Model Pengajaran Yesus Kristus Sebagai Dasar Pelayanan Guru Pendidikan Agama Katolik

Model Pengajaran Yesus Kristus Sebagai Dasar Pelayanan Guru Pendidikan Agama Katolik



Setapak Rai Numbei (Dalan Inuk)Setelah membaca dan menyimak modul Psiko Moral Kristiani khususnya kegiatan Belajar IV tentang  Psiko Moral Guru Pendidikan Agama Katolik saya dapat memahami dan menjelaskan tentang Guru Pendidikan Agama Katolik sebagai gembala di lembaga sekolah dalam kapasitasnya sebagai seorang guru/pendidik. Di sini Guru Pendidikan Agama Katolik menjalankan peran kegembalaannya di sekolah ketika mengajar/ mendidik, membimbing, memotivasi, dan memberi teladan kepada peserta didik serta kegiatan-kegiatan pembinaan iman lainnya dalam rangka mengimplementasikan program-program pastoral yang dicanangkan oleh keuskupan dan paroki. Di dalam menjalankan peran sebagai gembala terbaptis, seorang Guru Pendidikan Agama Katolik harus memiliki spiritualitas tersendiri. Spiritualitas kegembalaan seorang Guru Pendidikan Agama Katolik bersumber dari Yesus sendiri sebagai Gembala Sejati. Dengan berlandasakan pada semangat kegembalaan yang bersumber dari Yesus sang Gembala sejati itu, maka seorang Guru Pendidikan Agama Katolik mampu mengemban misi kegembalaannya dengan baik di lingkungan sekolah. Oleh karena itu saya akan menguraikan peran guru PAK sebagai Gembala yang baik bagi para peserta didik.

Peran Guru Pendidikan Agama Katolik sebagai Gembala: Belajar dari Yesus Sebagai Gembala Sejati

Seorang Guru Pendidikan Agama Katolik (PAK) menjalankan perannya sebagai gembala bercermin pada semangat kegembalaan Yesus sendiri sebagai Gembala Sejati. Spiritualitas kegembalaan Yesus harus menjiwai seorang guru PAK dalam seluruh tugas kegembalaan yang dijalankannya.

Guru Pendidikan Agama Katolik (PAK) sebagai Gembala dalam Konteks Pendidikan

Kitab Suci menggunakan istilah gembala untuk dua pengertian, yaitu dalam arti sebenarnya dan dalam arti metaforis. Dalam arti yang sesungguhnya, istilah gembala ditunjukkan pada diri seseorang yang pekerjaannya sosial adalah sebagai gembala ternak kambing, domba dan sebagainya. Misalnya, dalam Kitab Kejadian Habel disebut sebagai gembala (Kej. 4:2) atau dalam Kitab Keluaran dikatakan bahwa Musa menggembalakan kambing-domba Yitro, mertuanya Kel 3:1). Sedangkan dalam arti metaforis, istilah gembala digunakan untuk melukiskan pribadi tertentu dengan menyamakan atau membandingkannya dengan fungsi gembala dalam arti sebenarnya.

Oleh karena itu, kalau istilah gembala merujuk pada diri seorang Guru Pendidikan Agama Katolik, maka itu harus dimengerti dalam arti metaforis. Artinya, guru tersebut menjalankan perannya di sekolah seperti seorang gembala. Guru Pendidikan Agama Katolik (PAK) adalah gembala terbaptis yang menjalankan tugas pastoral di bidang pendidikan. Ia dipanggil untuk menjadi gembala bagi kawanan yang dipercayakan kepadanya, yakni siswa-siswi di sekolah tempat ia diutus. Lewat tugas dan karya pelayanannya sehari-hari sebagai pengajar dan pendidik, seorang Guru Pendidikan Katolik menenekuni misi kegembalaannya itu dengan tuntutan-tuntutan tertentu.

 

Peran Kegembalaan Guru Pendidikan Agama Katolik: Pendasaran Biblis-Teologis

Dasar biblis-teologis penggembalaan Gereja adalah penggembalaan Allah sendiri. Baik dalam Kitab Suci Perjanjian Lama maupun Kitab Suci Perjanjian Baru, kepemimpinan selalu dikaitkan dengan metafora penggembalaan, yakni hubungan antara “gembala dan domba”. Sejak awal sejarah karya penyelamatan, Allah menampilkan diri-Nya sebagai gembala. Sesuai konteks nomaden dan agraris saat itu, simbol gembala digunakan untuk Allah dan simbol domba untuk umat-Nya. Nabi Yesaya menggambarkan “seperti seorang Gembala, Allah menggembalakan kawanan ternak-Nya, dan menghimpunkannya dengan tangan-Nya; anak-anak domba dipangku-Nya, induk-induk domba dituntun-Nya dengan hati-hati” (Yes 40:11). Dalam metafora ini yang dimunculkan pertama-tama bukan aspek kekuasaan melainkan perhatian, cinta, dan tanggung jawab pastoral Allah terhadap umat-Nya. Dalam istilah gembala, terungkap peran Allah yang memimpin, menuntun, mengumpulkan, melindungi, dan memberi makanan kepada umat-Nya. Gembala-domba menandaskan relasi intim personal, perhatian, dan cinta Allah yang menjamin kebahagiaan seseorang.

Panggilan kegembalaan Allah ini terus menyapa Gereja sepanjang sejarah. Panggilan kegembalaan ini mendengung pertama-tama  untuk hierarki, gembala tertahbis, yang melanjutkan karya penggembalaan para rasul, yang telah dipilih oleh Yesus sendiri untuk menggembalakan kawanan domba-Nya (Yoh 21:15; bdk. KHK kan. 204). Paus menggantikan Santo Petrus (CD 1), para uskup menggantikan para rasul (LG 20), para imam (LG 28), diakon (LG 29) diurapi secara khusus dalam sakramen tahbisan untuk menjadi gembala Gereja. Semangat/spiritualitas kegembalaan mereka juga bertolak dari semangat atau  spiritualitas kegembalaan Allah sendiri.

Peran kegembalaan tersebut juga diemban oleh kaum awam (bdk. LG 43-47), dan biarawan-biarawati (PC,1-2), sebab melalui sakramen baptis mereka juga telah dimeterai untuk menjadi gembala (bdk. LG 30, 32-36). Konsili Vatikan II melalui dekrit Apostolicam Actuositatem menegaskan bahwa, “kaum awam ikut serta mengemban tugas imamat, kenabian, dan rajawi Kristus, menunaikan bagian mereka dalam perutusan segenap Umat Allah dalam Gereja dan di dunia” (AA 2; bdk. Kan. 204, par. 1, Kan. 849, Kan. 781). Lebih dari itu, tugas penggembalaan awam ini bukan berdasarkan delegasi hierarki, tetapi dari persatuan mereka dengan Kristus. Kalau para klerus disebut sebagai gembala tertahbis, maka para awam disebut sebagai gembala terbaptis. Guru Pendidikan Agama Katolik yang merupakan bagian dari gembala terbaptis ini memiliki tugas yang sama seperti awam pada umumnya untuk mengambil bagian dalam peran kegembalaan Allah berdasarkan rahmat sakramen pembaptisan yang telah mereka terima. Secara spesial, seorang Guru Pendidikan Agama Katolik mempresentasikan diri sebagai gembala berpedoman pada panggilannya sebagai pelayan pastoral di bidang pendidikan di sekolah.

Bentuk-bentuk Peran Kegembalaan Seorang Guru Pendidikan Agama Katolik di Sekolah

Seorang Guru Pendidikan Agama Katolik (PAK) menjalankan fungsinya sebagai seorang gembala atau pemimpin bagi siswa di sekolah dalam wujud atau bentuk-bentuk, antara lain seperti dijelaskan berikut ini:

Pertama, mengajar dan mendidik. Mengajar merupakan tugas utama seorang guru. Mengajar artinya memberikan ilmu pengetahuan kepada peserta didik, melatih skill, memberikan pedoman, bimbingan, merancang pengajaran, melaksanakan pembelajaran dan mengevaluasi aktivitas pembelajaran tersebut. Sedangkan mendidik adalah menanamkan nilainilai yang terkandung dalam setiap materi yang disampaikan kepada siswa-siswi. Dengan demikian diharapkan siswa dapat menghayati nilai-nilai tersebut dan menjadikannya bagian dari kehidupan siswa itu sendiri. Jadi peran dan tugas guru bukan hanya menjejali anak dengan semua ilmu pengetahuan (transfer of knowledge) dan menjadikan siswa tahu segala hal. Akan tetapi, guru juga harus dapat berperan sebagai pentransfer nilai-nilai (transfer of values).

Kedua, Memotivasi. Salah satu faktor eksternal yang berkaitan dengan peserta didik dalam seluruh proses pembelajaran dan pendidikan di sekolah adalah kehadiran seorang guru. Seorang guru memiliki peran penting sebagai sosok yang memberikan dorongan atau motivasi yang berpengaruh terhadap prestasi siswa di sekolah. Motivasi belajar siswa akan berkembang dengan baik, apabila guru mengajar dengan cara yang mengasyikan, seperti bersikap ramah, memberi perhatian pada semua siswa, serta selalu membantu siswa yang mengalami kesulitan belajar. Singkatnya, motivasi belajar akan bertumbuh dengan baik apabila guru memiliki kompetensi yang memadai.

Ketiga, Membimbing. Salah satu peran yang dijalankan seorang guru di sekolah adalah memberikan bimbingan kepada siswa. Bimbingan adalah suatu aktivitas pemberian bantuan kepada individu yang dilakukan secara berkelanjutan, supaya individu tersebut dapat mengenal dirinya sehingga ia sanggup memacu dirinya dan dapat bertindak secara wajar, sesuai dengan tuntutan dan keadaan lingkungan sekolah, keluarga dan masyarakat, serta kehidupan umumnya. Dengan demikian, ia dapat mengecap kebahagiaan hidup dan dapat memberikan sumbangan yang berarti bagi kehidupan masyarakat umumnya. Bimbingan membantu individu mencapai perkembangan dirinya secara optimal sebagai makhluk sosial.

Keempat, Memberi Teladan. Salah satu keprihatinan yang diangkat dalam Sinode III Keuskupan Ruteng 2013-2015 adalah memudarnya nilai-nilai Kekatolikan di sekolah-sekolah. Ditemukan banyak yang menjadi penyebabnya. Di antaranya disebabkan oleh faktor internal yang ditunjukkan lewat mentalitas yang serba instan dan  budaya hidup pragmatis, life style yang cenderung materialistis, konsumtif, dan hedonis pada diri setiap elemen pendidikan (siswa, guru, kepala sekolah, orangtua dan masyarakat).

Berhadapan dengan krisis pergeseran nilai seperti ini, seorang guru khususnya Guru Pendidikan Agama Katolik (PAK) harus memiliki semngat spritualitas sebagai “garam” dan “terang” bagi orang lain. Artinya seorang Guru Pendidikan Agama Katolik (PAK) dengan panggilan uniknya sebagai seorang gembala atau pemimpin wajib menjadi orang terdepan yang menghayati nilai-nilai kekatolikan, lewat kata dan perilaku hidup yang setiap hari. Ia harus mempunyai kualitas hidup yang mumpuni, mengungguli yang lain.

 

 

1.   Refleksi/ Pemaknaan atas Hasil Kajian Modul

Dunia pendidikan abad ke-21 ini mengalami perkembangan yang sangat pesat, dan akan terus berkembang, bukan saja dari sisi pengembangan ilmu, tetapi juga dari sisi metode pembelajaran. Khusus berkaitan dengan metode, seiring dengan kemajuan teknologi yang sebegitu cepat, maka metode pembelajaran juga akan berubah dengan cepat. Sudirman dan kawan-kawan menyebutkan paling tidak ada sebelas metode mengajar, yakni: metode ceramah, metode tanya-jawab, metode demonstrasi, metode karyawisata, metode penugasan, metode pemecahan masalah, metode diskusi, metode simulasi, metode eksperimen, metode penemuan (discovery-inquiry) dan metode proyek atau unit, quantum teaching, dan sebagainya. Bahkan saat ini untuk mengikuti les, peserta didik tidak perlu lagi berhadapan muka dengan pendidik, fasilitator atau tutor, namun bisa dengan model teleconference atau bahkan seorang peserta didik cukup hanya berhadapan dengan sebuah laptop atau gadged. Seperti misalnya dengan mengikuti program aplikasi belajar Ruangguru.com yang dikomandoi oleh Muhammad Iman Usman dan Adams Belva Syah Devara. Program belajar online ini diklaim telah diikuti oleh sekitar 10 juta murid (peserta didik) dan 200 ribu guru (pendidik). Tapi tentu saja program ini tidak gratis. Hal ini tentu berbanding terbalik dengan realitas bahwa kadang-kadang masih dijumpai adanya pendidik yang memiliki keterbatasan wawasan dan pengetahuan termasuk perkembangan metode dalam pelaksanaan proses belajar-mengajar.

Tetapi dengan begitu apakah metode-metode konvesional, seperti metode ceramah, diskusi, drama, dan sebagainya lalu boleh ditinggalkan begitu saja? Dianggap terlalu kuno yang perlu (harus) diganti dengan yang baru? Sesungguhnya kalau mau jujur, metode-metode yang ada sekarang ini adalah bentuk pengembangan dari metode-metode yang sudah ada sebelumnya. Sebagai contoh adalah metode pengajaran Yesus. Meskipun sudah berusia sekitar 2000 tahun, tetapi penerapan metode-etode pengajaran Tuhan Yesus itu sesungguhnya masih tetap relevan hingga saat ini. Untuk itulah tulisan ini mencoba untuk kembali menyegarkan ingatan kita, bahwa metode-metode semacam itu bukanlah metode yang usang. Tuhan Yesus sendiri telah melakukannya dan memberikan teladan dengan cara yang luar biasa. Tidak mengherankan bahwa sehabis pengajaran (atau khotbah)-Nya, orang lalu merasa heran, kagum, takjub dan tercengang-cengang menyaksikan cara dan pengajaran yang dilakukan oleh Tuhan Yesus. Dalam Injil Sinoptik saja bisa dijumai paling kurang 18 kali pemakaian kata ”takjub’’, yaitu 5 kali dalam Injil Matius, 7 kali dalam Injil Markus dan 6 kali dalam Injil Lukas. Semuanya merujuk kepada sikap pendengar setelah Tuhan Yesus menyampaikan pengajaran-Nya. Adakalanya maksud yang sama memang dipertukartempatkan dengan istilah ”heran”, yang oleh Alkitab Terjemahan BIS dipakai istilah ”kagum.” Semua ini dipakai untuk mengekspresikan perasaan dan emosi pendengar yang memang sangat takjub, kagum dan heran akan pengajaran dan apa yang dikatakan oleh Tuhan Yesus.

Sering kali saya sebagai guru bingung dengan aturan dan pedoman yang dibuat oleh pemerintah, harus bagaimana kita mengajar anak didik kita, padahal sebenarnya kita sudah mempunyai contoh dan teladan sebagai seorang guru. Sebagai umat Katolik tentu seharusnya kita sudah tahu siapa yang harus kita contoh dan teladani saat mendengar kata CINTA KASIH dan GURU.

Begitu banyaknya penegasan berkaitan dengan sosok dan tugas Yesus sebagai Guru yang penuh kasih di dalam Injil. Para murid pun melihat Yesus sebagai sosok yang penuh dengan pengetahuan, hikmat dan berwibawa, berkharisma dan spiritualis. Sang Guru dilihat oleh murid-murid-Nya sanggup menuntun mereka mencapai hidup dan kemuliaan. Karena itulah para murid menggantungkan diri kepada Yesus. Mereka rela belajar dari-Nya. Sebaliknya, Yesus sebagai Sang Guru, menuntut kesetiaan, kerendahan hati, iman dan percaya bahkan ketaatan sampai akhir dalam mengikuti perintah dan keteladanan-Nya.

Yesus sebagai manusia sejati pun belajar banyak pada masa kecil-Nya. Itu juga salah satu faktor yang membuat diri-Nya tampil sebagai Pengajar yang hebat. Pada peristiwa di jalan menuju Emaus, terlihat bagaimana kehebatan Yesus sebagai Pengajar menghadapi murid yang keliru, lamban dan dalam ketakutan. Dalam keadaan demikian, Sang Guru itu hadir, mendampingi, mendengar, mengajar dan bahkan melayani.

Yesus itu unik dalam kepribadian, dalam kehidupan bahkan pengajaranNya. PengajaranNya transformatif, mengubah hidup. Dia menawarkan dasar hidup dan sikap baru. Dia menghadirkan pendekatan baru terhadap hubungan manusia dengan Allah serta dengan sesama-Nya.

Kehidupan dan ajaran Yesus harus menjadi dasar filsafat guru Katolik. Pendekatan Yesus yang akrab, simpati, dan empati, bersifat mendorong dan menantang hingga mendesak untuk mengambil keputusan atau pilihan yang tepat.

Bagaimana Yesus menarik perhatian murid, membangun jembatan komunikasi, merumuskan dan mencapai tujuan-Nya, mengajukan dan menyelesaikan masalah, bercakap-cakap secara pribadi, bertanya dan menjawab pertanyaan, menguraikan pengajaran, mengemukakan contoh atau ilustrasi, menggunakan Kitab Suci, memakai situasi menjadi bahan pengajaran, memulai pengajaran, membuat perbandingan, memberi nilai terhadap apa yang diamati, menggunakan simbol, menghadapi pribadi, kelompok, maupun massa, mendorong dan bahkan mengajar anak-anak.

Ada empat hal yang menarik dari hidup dan pekerjaan Yesus sebagai pengajar.

Pertama, wewenang Yesus sebagai pengajar. Wewenang Yesus sebagai pengajar nyata dari pernyataan-Nya, pernyataan murid-murid dan pengakuan orang lain. Wewenang itu nyata pula dalam perbuatan kasih-Nya bagi banyak orang. Dia mengajar atas dasar Firman Allah serta secara cakap membaca hati orang-orang yang dihadapiNya.

Kedua, kehebatan Yesus dalam menghadapi murid-murid-Nya dengan latar belakang yang berbeda, bahkan ada yang belum berkembang, impulsif, berdosa, kacau pikiran, bodoh, berprasangka dan tidak stabil.

Ketiga, Yesus sebagai pribadi yang mengajar secara terus terang dengan tujuan yang jelas pula. Tujuan Yesus dalam mengajar adalah membentuk cita-cita luhur dalam diri para murid-Nya, membentuk keyakinan yang teguh, memiliki hubungan dengan Allah dan sesamanya. Para murid didorongNya agar kreatif menghadapi masalah hidup sehari-hari dan memiliki watak yang bagus dalam menjalankan tugas pelayanan. Pengajaran Yesus berhasil dalam rangka mengangkat derajat para murid, mengubah kehidupan mereka agar percaya kepada-Nya.

Keempat, Yesus adalah pengajar dengan visi yang jelas dan besar yakni berkaitan dengan Kerajaan Allah. Yesus senantiasa menyesuaikan pengajaran-Nya dengan keadaan dan kebutuhan para murid. Dia menyentuh suara hati mereka serta merangsang mereka untuk aktif berbuat. Bahan pengajaran Yesus diambil dari Perjanjian Lama diintegrasikan dengan peristiwa alam dan peristiwa yang hangat yang sedang terjadi. Dia menggunakan pepatah, ilustrasi, perumpamaan dalam memulai atau dalam menjalankan pengajaran. Susunan pengajaran pengajaran Yesus amat menarik, diawali pendahuluan, isi dan kesimpulan. Singkatnya, metode Yesus amat variatif karena mencakup cerita, ceramah dan tanya jawab.

Metode pengajaran Yesus sangat efektif sekarang sama seperti waktu Ia menggunakannya saat itu. Ide-Nya sangat bisa diadaptasikan ke semua jenjang pendidikan dan semua kurikulum.

Yesus Kristus Sang Guru, adalah pribadi yang realistis dan relasional, relevan bagi manusia, orotitatif dan efektif, serta aktif mendorong atau membangun semangat dengan kasih, penerimaan dan peneguhan (afirmasi) dengan metoda kreatif, unik, memikat dan terus berkembang.

Pola pengajaran Yesus yaitu pola pengajaran yang sangat baik karena Yesus mengajar menggunakan perumpamaan. Perumpamaan yang dilakukan oleh Yesus dapat diterima oleh murid-muridNya dengan baik karena dapat dimengerti dan dipahami. Guru Pendidikan Agama Katolik di Kota Madiun memahami bahwa pengajaran yang dilakukan oleh Yesus itu tidak hanya dengan perkataan saja melainkan juga dengan perbuatan. Praktek pola pengajaran Yesus bagi pengajaran guru Pendidikan Agama Katolik sungguh bermakna dengan harapan Pendidikan Agama Katolik yang diberikan dapat menguatkan iman peserta didik.

Saya sebagai guru Pendidikan Agama Katolik dapat meneladani Yesus dalam pelayanan dan pengajarannya. Mengingat bahwa sebagai guru Pendidikan Agama Katolik (PAK) juga harus mampu meneladani Yesus sebagai sang guru sejati maka sejatinya pula lah guru PAK mampu menjadi orang yang dapat diteladani oleh peserta didik. Pengajaran guru PAK hendaknya sungguh bersumber dari Kitab Suguru PAK hendaknya sungguh bersumber dari pengajaran Yesus yaitu Kitab Suci. Pelayanan dan pengajaran guru PAK hendaknya dilandasi oleh dasar cinta kasih, karena Yesus dalam pengajaranNya pun dilandasi oleh pelayanan dan pengorbanan diriNya. Tujuan pengajaran guru PAK bukan saja hanya mentransfer ilmu pengetahuan kedalam otak siswa, membimbing siswa, membantu murid, membimbing murid dan memahami murid tetapi lebih kepada menumbuhkembangkan iman peserta didik dengan cara menanamkan sikap cinta kasih dalam setiap kegiaatn yang ada.

Pada zaman sekarang ini pun, teladan yang diberikan oleh Yesus masih sangat sesuai dan bisa diaplikasikan ke dalam pengajaran di semua jenjang sekolah. Kita diharapkan dapat mencontoh pribadi Yesus Sang Guru dalam menghadapi situasi dan murid kita.

Semoga saya bisa menjadi pribadi yang transformatif seperti Yesus, terutama dalam tugas kita sebagai pendidik dan tenaga kependidikan, untuk membimbing generasi penerus bangsa menjadi pribadi yang lebih baik. Berkah Dalem.



Suara Numbei

Setapak Rai Numbei adalah sebuah situs online yang berisi berita, artikel dan opini. Menciptakan perusahaan media massa yang profesional dan terpercaya untuk membangun masyarakat yang lebih cerdas dan bijaksana dalam memahami dan menyikapi segala bentuk informasi dan perkembangan teknologi.

Posting Komentar

Silahkan berkomentar hindari isu SARA

Lebih baru Lebih lama