Untuk informasi lebih
lengkap tentang PGRI Berhasil Gugat Permendikbud Nomor 26 Tahun 2024, Bagaimana
dengan Pengelolaan Kinerja di PMM? Simak artikel ini hingga selesai.
PGRI memberikan kabar
gembira kepada para Guru di seluruh Nusantara yang selama ini mengalami kendala
dalam mengikuti Program Pendidikan Guru Penggerak karena usia mereka telah
mencapai 50 tahun.
Informasi resmi yang
diterima dari Mahkamah Agung (MA) menjadi penyemangat. Pasal 6 huruf d
Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik
Indonesia Nomor 26 Tahun 2022 tentang Pendidikan Guru Penggerak kini dicabut.
MA menilai bahwa
regulasi tersebut bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih
tinggi, yaitu UU Nomor 5 tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara dan UU Nomor
14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen.
Keputusan MA ini
mengkabulkan permohonan keberatan hak uji materiil dari beberapa pemohon,
termasuk di antaranya adalah Tibyan Hudaya, S.E, M.MPd., Nina Anggraeni, Nunuy
Nurokhman, dan Qmat Iskandar, S.Pd., M.Pd.
Prof. Dr. Unifah
Rosyidi, M.Pd, Ketua Umum PB PGRI,
menyambut gembira kabar baik ini. Dengan bangga, beliau menyatakan bahwa PGRI
akan terus berjuang untuk kepentingan para guru. PGRI tidak akan pernah lelah
untuk memperjuangkan kehormatan dan kepastian hukum bagi para guru pendidik dan
tenaga kependidikan di Indonesia.
Dalam pernyataannya,
Prof. Unifah menegaskan, “Insya Allah, perjuangan kita didengar. Langit akan
mendukung perjuangan kita. Kita menolak diskriminasi bagi tenaga guru pendidik
dan tenaga kependidikan. Terima kasih kepada Hakim MA yang memberikan ruang
yang sama kepada semua guru tanpa membedakan yang lebih muda, senior, atau tua.
Semua guru memiliki hak untuk dihormati.”
Keputusan MA ini tidak
hanya membuka peluang baru bagi para guru senior untuk mengikuti Program
Pendidikan Guru Penggerak, tetapi juga menjadi tonggak penting dalam
memperjuangkan kesetaraan dan keadilan bagi seluruh tenaga pendidik di
Indonesia.
Semoga langkah-langkah
selanjutnya akan semakin memperkuat posisi para guru dalam mencapai
kesejahteraan dan keberhasilan dalam dunia pendidikan.
Kemudian, tentu kita
berharap juga problematika yang saat ini banyak dirasakan oleh guru yaitu
mengenai pengisian pengelolaan kinerja melalui PMM yang mengalami banyak pro
dan kontra.
Dalam salah satu
perbincangan yang disiarkan di channel pendidikan terkemuka, Suyanto.id, Prof.
Suyanto, Ph.D., mantan Rektor Universitas Negeri Yogyakarta dan mantan Dirjen
Mandikdasmen Kemdikbud RI, memandu diskusi yang menarik.
Salah satu tamu
undangan dalam episode tersebut adalah Dudung Abdul Qodir, M.Pd., Wasekjen
PB PGRI.
Topik yang dibahas dalam video tersebut adalah “Guru Terbelenggu Aplikasi
Administrasi.”
Dalam kesempatan
tersebut, Dudung Abdul Qodir, selaku perwakilan dari Persatuan Guru Republik
Indonesia (PGRI), menyampaikan pandangannya terhadap kebijakan baru yang
diterapkan dalam administrasi guru.
Menurutnya, kebijakan
yang seharusnya dirancang untuk memudahkan guru justru malah menimbulkan
kesulitan dan memberikan beban tambahan bagi mereka.
Poin-poin yang disoroti
oleh Wasekjen PB PGRI dalam survey yang dilakukan oleh PGRI mengenai kebijakan
baru pengisian Pengelolaan Kinerja melalui Platform Merdeka Mengajar (PMM)
mencakup beberapa aspek yang patut dipertimbangkan bersama:
1. Kurangnya Pemahaman tentang e-Kinerja Guru di PMM:
Dari hasil survei yang dilakukan, hampir 30% guru mengaku belum memahami atau
bahkan tidak mengetahui tentang e-Kinerja guru. Hal ini menunjukkan perlunya
penyuluhan dan pelatihan yang lebih intensif terkait dengan implementasi
teknologi dalam administrasi guru.
2.
Kesesuaian
Aplikasi PMM dengan e-Kinerja BKN:Salah satu temuan yang menarik adalah bahwa
aplikasi PMM tampaknya belum sepenuhnya terintegrasi dengan sistem e-Kinerja
yang dikelola oleh Badan Kepegawaian Negara (BKN). Hal ini menimbulkan
pertanyaan tentang kesiapan infrastruktur teknologi yang mendukung implementasi
kebijakan baru ini.
3. Kekurangan Sosialisasi: Sekitar 25% guru mengeluhkan
kurangnya sosialisasi terkait dengan penggunaan aplikasi PMM. Sosialisasi yang
kurang memadai dapat menjadi hambatan dalam adopsi teknologi baru oleh para
guru.
Masalah yang Dialami
dalam Penggunaan e-Kinerja di PMM: Sebanyak 75% responden melaporkan mengalami
masalah dalam menggunakan e-Kinerja PMM. Masalah-masalah tersebut bisa
bermacam-macam, mulai dari teknis, jaringan internet, hingga
administratif, dan menyoroti perlunya evaluasi mendalam terhadap aplikasi
tersebut.
Perbincangan ini
memberikan sorotan penting terhadap tantangan yang dihadapi oleh para guru
dalam menghadapi era digitalisasi administrasi pendidikan.
Melalui dialog yang
konstruktif seperti ini, diharapkan solusi-solusi yang lebih efektif dapat
ditemukan untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas dalam administrasi guru,
sehingga mereka dapat fokus pada tugas inti mereka dalam mendidik generasi masa
depan.
Demikia informasi ini
disampaikan semoga dapat bermanfaat bagi Anda. *** naikpangkat.com