Berdasarkan survei Indobarometer terbaru, terjadi
peningkatan minat politik di kalangan pemilih milenial untuk Pemilu 2024
mendatang. Tercatat 62,8% responden usia muda menyatakan akan menggunakan hak
pilihnya, angka ini lebih tinggi dibandingkan partisipasi kelompok serupa pada
Pemilu 2019 silam. Meningkatnya angka tersebut menunjukkan antusiasme generasi
muda kini jauh lebih besar dalam menyongsong pesta demokrasi lima tahunan
negara.
Faktor yang
Mempengaruhi Ketertarikan dan perhatian pemilih milenial terhadap Pemilu 2024
Salah satu faktor yang memengaruhi adalah makin
meleknya generasi milenial terhadap pemanfaatan teknologi dan media sosial
untuk aktivitas politik. Survei We Are Social 2022 melaporkan, penetrasi
pengguna internet di Indonesia sudah mencapai 73,7% dari total populasi atau
sekitar 204,7 juta orang (Databoks, 2022). Adapun pengguna aktif media sosial
mencapai 160 juta atau 59% dari jumlah penduduk (Katadata, 2022). Dengan
demikian, kemudahan mengakses informasi politik secara digital juga turut
mendorong antusiasme golongan muda dalam menyambut pesta demokrasi.
Selain itu, munculnya sosok politikus yang relatif
muda juga dimungkinkan menjadi daya tarik tersendiri. Seperti diketahui,
pemimpin partai seperti Gerindra dan Demokrat kini telah beralih ke tokoh yang
lebih muda, yakni Prabowo Subianto (61) dan Agus Harimurti Yudhoyono (40).
Begitu pula sejumlah cagub dan cawagub dari partai besar yang berusia 30-40an
seperti Ridwan Kamil (50) dan Emil Dardak (38). Dengan demikian,
kandidat-kandidat potensial ini juga lebih mudah diterima oleh kalangan pemilih
milenial.
Walaupun demikian, tingkat partisipasi politik
generasi muda masih menghadapi tantangan. Survei yang dilakukan IDN Times pada
2021 menemukan hanya 37,2% generasi milenial yang benar-benar tertarik dengan
isu kebijakan publik (Katadata, 2022). Selebihnya masih apatis, bosan dan sinis
dengan politik. Salah satu penyebabnya adalah kurangnya pemahaman politik dan
literasi digital pada sebagian generasi muda.
Di sisi lain, masih terjadi kesenjangan yang cukup
lebar antara aspirasi dan kepentingan pemilih milenial dengan agenda serta
program kerja yang ditawarkan oleh partai-partai politik besar di arus utama.
Sejumlah survei menunjukkan bahwa mayoritas golongan muda masih merasa
"didengar tetapi tidak dipahami" oleh elite politik konvensional
dalam hal tuntutan kebijakan yang sesuai dengan dinamika generasi saat ini.
Akibatnya, sistemik sinisme pun kerap muncul di
kalangan pemilih usia muda, yang ditandai dengan ketidakpercayaan bahkan
antipati terhadap berbagai institusi formal termasuk partai politik. Kondisi
paradoks ini jelas berpotensi menurunkan partisipasi politik secara
keseluruhan, yang pada gilirannya dapat melemahkan kedaulatan rakyat sebagai
fundamen negara demokratis.
Oleh karena itu, berbagai pihak perlu berinovasi
guna menarik minat generasi milenial dalam berpartisipasi politik. Platform
digital yang inovatif serta konten kampanye yang sesuai dengan selera pemilih
muda patut terus dikembangkan agar mereka semakin tertarik dan antusias. Di
sisi lain, para kandidat politik juga sebaiknya merumuskan kebijakan konkret
yang menyentuh persoalan aktual pemilih milenial, misalnya terkait lapangan
pekerjaan, kewirausahaan, maupun akses pendidikan yang lebih terjangkau.
Dengan berbagai terobosan dan inovasi dari para
pemangku kepentingan, baik kandidat, partai politik, penyelenggara Pemilu
maupun kalangan aktivis demokrasi itu sendiri, besar harapan agar antusiasme
pemilih dari kalangan milenial untuk memberikan suaranya pada Pemilu 2024
benar-benar dapat ditingkatkan secara optimal. Partisipasi politik golongan
muda yang semakin massif, segar dan dinamis tersebut diharapkan dapat membuat
pesta demokrasi lima tahunan ke depan tidak hanya didominasi oleh
pemilih-pemilih senior yang bersifat konvensional, melainkan juga diramaikan
dengan beragam aspirasi segmen pemilih milenial dengan berbagai latar belakang
dan kepentingannya.
Suatu kondisi yang pada gilirannya dapat memperkuat
legitimasi hasil demokrasi dan meningkatkan kualitas kebijakan publik yang dihasilkan
lewat mekanisme politik dan pemerintahan yang ada. Sejumlah riset menunjukkan
bahwa partisipasi politik kelompok milenial yang tinggi berkorelasi dengan
munculnya kebijakan inovatif yang lebih responsif terhadap beragam isu
kontemporer seperti kesetaraan gender, keberagaman, penanggulangan perubahan
iklim, dan pemanfaatan teknologi itu sendiri.
DAFTAR BACAAN
Katadata. (2022). Pemilu 2024, ada 185,7 juta
pemilih potensial.
https://katadata.co.id/desysetyowati/digital/63dd19b168bd2/pemilu-2024-ada-1857-juta-pemilih-potensial
Kumparan. (2022). 62,8 Persen Pemilih Milenial
Bilang Akan Gunakan Hak Pilih di 2024.
https://kumparan.com/kumparannews/628-persen-pemilih-milenial-bilang-akan-gunakan-hak-pilih-di-2024-1xF62RvjAwg/full
Databoks. (2022). Data Utamanya, Ini 7 Fakta Menarik
Pengguna Internet Indonesia 2022.
https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2022/09/28/data-utamanya-ini-7-fakta-menarik-pengguna-internet-indonesia-2022
Katadata. (2022). Hanya 37% Milenial yang Antusias
Pemilu 2024. https://katadata.co.id/safrezi/berita/629d5b044a38f/hanya-37-milenial-yang-antusias-pemilu-2024