Ketua Umum LPAI Seto Mulyadi saat ditemui di Dharma
Negara Alaya, Denpasar, Bali, Senin (18/12/2023). Foto: Ni Made Lastri Karsiani
Putri/detikBali. |
Dia pun merasa terpanggil untuk menangani kasus
tersebut. Seto menegaskan segera berkoordinasi dengan Ketua LPAI Provinsi NTT.
"Kami betul-betul tidak bisa membiarkan kasus
ini. Kami juga akan mendorong semua pihak termasuk pemerintah daerah untuk
serius menangani kasus ini," jelasnya saat ditemui di Dharma Negara Alaya,
Denpasar, Bali, Senin (18/12/2023).
Menurutnya, kasus tersebut merupakan fenomena gunung
es yang didasari oleh masalah kemiskinan ataupun paradigma keliru mengenai
anak. Seolah-olah anak-anak adalah kaum lemah yang boleh saja dikorbankan demi
kepentingan-kepentingan lain orang dewasa.
Seto menilai apabila fenomena tersebut dibiarkan
merebak, maka dapat menghancurkan generasi sekarang.
"Berarti kita akan menghadapi tahun 2045 bukan
generasi emas tapi, generasi cemas," ujar Seto.
"Jadi, mohon ini mendapat perhatian sepenuhnya
bukan hanya Pemprov NTT tapi, juga pemda lain. Kalau merasa atau mungkin
dilaporkan oleh masyarakat atau media bahwa ada pelanggaran-pelanggaran atau
ekploitasi seksual terhadap anak-anak," sambungnya.
Seto juga mengingatkan agar pemimpin daerah peduli
akan perlindungan anak dan pemenuhan hak anak. Sebab, anak memiliki hak untuk
tumbuh dan berkembang.
"Termasuk juga hidup akan bermasalah manakala
anak-anak tidak terlindungi. Termasuk dalam rangka pemilu. Pilihlah pemimpin
yang peduli pada perlindungan anak," katanya.
Menurut Seto, dalam melindungi anak-anak dari
jeratan prositusi diperlukan peran warga sekitar, bukan dari keluarga saja.
"Ada RT, RW, namanya rukun tetangga. Jadi,
mohon rukun, saling peduli, dan terakhir tentu pemerintah daerah. Jadi, ini
yang paling utama karena tugas melindungi anak pertama adalah pemerintah, kedua
masyarakat, dan ketiga oran tua," imbuhnya.
Seperti diberitakan sebelumnya, berdasarkan hasil
pemetaan Komisi Penanggulangan AIDS Daerah (KPAD), sedikitnya 507 perempuan di
Lembata, terdeteksi menjadi wanita pekerja seks komersial (PSK). Data itu
dikumpulkan pada rentang waktu 2015 sampai 2023.
Para remaja yang terjebak prostitusi anak itu
kebanyakan berusia 15 tahun. Ada juga yang sudah memasuki usia dewasa, 18
sampai 19 tahun.
Mirisnya, beberapa dari mereka ada yang berangkat ke
sekolah naik ojek. Agar bisa naik gratis, mereka bisa saja berhubungan seks
dengan tukang ojek. Biasanya, mereka memasang tarif antara Rp 20 ribu sampai Rp
50 ribu sekali kencan. *** detik.com