apa untuk membuat Yesus tertarik menemuinya. Cinta dan
penerimaan-Nya tidak berdasar pada moral, status sosial, latar belakang,
pengalaman, maupun kegagalan seseorang. Kasih-Nya adalah sebuah pemberian dan
anugerah. Jadi, setiap kita memiliki kesempatan yang sama untuk menikmatinya.
Apakah kita mau
menerima cinta-Nya dan memberikan cinta kita pada-Nya?
2. Kita dicari, ditemukan, dan diselamatkan oleh
Yesus
Perempuan Samaria
menimba air di sumur saat siang hari. Ini bukanlah kebiasaan yang lazim. Ia
menyadari keadaannya dan berusaha menghindari orang-orang dengan datang ke
sumur ketika sedang sepi dari perempuan-perempuan lain. Namun, Yesus sengaja
bertemu dengannya dan menawarkan air kehidupan yaitu keselamatan.
Ini mengingatkanku akan
seberapa seringnya aku bersembunyi, menghindari, dan lari dari berbagai macam
situasi, orang-orang, bahkan dari Tuhan karena besarnya perasaan malu dan
ketidaklayakanku. Akan tetapi berita baiknya adalah Dia rela datang untuk
menyelamatkan kita yang terhilang agar bisa diselamatkan (Yohanes 1:29). Tidak
ada perlindungan teraman selain di dalam-Nya dan tidak ada tempat yang teramat
sulit untuk Dia bisa menemukan kita. Asalkan kita mau diselamatkan oleh-Nya.
3. Tuhan rindu berelasi dengan kita
Ketika Yesus bertemu
dengan perempuan Samaria, ada percakapan antara mereka berdua. Bagian ini
menarik buatku karena dari sini aku melihat bahwa Yesus tidak sekadar datang ke
dunia untuk menebus dosa, tetapi juga berelasi dengan manusia. Lewat percakapan
sederhana itu, Dia mendengar apa yang jadi kerisauan umat-Nya.
Apakah tentang
kejatuhan, kegagalan, ketakutan, atau yang lainnya. Yang menjadi pertanyaan
adalah apakah kita mau bercakap-cakap denganNya? Dia siap mendengar dan
menyegarkan kita dengan kebenaran-Nya.
4. Kita dapat mengakui dengan jujur isi hati kita
Dalam percakapan-Nya,
Yesus menyuruh perempuan Samaria untuk memanggil suaminya, tetapi sang
perempuan menjawab, “Aku tidak mempunyai suami” (ayat 17). Yesus lanjut
merespons, “Tepat katamu, bahwa engkau tidak mempunyai suami, sebab engkau
sudah mempunyai lima suami dan yang ada sekarang padamu, bukanlah suamimu.
Dalam hal ini engkau berkata benar” (ayat 18).
Coba kita perhatikan
lagi ucapan Yesus. Kendati Yesus tahu bahwa perempuan Samaria itu
bergonta-ganti pasangan, tetapi tidak ada penghakiman yang keluar dari
mulut-Nya. Maksud Yesus di sini bukanlah dia membenarkan dosa yang diperbuat
oleh sang perempuan, tetapi Dia hendak menunjukkan keselamatan yang sejati
(ayat 21-24).
Sebelum sang perempuan
mengakui identitasnya, Yesus telah tahu lebih dulu, tetapi Dia ingin kita
mengakui dengan jujur dan rendah hati apa yang telah kita lakukan. Ini bukanlah
demi kepentingan Tuhan, tapi demi kepentingan kita. Karena saat kita mengakui
dengan jujur dan rendah hati kepada-Nya atas segala yang kita perbuat, dan kita
menyadari kesalahan serta berbalik kepada-Nya, maka akan tersedia pemulihan dan
pengampunan-Nya bagi kita.
Apakah kita mau
mengakui bahwa kita telah berdosa dan membutuhkan anugerah kasih
pengampunan-Nya setiap waktu?