Isu-isu Moral Aktul Menurut Psikomoral Kristiani

Isu-isu Moral Aktul Menurut Psikomoral Kristiani



Setapak Rai Numbei (Dalan Inuk)Keluarga merupakan lembaga sosial yang paling kecil dan merupakan lembaga dalam masyarakat yang paling dasar. Dimana proses pengenalan jati diri serta proses sosialisasi yang pertama kali dilakukan, maka dari proses sosialisasi di dalam keluarga itulah seseorang akan memiliki bekal untuk dapat berinteraksi dan bersosialisasi dengan lembaga sosial yang lebih besar yaitu masyaraka.  Di sini akan dikaji persoalan-persoalan moral  yang terjadi saat ini yang mengganggu sendi-sendi institusi keluarga antara lain:

1.      LGBT

LGBT merupakan singkatan dari Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender. Lesbian merupakan sebutan terhadap perempuan yang menyukai sesama jenis perempuan. Gay adalah sebutan bagi laki-laki yang memiliki ketertarikan pada sesama laki-laki. Biseksual adalah sebutan untuk mereka yang bisa tertarik pada keduanya, baik kepada laki-laki maupun kepada perempuan. Sedangkan Transgender umumnya dipakai untuk menyebut mereka yang memiliki cara berperilaku atau berpenampilan berbeda atau tidak sesuai dengan jenis kelaminnya yang defakto dimilikinya.

Dalam menanggapi kasus LGBT, Gereja Katolik Roma memiliki sikap sebagai berikut:

1.      Menolak perkawinan sejenis karena menyalahi tujuan Allah terhadap perkawinan dan keluarga. Gereja tetap menerima LGBT namun tidak menyetujui perbuatannya.

2.      Menolak calon-calon Tahbisan Suci dan hidup religius yang melakukan perbuatan homoseksual.

3.      Menolak perlakukan diskriminatif terhadap LGBT.

Oleh karena itu pastoral Gereja terhadap LGBT adalah dengan meluruskan penafsiran yang keliru terhadap teks Kitab Suci mengenai LGBT, mendirikan lembaga advokasi LGBT serta terus menerus tanpa kenal lelah melawan bentu diskriminasi dan kekerasan terhadap LGBT.

2.      Perceraian

Perceraian adalah perpisahan secara hukum dari kedua orang yang telah menikah. Dewasa ini, perceraian diartikan sebagai pemutusan ikatan perkawinan, dan memberikan hak kepada kedua pihak untuk menikah dengan orang lain.

Perkawinan Kontrak

Perkawinan kontrak dilaksanakan dalam jangka waktu tertentu, dan adanya imbalan materi bagi salah satu pihak, serta ketentuan-ketentuan lain, yang diatur dalam suatu kontrak atau kesepakatan tertentu, jadi dalam kawin kontrak yang menonjol hanyalah keuntungan dan nilai ekonomi dari adanya perkawinan tersebut. Adanya kontrak atau kesepakatan tersebut yang menyebabkan kawin kontrak berbeda dengan perkawinan pada umumnya, karena memuat jangka waktu berakhirnya perkawinan maka perkawinan itu akan berakhir tanpa adanya putusan pengadilan, perceraian, atau kematian.

Masyarakat menilai bahwa kawin kontrak dimaknai sebagai upaya melegalkan bentuk perzinahan, perselingkuhan, dan upaya melepaskan diri dari tekanan kemiskinan. Namun untuk sebagian orang kawin kontrak agak terdengar asing karena tidak selalu ada di lingkungan mereka, bahkan kurang menyenangi perkawinan semacam ini ada di antara sebagian orang yang tidak suka terutama kaum wanita walaupun di antara mereka ada yang mengatakan perkawinan tersebut adalah halal.

 

3.      Alat-alat kontrasepsi dan Aborsi

Kontrasepsi menurut Konsili Vatikan II dalam Dokumen “Gaudium et Spes” tetap mempertahankan ajaran Tradisi sebelumnya mengenai kontrasepsi yang dihubungkan dengan perkawinan (no. 47-52). Dewasa ini martabat perkawinan dicemari oleh tindakantindakan manusia yang menodai kesucian perkawinan. Cinta perkawinan juga sering dicemarkan oleh cinta diri, gila kenikmatan dan ulah / cara yang tidak halal melawan timbulnya keturunan. Pemecahan masalah tentang pertambahan jumlah anak hendaknya tidak melawan ajaran Magisterium Gereja, apalagi dengan melakukan pembunuhan. Kehidupan sejak saat pembuahan harus dilindungi dengan sangat cermat (no.51). Moralitas tindakan manusia tidak hanya tergantung dari maksud atau alas an-alasannya saja. Posisi Katolik Roma terkait kontrasepsi secara resmi dijelaskan dan diungkapkan oleh Paus Paulus VI pada tahun 1968 melalui Humanae vitae. Kontrasepsi artifisial atau buatan dipandang jahat pada hakikatnya, tetapi metode-metode keluarga berencana alami secara moral diperbolehkan dalam beberapa kondisi sejauh tidak mengesampingkan cara alamiah konsepsi atau pembuahan.

Aborsi merupakan tindakan medis untuk mengakhiri kehamilan yang dilakukan dengan mengeluarkannya janin yang belum memiliki kemampuan untuk bertahan hidup di luar kandungan dari dalam rahim sehingga dapat menyebabkan janin mati. Gereja dengan tegas menolak adanya pengguguran dan mengajak kita untuk selalu menghormati hidup manusia sejak awal. Hidup adalah sesuatu yang baik. Itulah yang ditangkap secara naluri dan kenyataan pengalaman, dan manusia dipanggil untuk menangkap alasannya mendalam, mengapa begitu? Evangelium Vitae (1995) mengurai pertanyaan tadi terdapat di mana-mana di dalam Alkitab, dan sejak halaman-halaman pertama mendapat jawaban yang jelas-tegas dan mengagumkan. Santo Ireneus dari Lyon (1995) dengan definisinya, “manusia yang hidup kemuliaan Allah”. Manusia dikarunia martabat yang amat luhur, berdasarkan ikatan erat sekali yang menyatukannya dengan penciptanya.

4.      KDRT

Gereja katolik mengajarkan bahwa hukum yang utama adalah Kasih, maka kekerasan pada manusia lain adalah pelanggaran hukum utama gereja. Ketika mengalami kekerasan keluarga yang telah diberkati dengan sakramen suci pernikahan, maka korban dapat bertanya, “Bagaimana mungkin kekerasan yang saya alami ini bisa membuat saya mempertahankan janji saya dulu untuk bersama dalam suka dan duka?” Seharusnya, adalah tugas gereja membantu korban memahami bahwa menghentikan kekerasan bukanlah membatalkan janji pernikahan.

Berbicara hukum terkait dengan kekerasan dalam rumah tangga sebenarnya ada dua hal yang perlu diperhatikan yaitu kekerasan dalam rumah tangga bila dinilai dari kacamata hukum dunia, jelas hal kekerasan dalam rumah tangga sudah melanggar aturan dan undangundang. Bahkan dengan tindak kekerasan dalam rumah tangga bisa saja akan dikenakan pasal KUHP yang sudah ditetapkan dalam Negara Indonesia. Banyak sekali yang menyatakan dalam undang-undang Indonesia jika KDRT memang salah satu tindak criminal bahkan akan mendapatkan hukuman yang sangat berat. Terlepas dari hukum yang ada di undang-undang, kekerasan dalam rumah tangga juga jelas melanggar aturan yang ada dalam norma budaya dan juga melanggar peraturan yang ada dalam ajaran agama terlebih dalam ajaran agama Kristen.

Dalam rumah tangga, pasangan suami isteri menjalani kehidupan rumah tangga mereka dengan dasar kasih, terlebih-lebih kepada pasangan suami-ister yang merupakan orang percaya, mereka harus menerapkan kasih dalam hubungan keluarga mereka. Selanjutnya, suamilah yang harus menjadi teladan dalam menerapkan kasih dalam kehidupan keluarganya. Dalam ayat ini sangat jelas bukan jika suami tidak seharusnya bertindak semaunya kepada istrinya melainkan harus memiliki kasih sabagaimana Kristus mengasihi jemaat. Ayat ini juga mengajarkan jika suami harus rela berkorban untuk istrinya tanpa alasan apapun. Perilaku tersebut juga termasuk dalam contoh kebudayaan yang sesuai dengan iman kristen. Sangat jelas sekali dengan beberapa ayat diatas jika kekerasan dalam rumah tangga sangat bertentangan dengan ajaran agama Kristen. Bahkan hal tersebut sudah disampaikan dalam Alkitab.

Dari awal sejarah mencatat bagiamana manusia berpikir bahwa perempuan harus berada di bawah kepeimpinan laki-laki, sehingga perempuan dalam pikiran manusia adalah rendah. Thomas Aquanias yang menyoroti dan menanggapi pendapat Aristoteles tentang ketidak sempurnaan perempuan sebagai seorang lelaki.14 Perempuan tidak sempurna, sebenarnya merujuk kepada perempuan yang ketika menikah maka dia harus berada di bawah kepemimpinan suaminya (laki-laki), tetapi bukan berarti laki-laki bebas berbuat sewajarnya kepada perempuan. Saling menghormati dan menghargai adalah salah satu cara supaya keluarga itu tetap memiliki damai dan sukacita, sehingga dengan hal ini maka Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) tidak akan terjadi.

Dalam konteks pendidikan, kekerasan sering dikenal dengan istilah bullying. Bullying biasanya dilakukan oleh orang yang merasa dirinya lebih kuat terhadap orang yang lebih lemah darinya. Artinya, pelakunya bukan hanya guru ke siswa, namun juga siswa ke siswa bahkan siswa ke guru.

 

 

 

 

1.   Refleksi/ Pemaknaan atas Hasil Kajian Modul

Setelah membaca modul Psiko Moral Kristiani khususnya Kegiatan belajar 3 tentang Psiko Moral sosial saya dapat  memahami dan bisa menjelaskan isu-isu moral sosial yang aktual  Serta menerapkan prinsip-prinsip moral  sesuai dengan ajaran iman kristiani. Di sini saya akan merefleksikan tentang cinta kasih dan komunikasi dalam keluarga.

Keluarga merupakan kelompok sosial pertama, sebagai salah satu lembaga dasar yang melaluinya terbentuklah norma sosial yang akan diteruskan oleh individu anggota keluarga. Keluarga mempunyai fungsi-fungsi pokok yaitu: fungsi proteksi (perlindungan), fungsi sosialisasi, fungsi pendidikan, fungsi Agama, fungsi ekonomi, fungsi afeksi, fungsi pengawasan sosial, dan fungsi pemberian status. Namun, dalam masyarakat modern terjadi pergeseran sebagian besar fungsi keluarga kepada unit sosial lain diera modern ini masyarakat telah banyak mengalami perubahan, tidak menutup kemungkinan sebagian dari fungsi keluarga mengalami pergeseran. Misalnya, sosialiasi dalam keluarga relatif berkurang tergantikan peran media massa, televisi, dan internet. Dalam fungsi pendidikan, penanaman nilai-nilai dan norma yang berfungsi mendukung perkembangan anak diambil oleh instansi/lembaga seperti sekolah dan lembaga pengasuhan khusus anak. Hal ini biasanya terjadi pada keluarga yang lebih banyak disibukkan ada kepentingan di luar keluarga atau pekerjaan/karir, sehingga penanaman nilai dalam keluarga akan semakin berkurang. Dalam fungsi afeksi (kasih sayang) semakin memudar, karena dalam proses perkembangan anak menuju dewasa akan mencari kesenangan di luar lembaga keluarga. Dalam fungsi pengawasan, sekarang kebanyakan orang tua hanya mengawasi anaknya menggunakan telfon, SMS, BBM, Whatsapp, Facebook, dsb. Sedangkan dalam fungsi ekonomi, Laki-laki selalu identik dengan pencari nafkah dalam keluarga, sekarang mulai bergeser dimana perempuan juga bisa menjadi pencari nafkah dalam keluarga. Akan tetapi ketika perempuan telah digiring dalam angkatan kerja yang berupah, yang menuntut tenaga dan waktu perempuan, beserta berbagai aturan kerja, maka siapakah yang akan menangani urusan domestik?, apabila mereka (perempuan) telah masuk dalam dunia kerja, bagaimanakah mereka menjalankan peran domestiknya?

“Keluarga dalam arti sempit (keluarga inti) mencakup suami-istri dengan anak-anaknya. Dalam arti luas, keluarga juga mencakup seluruh sanak-saudara (famili). Keluarga merupakan kesatuan sosial berdasarkan hubungan biologis, ekonomis, emosional dan rohani yang bertujuan mendidik dan mendewasakan anak-anak sebagai anggota aneka masyarakat luas dan terbatas. Dasarnya adalah ikatan perkawinan ayah - ibu” (Ensiklopedi Gereja, CLC, Jkt,’92).

Setiap orang tentu berasal dari sebuah keluarga, sebab dari keluarga itulah ia ada. Memang, sumber hidup kita ialah Tuhan, tetapi Ia mengalirkannya lewat keluarga. Ayub sebagai bapak keluarga berkata, “Hidup dan kasih setia Kau karuniakan kepadaku” (Ayb 10:12). Sebagai anak atau sebagai ayah dan ibu, kita mengambil bagian dalam proses hidup ini. Menghormati keluarga, berarti menghormati hidup kita sendiri sekaligus menghormati Sang Pemberi hidup.

Dengan memasuki kehidupan perkawinan dan keluarga sebenarnya mulai menerima suatu tugas dan karier pokok menuntut banyak kebajikan, keterampilan dan pandangan yang luas. Untuk hidup dengan mantap dalam perkawinan dan keluarga orang membutuhkan kesabaran seorang guru, rasa adil seorang hakim, keahlian seorang psikolog, kegesitan diplomasi seorang negarawan, semangat berkorban seorang dokter, seni humor seorang pelawak, keramahtamahan seorang pramugari, belas kasihan seorang pengampun.

Memang perkawinan dan hidup keluarga merupakan suatu tugas dan karier yang utama. Segala tugas dan karier yang lain bersifat tambahan dan sekunder jika dibandingkan dengannya.

Kewajiban dan tanggung jawab keluarga bisa terarah ke dalam dirinya sendiri, tetapi juga terarah keluar, ke masyarakat. Jadi perkawinan dan hidup keluarga berdimensi misioner pula.

Cinta Kasih dan Komunikasi dalam Keluarga

a.  Pentingnya Cinta dalam Hidup Manusia

Kita bisa hidup dan berkembang sebagai manusia karena perhatian dan cinta yang kita terima dan alami dari orang lain, dan karena cinta yang kita berikan kepada orang lain. Seluruh ajaran dan perbuatan Kristen justru berdasarkan pada cinta. “Hendaklah kamu saling mencintai seperti Aku telah mencintai kamu”. (Yoh 15:12).

Cinta membahagiakan orang dan memungkinkan manusia berkembang secara sehat dan seimbang. Cinta yang jujur dan persahabatan sejati antarmanusia memungkinkan perwujudan diri yang sehat dan seimbang, menghindarkan gangguan psikis, dapat menyembuhkan orang yang menderita sakit jiwa.

Jadi, apabila manusia belajar memberikan cinta dan menerima cinta, ia dapat sembuh dari perasaan kesepian dan banyak gangguan emosional. Selain itu cinta adalah kekuatan aktif dalam diri manusia, kekuatan yang mempersatukan manusia dengan sesamanya, namun membiarkan manusia tetap menjadi dirinya sendiri, membiarkan manusia mempertahankan keutuhan sendiri.

b. Membina Cinta dalam Keluarga

Haruslah dilihat bahwa tujuan perkawinan pertama-tama ialah membina cinta kasih antara suami-istri, menjalin hubungan perasaan yang mesra antara kedua partner yang ingin hidup bersama untuk selama-lamanya.

1.     Cinta kasih yang menghargai teman hidup sebagai partner

Kebahagiaan di dalam hidup keluarga tidak terjadi begitu saja secara otomatis setelah mempelai menerima berkat di Gereja dan diresmikan perkawinannya, tetapi kebahagiaan itu masih harus dibentuk dan dibangun, diwujudkan terus-menerus lewat perbuatan nyata sehari-hari.

Maka dari sebab itu agar cinta dalam hidup berkeluarga semakin hari semakin bertumbuh dan berkembang, perlu suasana “partnership” antara suami-istri. Partnership berarti persekutuan atau persatuan yang berdasarkan prinsip kesamaan derajat sehingga kedua-duanya menjadi “partner” yang serasi dalam memperjuangkan kepentingan bersama.

Perkawinan yang berpola partnership pada dasarnya bukan soal nafsu, uang, kenikmatan atau mendapat keturunan, melainkan lebih merupakan suatu usaha bersama suami istri untuk saling memperkaya, melengkapi dan membahagiakan baik sekarang maupun di masa akan datang.

Partnership atau persatuan antara pria dan wanita sebagai suami-istri memang dari sendirinya cenderung terarah kepada pribadi yang tetap untuk memperoleh keturunan, namun tidak semata-mata demi keturunan, melainkan keturunan hanya menyempurnakan partnership antara suami istri.

2.     Cinta kasih yang menyerahkan dirinya sendiri

Cinta kasih dalam hidup perkawinan sangat menuntut suatu sikap penyerahan diri yang total, bukan hanya setengah-setengah saja. Kedua partner harus saling menyerahkan diri kepada yang lain tanpa reserve atau tanpa perhitungan untung rugi bagi dirinya (tanpa pamrih) dalam bersama-sama membangun persatuan hidup, membangun kebahagiaan keluarga dengan sumbangan yang berbeda, sesuai dengan kodrat/peranannya masing-masing sebagai suami-istri.

Namun, arti perkawinan sebagai persekutuan hidup dalam cinta kasih seumur hidup bisa mengarah ke dua kemungkinan: menjadi semakin berkembang atau semakin merosot. Justru di sinilah menjadi nyata bahwa cinta yang sudah dimulai dan diabadikan, harus senantiasa diperjuangkan, dipertahankan dan dibina terus-menerus dalam sikap saling membantu, saling melayani, saling mengerti dan memaafkan kekurangan masing-masing, saling memperhatikan kebutuhan partner.

 

c. Komunikasi dalam Keluarga

Berkomunikasi berarti menyampaikan pikiran dan perasaan kita kepada pihak lain. Berkomunikasi tentang hal-hal yang sama-sama diketahui dan dirasakan akan terasa jauh lebih mudah dari pada mengenai bidang yang khas dunia sendiri. Namun, untuk mencapai keserasian hubungan antarmanusia, untuk mencapai saling pengertian, justru yang paling perlu dikomunikasikan adalah dunia sendiri itu. Dunia suami, dunia istri, dunia anak-anak yang sering sangat berbeda. Maka dalam berkomunikasi ada banyak hal yang harus diperhatikan, antara lain berikut ini:

1.     Mendengarkan
Semua orang yang tidak tuli bisa mendengarkan. Akan tetapi, yang bisa mendengar belum tentu pandai pula mendengarkan. Telinga bisa mendengar segala suara, tetapi mendengarkan suatu komunikasi harus dilakukan dengan pikiran dan hati serta segenap indra diarahkan kepada si pembicara.
Banyak di antara kita yang merasa bahwa mendengarkan itu tak enak, sebab memaksa kita untuk menunda apa yang kita sendiri mau katakan. Betapa seringnya kita tidak mendengarkan ketika orang lain berbicara karena kita sibuk sendiri memikirkan apa yang mau kita katakan. Mendengarkan dengan baik harus kita pelajari kalau betul-betul ingin membangun keluarga yang harmonis.

2.     Keterbukaan
Penilaian seseorang tidak mutlak benar. Oleh karena itu, sukar terjadi komunikasi yang mengena dengan orang yang tegar dalam penilaiannya, seakan-akan itu sudah fakta mutlak yang tidak bisa ditawar lagi. Orang bisa begitu menutup diri terhadap masukan dari pihak lain yang bertentangan dengan penilaian sendiri. Setiap orang boleh, bahkan sepatutnya mempunyai sistem nilai, mempunyai keyakinan, mempunyai sikap, mempunyai pandangan, mempunyai kepercayaan dan pendidikan. Akan tetapi, ia tidak mempunyai kemauan berkomunikasi kalau ia tertutup untuk mendengarkan, mencernakan masukan dari pihak lain.
Orang yang mau senantiasa tumbuh sesuai dengan zaman, adalah orang yang terbuka untuk menerima masukan dari orang lain, merenungkannya dengan serius, dan mengubah diri apabila perubahan dianggapnya sebagai pertumbuhan ke arah kemajuan. Ada pun masukan dari pihak lain hanya terjadi melalui komunikasi dengan orang lain. Anda sudah sering mengalami, betapa enaknya berbicara dengan orang yang mempunyai sikap terbuka. Terbuka untuk menyatakan dan terbuka untuk mendengarkan. Terbuka untuk menyatakan diri dengan jujur, terbuka pula untuk menerima orang lain sebagaimana adanya.
Keterbukaan tidak hanya menyangkut keyakinan dan pendirian mengenai suatu gagasan. Keterbukaan dalam berkomunikasi untuk menuju pertumbuhan melibatkan juga perasaan, seperti kecemasan, harapan, kebanggaan, kekecewaan. Dengan lain kata, diri kita seutuhnya. Anggota keluarga yang saling terbuka, akan membangun keluarga yang sejahtera lahir-batin.

 


Suara Numbei

Setapak Rai Numbei adalah sebuah situs online yang berisi berita, artikel dan opini. Menciptakan perusahaan media massa yang profesional dan terpercaya untuk membangun masyarakat yang lebih cerdas dan bijaksana dalam memahami dan menyikapi segala bentuk informasi dan perkembangan teknologi.

Posting Komentar

Silahkan berkomentar hindari isu SARA

Lebih baru Lebih lama