Apakah Yudas Iskariot Berjasa Dalam Karya Keselamatan Manusia? (Pendalaman Iman Katolik)

Apakah Yudas Iskariot Berjasa Dalam Karya Keselamatan Manusia? (Pendalaman Iman Katolik)



Setapak Rai Numbei (Dalan Inuk)Ada sebagian orang mengatakan bahwa  Yudas Iskariot berjasa dalam terjadinya karya penyelamatan Tuhan Yesus. Menurut mereka, tanpa Yudas tak ada karya penyelamatan, sehingga dengan demikian, Yudas tidak berdosa. Mari kita lihat pertanyaan pertama yang mengatakan bahwa Yudas Iskariot berjasa dalam terjadinya karya penyelamatan Tuhan, dan tanpa dia tidak ada keselamatan, bahkan lebih lanjut menegaskan bahwa Yudas tidak berdosa.

Untuk mengatakan bahwa Yudas Iskariot berjasa dalam terjadinya penyelamatan Tuhan, hampir sama saja dengan mengatakan bahwa Setan yang membuat Adam dan Hawa berdosa juga berjasa, karena dengan itu Yesus turun ke dunia dan menunjukkan kepada umat manusia tentang kasih Allah yang tak terbatas. Tentu saja kita tidak bisa berkata bahwa tanpa Yudas tidak ada keselamatan, karena Tuhan juga dapat menggunakan cara yang lain. Dalam artian, tanpa pengkhianatan Yudas, orang Farisi juga tetap dapat menangkap Yesus dan berusaha untuk membunuhnya, seperti yang diceritakan dalam beberapa kejadian di Injil (Yoh 5:18; Yoh 7:1).

Mungkin pernyataan yang lebih baik adalah “Tuhan dapat mendatangkan sesuatu yang baik dari sesuatu yang buruk untuk menyatakan kemuliaan-Nya“. Keburukan dosa yang terekspresi lewat setan yang menggoda Adam dan Hawa, mendatangkan rencana Tuhan yang paling indah, yaitu misteri Inkarnasi. Keburukan dosa Petrus yang menyangkal Yesus tiga kali (Mat 26:69-75) mendatangkan kekuatan bagi Petrus untuk mengemban amanat yang diberikan oleh Yesus untuk menggembalakan domba-domba-Nya (Yoh 21:15-17). Dan keburukan dosa yang dilakukan oleh Yudas membuka mata hati manusia akan suatu bahaya dosa keputusasa-an, yang adalah dosa yang tidak terampuni, karena yang bersangkutan menolak kemungkinan untuk diampuni.

Dosa keputusasa-an (despair) adalah salah satu dosa yang melawan Roh Kudus, yang tidak dapat diampuni di kehidupan ini dan kehidupan mendatang (Lk 12:10). Dosa pengkhianatan Yudas tidaklah sebesar dosanya untuk mengakhiri hidupnya. Andaikata Yudas bertobat dan kembali kepada Yesus, mungkin dia akan menjadi seorang rasul yang luar biasa, seperti Rasul Petrus yang bertobat dan menjadi Paus yang pertama. Jadi apakah Yudas berdosa? Ya, terutama karena dia mengakhiri hidupnya, dikarenakan keputusasaan. Dosa ini adalah dosa melawan 2 theological virtue atau kebajikan ilahi: pengharapan dan iman. Pengharapan dihilangkan oleh keputusasa-an, dengan cara melihat bahwa tidak ada harapan lagi untuk memperoleh surga. Iman dihilangkan oleh keputusasa-an karena melihat dosanya lebih besar dari kasih dan belas kasih Tuhan. Dan Yesus secara jelas mengatakan, “Dia yang bersama-sama dengan Aku mencelupkan tangannya ke dalam pinggan ini, dialah yang akan menyerahkan Aku. Anak Manusia memang akan pergi sesuai dengan yang ada tertulis tentang Dia, akan tetapi celakalah orang yang olehnya Anak Manusia itu diserahkan. Adalah lebih baik bagi orang itu sekiranya ia tidak dilahirkan.” (Mat 26:23-24). Dari pernyataan Yesus ini, kita dapat menyimpulkan bahwa Yudas mengalami penderitaan di neraka, kecuali jika pada saat-saat akhir sebelum kematiannya, dia benar-benar bertobat dan menyesali semua dosanya. Namun Kitab Suci tidak menceritakan hal ini.

Bagaimana dengan peristiwa penyaliban? Apakah Tuhan pro dengan kekerasan? Sesungguhnya ini adalah suatu pernyataan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan. Pernyataan ini akan benar, kalau seandainya manusia dilahirkan sebagai robot, sehingga semuanya diatur oleh Tuhan tanpa ada kerjasama dari manusia. Namun manusia mempunyai keinginan bebas sehingga manusia dapat memilih untuk mengikuti Yesus dengan ajaran kasih-Nya, atau melawan Yesus dengan perbuatan dosa. Memang Tuhan mengizinkan hal ini terjadi, karena Tuhan dapat membawa kebaikan yang lebih besar. Dalam hal ini penderitaan dan kematian Yesus menjadi sumber keselamatan umat manusia.

Dalam peristiwa penyaliban kita melihat dua hal yang bertolak belakang: 1) Kekejaman dan keburukan dosa dan 2) Keindahan dan kedalaman kasih Allah. Kekejaman dosa dapat terlihat dari penderitaan Kristus. Dan kedalaman kasih Allah dibuktikan dengan kematian-Nya di kayu salib. Kristus dapat saja menyelamatkan dunia dengan setetes darah-Nya, namun Dia memilih untuk ‘minum dari piala yang diberikan oleh Bapa’ dengan mencurahkan darah-Nya di kayu salib. Penderitaan-Nya yang begitu besar untuk membayar dosa-dosa kita, seharusnya semakin memacu kita untuk hidup kudus. Di kayu salib Kristus seolah-olah berkata kepada kita masing-masing, “Ini adalah tanda kasih-Ku kepadamu, apakah tanda kasihmu kepada-Ku?”

Kalau Tuhan pro dengan kekerasan, Yesus tidak akan mengajarkan ajaran cinta kasih.  Tentu saja ini tidak benar, sebab dari pengajaran Yesus di “Kotbah di bukit” (lih Mat 5:1-12) kita melihat ajaran cinta kasih yang begitu sempurna.

Mari kita bersama-sama belajar dari kisah Yudas,  kasih dan belas kasihan Allah selalu lebih besar dari dosa kita, asalkan kita mau bertobat dan kembali kepada-Nya. Mari kita berbangga dengan Salib Kristus, karena kita melihat Allah yang begitu mengasihi setiap kita, sehingga kita juga terus berusaha berjuang untuk hidup kudus, menjalankan semua perintah yang diajarkan oleh Tuhan Yesus. *** katolisitas.org



 

Suara Numbei

Setapak Rai Numbei adalah sebuah situs online yang berisi berita, artikel dan opini. Menciptakan perusahaan media massa yang profesional dan terpercaya untuk membangun masyarakat yang lebih cerdas dan bijaksana dalam memahami dan menyikapi segala bentuk informasi dan perkembangan teknologi.

Posting Komentar

Silahkan berkomentar hindari isu SARA

Lebih baru Lebih lama