Natal dan Inspirasi Sikap Politik Rakyat (Secarik Catatan Musim Kemarau 2023)

Natal dan Inspirasi Sikap Politik Rakyat (Secarik Catatan Musim Kemarau 2023)



Setapak Rai Numbei (Dalan Inuk)Natal bagi umat Kristiani dimaknai sebagai peristiwa kelahiran Juru Selama ke dunia. Yesus sebagai yang disebut Mesias yang dinantikan lahir ke dunia kurang lebih 2000 tahun yang lalu. Kelahiran ini dihayati dan dipercaya sebagai pembebasan dan penebusan dosa bagi seluruh manusia di dunia. Akibatnya, Natal dirayakan dengan meriah melalui ornamen, ekspresi, dan upaya masyarakat menciptakan nuansa sosial yang didesain seakan-akan semuanya sungguh amat gembira.

Sudah terlalu sering jika Natal dihubungkan dengan kelahiran Juru Selamat. Namun dari semua itu, apa artinya? Dalam perkembangan tatanan peradaban kita, sudah amat biasa jika Natal dihubungkan dalam konteks teologi dogmatik seperti halnya yang sering didengar oleh umat Kristiani melalui khotbah pendeta atau pastor di misa setiap malam Natal. Namun, apa signifikansinya jika hingga saat ini Natal dimaknai hanya dalam konteks tersebut?

Nyatanya, ilmu pengetahuan dan haluan pemikiran telah berkembang dan memungkinkan manusia bisa melihat perspektif yang memiliki diferensiasi, namun tidak menghilangkan esensi, termasuk juga tentang memaknai natal dalam konteks teologi politik menjelang pemilu atau Natal sebagai inspirasi sikap politik rakyat.

Dari sudut pemaknaan yang berbeda, makna Natal mestinya bisa menjadi saat yang tepat bagi umat Kristiani untuk membongkar kembali realitas atau masalah yang sedang terjadi di masyarakat. Misalnya bertanya, bagaimana makna Natal dapat menjadi spirit iman untuk memberi atensi pada masalah masyarakat yang tengah terjadi?

Atau, pada akhir tahun 2023 ini, momentum kenegaraan dan kebijakan pemerintah apa yang akan muncul? Atau, pada maksud yang lebih kontekstual, akhir-akhir ini cuaca politik elit dan lapisan bawah masyarakat sedang ramai menyambut Pemilu 2024, lantas bagaimana memaknai pesan Natal dalam melihat situasi politik atau pemilu kita?

Saya amat percaya, keyakinan dan iman perlu dikontekstualisasikan pada situasi sosial kemasyarakatan dengan maksud bahwa iman menuntun pikiran, perkataan, dan perbuatan masyarakat untuk memberi respons pada masalah kelompok marginal atau yang terpinggirkan, termasuk memberi respons pada ancaman demokrasi kita yang saat ini dijalankan oleh sekelompok penguasa yang merawat nepotisme, korupsi, dan menumbuhkan oligarki dengan amat jitu.

Semangat ini mengingatkan saya pada spirit Gustavo Gutierrez tentang Teologi Pembebasan yang ia hidupi dalam panggilan kerasulannya sebagai Imam Dominikan. Untuk membongkar dan memantik pesan baru tentang Natal di saat ini, khususnya pesan Natal tentang spirit yang perlu dibangun umat Kristiani menjelang pemilu, setidaknya ada beberapa hal yang perlu menjadi tawaran berpikir kita.

Pertama, membantah standarisasi nilai di masyarakat tentang "kandang" tempat Yesus dilahirkan oleh ibunya, Maria. Saya pikir, kita semua sungguh mengerti situasinya bahwa sejak dahulu kandang memang seperti itu bentuknya, kotor, bau dan berdebu. Amat berbeda jika dibandingkan dengan kandang pada zaman modern saat ini, atau kontemporer. Kandang tempat kita merayakan kelahiran Yesus dibuat dengan bentuk gedung (gereja) yang megah dan indah, ekspresi ini harus diakui sebagai sebuah penghayatan iman melalui upaya membangun (gedung, kapel, dan lain-lain), namun bukan itu soalnya.

Masalahnya, kita (umat Kristiani dan semua orang yang menghayati Natal) sering menyematkan kandang dengan dimensi kehinaan, kesengsaraan, tempat para kaum marginal yang membuat kita berfikir seolah-olah Yesus memang ditakdirkan untuk lahir di kandang sebagai tempat hina dalam pandangan kita. Sejak saya mengenal dan membaca Kitab Suci sungguh tidak saya temukan anggapan di dalamnya bahwa lahir di kandang bagi Yesus merupakan penggambaran pada situasi kehinaan atau kesengsaraan. Lalu, mengapa kita menilai kandang sebagai simbol kesengsaraan?

Kedua, akibat dari sebab pertama di atas, situasi dan cara pandang kita tentang kepemimpinan menjelang pemilu menjadi turut berubah. Kita lupa, demokrasi adalah upaya meramu tatanan kehidupan yang adil bagi seluruhnya dan memungkinkan siapapun untuk berkesempatan hidup dengan rasa aman, adil termasuk kesempatan memimpin tanpa dibatasi oleh status sosial, ras dan kedudukan lainnya. Akibatnya, kita melupakan satu hal lagi bahwa Yesus yang merupakan anak dari orangtua yang amat sederhana adalah seorang yang kemudian diangkat sebagai raja dan merupakan pemimpin yang tulen dalam membawa perubahan; memiliki pengikut (rakyat yang dipimpinnya dengan ajaran keselamatan).

Natal tidak hanya mengajarkan kita bahwa 2000 tahun lalu seorang anak manusia yang telah diramalkan akan lahir di kandang ternak dan kemudian mati di kayu salib untuk menebus dosa. Selain itu, Natal menjadi pengingat bagi kita bahwa kepemimpinan yang dipilih dalam pemilu kita memungkinkan pilihan kita diberikan kepada calon pemimpin yang bukan lahir (sebagai calon) karena privilese, kepemilikan kuasa, kepemilikan modal dan akibat adanya relasi keluarga (dinasti). Yesus ingin menunjukkan bahwa orang biasa juga bisa memiliki kesempatan untuk memimpin.

Ketiga, pemilu sebagai risiko. Pemilu bagaikan dua mata koin yang berbeda dengan kemungkinan yang hampir sama untuk muncul. Pemilu memungkinkan terpilihnya pemimpin yang baik, cukup baik, cukup buruk dan amat buruk. Pilihan pemilih menentukan risiko yang akan muncul, tentang nasib bangsa dan seluruh tatanan di dalamnya. Makna Natal dalam konteks ini mengajarkan kita tentang keselamatan bangsa menjelang pemilu sebagai risiko kita menentukan pilihan politik di bilik suara.

Jika kita melihat kisah kelahiran Yesus, tentu tidak bisa dilepaskan dari Yosef yang berani mengambil risiko dan menerima konsekuensi (penghakiman sosial) karena menerima Maria sebagai istrinya yang mengandung entah karena siapa. Risiko ini dipilih Yosef tanpa ragu, dan ketika kita membongkar sisi lain dari keputusan ini, amat erat kaitannya menilai Yosef sebagai seorang yang amat memaknai iman sebagai dasar mengambil keputusan. Keyakinan tentang Maria yang mengandung dari Roh Kudus membuat keputusan terjadi.

Peristiwa ini mengajarkan kita tentang kritisisme dan penghayatan yang utuh dalam menentukan keputusan memilih pemimpin. Atau, dengan kata lain Yosef tidak terjebak pada kenyataan bahwa Maria telah mengandung dan dia bukan ayah dari bayi yang dikandung, Yosef melihat dengan sisi lain bahwa Maria mengandung dari Roh Kudus. Artinya, pesan ini nampaknya mengajarkan kita untuk tidak terjebak pada gimmick dan trend dari politisi yang menghalau kritisisme kita dalam menentukan pilihan dan melihat fenomena.

Pada akhirnya, secara keseluruhan, tulisan ini ingin mengangkat alternatif baru tentang cara kita memaknai Natal sebagai upaya menciptakan kebaikan bersama masyarakat melalui pemilu dengan harapan bahwa di tengah kebingungan rakyat dalam memberi sikap secara politik menjelang pemilu, Natal dimaknai kontekstual dan menjadi inspirasi sikap politik kita.

Walaupun tidak hanya terbatas pada pemilu, namun yang lebih penting dan progresif, sebenarnya Natal sungguh tidak terbatas, Natal memungkinkan kita membuat perubahan, memulai gerakan sosial bersama atau solidaritas dan membawa semangat membongkar hegemoni kekuasaan yang membius masyarakat kita dengan segala atribut kekuasaan yang dimilikinya. Natal menjadi momentum lahirnya kepemimpinan populis, yang lahir dari rahim kesederhanaan, kemiskinan dan berdiri serta tumbuh subur untuk memperjuangkan status sosial dan mengupayakan kesederajatan kelas.

Natal memungkinkan orang yang bukan siapa-siapa menjadi pemimpin, menjadi apa saja yang sungguh layak dalam negara yang demokrasi ini. Natal juga mengajarkan kita tentang pentingnya memilih dengan keputusan yang tepat, dengan keadaan sadar bahwa keputusan menghasilkan risiko, dan masyarakat perlu berani menjadi rakyat pemberani, siap mengambil risiko.

Terakhir, Natal mengajarkan kita untuk membongkar paradigma lama, tatanan nilai lama yang amat tidak relevan pada konteks kita. Artinya, untuk membongkar itu, Natal menuntut kita untuk mengenal pikiran-pikiran baru, membaca literatur yang progresif dan perjuangan pada pengabdian yang selalu baru.

 ***

Harekain, Buialaran Sasitamean, 26 Desember 2023

 


Suara Numbei

Setapak Rai Numbei adalah sebuah situs online yang berisi berita, artikel dan opini. Menciptakan perusahaan media massa yang profesional dan terpercaya untuk membangun masyarakat yang lebih cerdas dan bijaksana dalam memahami dan menyikapi segala bentuk informasi dan perkembangan teknologi.

Posting Komentar

Silahkan berkomentar hindari isu SARA

Lebih baru Lebih lama