Tiktik Sartika (kerudung merah), salah
seorang guru honorer yang mendapatkan SK Pembatalan PPPK. Guru honorer ini
berasa kena prank karena sudah lulus PPPK tapi dapat SK Pembatalan. |
Melalui sambungan
telepon kepada Republika, Ahad (12/3/2023), ia mengisahkan kronologi
pembatalan penempatan itu dengan suara yang masih menyimpan ketidakpercayaan.
Padahal, guru yang mengajar di SMAN 23 Pakenjeng Garut itu telah lama
menantikan diangkat menjadi PPPK.
"Saya merasa
dikhianati dan gagal dalam hidup. Tadinya kami sudah senang akan mendapat SK.
Ternyata kami diangkat ke puncak gunung kemudian dihempaskan. Sakit
benar," kata perempuan itu kepada Republika.
Tiktik mengaku awal
menjalani seleksi PPPK pada 2021. Ketika itu, ia dinyatakan lulus passing grade
(PG), tapi tidak ada penempatan karena tidak ada formasi untuk keahliannya di
sekolah tempatnya mengajar.
Namun, ia tak patah
semangat. Tiktik kembali mengikuti seleksi PPPK setelah ada regulasi baru. Tes
keduanya itu juga dinyatakan lulus PG. Hingga akhirnya, Tiktik mendapatkan
kategori Prioritas 1 (P1) pada September 2022.
"Saya dikasih
notif bahwa dapat P1 dan penempatan. Namun penempatannya disebutkan di waktu
yang akan datang. Pada Desember, ada lagi pengumuman akan dapat SK (surat
keputusan), tapi diundur terus," ujar dia.
Tiktik hanya bisa
menunggu. Namun, ia tetap sabar menantinya. Baginya, berkerja sebagai guru honorer selama
puluhan tahun telah membuatnya terbiasa menunggu dengan sabar. Yang terpenting,
pikirnya, sebentar lagi akan mendapatkan SK dan menjadi aparatur sipil negara
(ASN).
Penanantian itu masih
diharapkan berujung indah hingga Februari, ketika ada pengumuman optimalisasi
2.100 guru. Berdasarkan kabar yang didapatnya, pengumuman pengangkatan akan
dilakukan pada 10 Maret 2023.
Namun, Tiktik mendapat
SK Pembatalan Penempatan pada Senin 6 Maret 2023 dari Panitia Seleksi Nasional
(Panselnas). Ia melihat namanya ada dalam surat itu, meski nomor pesertanya
berbeda.
"Saat ditelusuri
oleh anak saya, itu benar nama saya dan bertugas di SMA 23 Pakenjeng Garut,
Ketika itu, saya seperti tersambar petir. Saya pulang dan masuk ke kamar, saya
menangis sampai akhirnya suami saya bertanya," kata dia.
Ia pun berkata jujur
kepada suaminya yang merupakan seorang pensiunan. "Rasa sakit karena
penantian panjang harus berakhir," kata guru yang telah mengajar sekitar
25 tahun itu.
Sakit hati itu makin
menjadi ketika mengetahui bahwa di sekolahnya mengajar, hanya Tiktik yang
pengangkatannya sebagai PPPK dibatalkan. Sementara lima orang temannya
mendapatkan penempatan sebagai PPPK.
Kendati sedih, Tiktik
tak berdiam diri. Ia mencoba bertanya masalah itu secara hierarki. Namun tidak
ada yang mengetahui pembatalan penempatan yang diterimanya.
"Di grup WA juga
ramai terkait hal ini. Ada sekitar 10 orang yang senasib dengan saya di Garut.
Kami akhirnya difasilitasi oleh anggota DPRD Jabar untuk mediasi dan melakukan
sanggahan," kata dia.
Tiktik bersama sejumlah
kawan senasib berencana pergi ke Bandung pada Senin (13/3/2023) untuk melakukan
mediasi terkait masalah ini. Ia berharap akan mendapat hasil yang baik.
"Semoga para
pemangku kebijakan itu berubah pikiran dan mengangkat kami yang sudah mengabdi
lama," ujar dia.
Tiktik mengaku, selama
ini kerjanya sudah dihonor oleh Pemerintah Provinsi Jawa Barat. Namun, besaran
honor itu tentu berbeda dengan status guru PPPK.
"Kalau dihitung
buat makan, harus berhemat. Apalagi suami sudah pensiun. Kami kan juga ingin
menguliahkan anak sesuai cita-cita. Apalagi, saya masih memiliki orang tua yang
masih harus diurus," kata dia.
Sementara itu, anggota
Komisi V DPRD Jawa Barat, Enjang Tedi, mengatakan pembatalan tersebut tidak
hanya terjadi di Garut, melainkan juga di sejumlah wilayah Jawa Barat. Menurut
dia, di Kabupaten Garut sendiri ada 29 orang guru tingkat SMA yang dibatalkan
penempatannya. Sedangkan di Jawa Barat, total terdapat 403 orang yang bernasib
serupa.
"Kami melihat
bahwa ini melanggar undang-undang, karena tidak ada kepastian hukum, kemudian
tentu Panselnas tidak profesional," kata dia, Jumat (10/3/2023).
Menurut Enjang,
berdasarkan hasil penelusurannya, pembatalan itu dilakukan karena adanya
sanggahan dari peraih nilai lainnya. Namun, ada temuan sejumlah guru di Garut
yang sudah lolos, tetapi dibatalkan. Padahal guru tersebut tidak memiliki
pesaing di bawahnya.
"Misalnya yang
terjadi kepada guru Bahasa Inggris di Cibalong, yang daftar satu orang tapi dibatalkan.
Padahal ketika menginput data itu sudah dikunci," ucap Enjang.
Karena itu, Enjang
menilai Panselnas tidak profesional. Ia pun akan memfasilitasi ratusan guru di
Jawa Barat yang mengalami masalah itu untuk audiensi dengan Kementerian
Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbud Ristek).
"Disdik Provinsi
juga menegaskan bahwa pembatalan itu tidak didorong oleh Provinsi, tapi ini
murni dari pusat. Dari Kemendikbud," kata Enjang. *** news.republika.co.id