Menurut data UNESCO, minat baca masyarakat Indonesia
sangat memprihatinkan, hanya 0,001 persen. Artinya, dari 1.000 orang Indonesia,
hanya 1 orang yang rajin membaca. UNESCO menyebut Indonesia berada di urutan
kedua dari bawah soal literasi dunia.
Sedangkan, berdasarkan
studi Most Littered Nation in the World 2016 oleh Central Connecticut State
University, Indonesia berada di peringkat 60 dari 61 negara mengenai minat
membaca buku. Padahal, jika dilihat dari segi penilaian infrastuktur, peringkat
Indonesia masih berada di atas negara-negara Eropa.
Terdapat beberapa hal
yang membuat minat baca di Indonesia rendah, di antaranya penggunaan smartphone
yang kurang tepat dan kebiasaan membaca yang tidak dilatih sejak dini. Seiring
dengan perkembangan era digitalisasi, penggunaan smartphone semakin mudah
diakses oleh siapa pun.
Namun, penggunaan smartphone
yang baik dan bijak seharusnya bisa memberikan dampak positif, bukan malah
sebaliknya. Nampaknya penggunaan smartphone memiliki dampak pada rendahnya
minat baca di Indonesia.
Banyak orang tua yang
memberikan smartphone kepada anak
mereka untuk dipakai bermain, bukannya menanamkan kebiasaan membaca. Hal ini
lama-lama menjadi kebiasaan dan terbawa sampai anak dewasa. Anak-anak jadi
kecanduan bermain smartphone dan enggan membaca buku.
Masih banyak orang tua
yang kurang menyadari pentingnya perannya dalam menanamkan kebiasaan membaca
dan belajar pada anak. Mereka malah seperti membebankan soal itu kepada
sekolah. Mereka lebih memilih sibuk bekerja dan akhirnya hanya mengandalkan
guru di sekolah untuk mengajari anak-anak mereka.
Mestinya, rumahlah yang
menjadi sekolah pertama bagi anak, sebab di sekolah, guru hanya bisa mengajar
secara terbatas. Di samping itu, setiap murid memiliki metode belajar yang
berbeda-beda. Mustahil seorang guru dapat menerapkan metode belajar yang sesuai
dengan karakteristik masing-masing anak.
Menumbuhkan minat baca
pada anak haruslah dimulai dari orang tua. Orang tua mengajari anak membaca,
lalu membiasakan anak membaca, dan barulah kebiasaan membaca tersebut menjadi
budaya. Orang tua harus menjadi role model bagi anak karena anak selalu
mencontoh apa yang dilakukan orang tuanya.
Oleh karena itu,
kebiasaan membaca harus dimulai dari orang tua terlebih dahulu. Orang tua tidak
bisa hanya menyuruh anaknya suka membaca tanpa memberi contoh nyata.
Mengenalkan buku kepada
anak sejak balita itu penting. Sebab anak yang telanjur mengenal gadget dan
kecanduan bermain games akan lebih sulit diarahkan dan cenderung rewel. Berbeda
dengan anak yang sejak dini dikenalkan pada dunia buku.
Anak cenderung lebih
senang melihat cerita bergambar, komik, atau buku. Dari segi perkembangan otak,
anak yang gemar membaca sejak kecil juga lebih aktif dan memiliki
perbendaharaan kata lebih banyak.
Bagus sekali bila
secara rutin, orang tua sering mengajak anak mereka ke perpustakaan. Pastinya
di sekitar kita ada cukup banyak perpustakaan, seperti perpustakaan desa,
perpustakaan kota, perpustakaan nasional, dan lain-lain.
Di bagian anak biasanya
ada spot-spot menarik, seperti fasilitas menonton film, spot duduk santai, spot
bermain. Jadi perpustakaan bukan tempat yang membosankan, melainkan asyik dan
menyenangkan bagi anak.
Anak-anak biasanya
menyukai buku yang menarik, warna-warni, dan banyak gambarnya. Maka, orang tua
hendaknya mencoba memberi anak buku-buku macam itu. Dengan begitu, diharapkan
mereka tertarik dan menjadi suka terhadap buku. Buku-buku itu juga harus
disesuaikan dengan umur anak. Semakin besar anak, semakin kompleks isi buku
yang bisa diberikan agar agar otak anak juga berkembang.
Cara lain yang efektif
adalah mengubah kebiasaan kita menjadi kebiasaan yang baik. Apabila kita belum
memiliki kebiasaan membaca, segerakan untuk membentuk kebiasaan tersebut dan
menunjukkannya secara demonstratif supaya kita menjadi role model bagi mereka.
Ada satu kasus yang
lucu. Penulis laris, Stephen R. Covey, biasa membaca 3-4 buku per minggu,
tetapi selalu melakukannya saat sendirian. Maka terkejutlah dia sewaktu anaknya
mempertanyakan kapan dia pernah membaca.
Padahal ada riset yang
menyimpulkan bahwa alasan pertama mengapa anak tidak mau membaca adalah karena
mereka tidak melihat orang tuanya membaca. Maka dari itu, caranya membuat anak
benar-benar dapat melihat orang tuanya sedang membaca buku yaitu carilah topik
bacaan yang disukai oleh seluruh anggota keluarga setiap hari.
Kemudian, milikilah
buku-buku dan pajanglah di rumah secara atraktif. Berusahalah sekuat daya untuk
mematikan TV lalu membacalah. Di saat itu, berikan buku kepada anak supaya
dapat membaca bersama. Bagikan info-info bermanfaat yang diperoleh dari
kegiatan membaca kepada anak. Sekali-kali membacalah dengan suara keras agar
anak mendengarnya.
So, biasakan anak
melihat orang tuanya membaca. Kebiasaan akan membuat suatu kegiatan yang berat
untuk dilakukan menjadi ringan.
We first make our habits, then our habits make us.” —John Dryden.