![]() |
Kepala Perwakilan Ombudsman Republik Indonesia Provinsi NTT menghadiri Undangan Dialog Kupang Pagi |
Hadir dalam dialog ini,
Anggota Komisi IV DPRD NTT, Marselinus Ngganggus dan Kepala Bidang Angkutan
Jalan Dinas Perhubungan Provinsi NTT Yohanes Taka Dosi. Diskusi ini
membicarakan banyak hal, terutama langkah-langkah yang telah ditempuh
Pemerintah Provinsi, DPRD NTT dan otoritas Pelabuhan Tenau atas berbagai kisruh
seputar angkutan taksi yang mangkal di pelabuhan dan taksi online yang
beroperasi di area Pelabuhan Tenau.
"Dalam dialog
tersebut, saya menyampaikan tiga permasalahan di area Pelabuhan Tenau baik
berdasarkan komplain pengguna jasa pelabuhan maupun hasil kunjungan ke
pelabuhan Tenau antara lain, pertama premanisme oleh portir maupun sopir
angkutan," jelas Darius dalam pernyataannya.
Ia melanjutkan bahwa
pihaknya menemukan terjadi paksaan membawa barang dari kapal ke dermaga maupun
paksaan menggunakan kendaraan dari pelabuhan ke tempat tujuan dengan tarif yang
mencekik. Soal ini sudah banyak teratasi dengan tindakan tegas aparat
kepolisian beberapa waktu lalu. Kedua, calo tiket. Masih ditemukan penumpang
yang naik ke kapal tanpa tiket atau menjual tiket dengan harga lebih tinggi
dari tarif yang ditetapkan agen kapal. Hal ini pun telah ditindak tegas dengan
menangkap beberapa orang calo di pelabuhan. Ketiga, layanan angkutan
pelabuhan khususnya terkait larangan taksi online Maxim dan Grab masuk
pelabuhan oleh para sopir taksi non online. "Ketiga persoalan ini mesti
segera diurus pemerintah sebagai bukti negara hadir menyelesaikan berbagai
persoalan yang mendera pelabuhan kita," tegasnya.
Pada kesempatan
tersebut, Kepala Bidang Angkutan Jalan Dinas Perhubungan Provinsi NTT Yohanes
Taka Dosi menyampaikan langkah yang telah dilakukan Pemerintah Provinsi NTT
melalui Dinas Perhubungan khusus terkait kisruh angkutan di area pelabuhan
yaitu Dinas Perhubungan Provinsi NTT telah mengundang para provider taksi
online, para sopir dan pemilik kendaraan taksi yang beroperasi dalam Pelabuhan
Tenau serta otoritas pelabuhan untuk mendiksusikan solusi menyelesaikan
permasalahan tersebut. Beberapa solusi yang ditawarkan antara lain, pertama
agar para sopir angkutan antar jemput (mangkal di pelabuhan) yang selama ini
beroperasi di Pelabuhan Tenau membentuk badan hukum koperasi atau menjadi
anggota koperasi yang telah ada di pelabuhan sebagai wadah menaungi seluruh
angkutan yang beroperasi. Tentu dengan syarat yang harus dipenuhi untuk
menjamin hak penumpang berupa kendaraan harus laik jalan yang dibuktikan
dengan uji KIR. Lalu secara administrasi kendaraan harus terdaftar di daerah
serta wajib mengasuransikan penumpang dan sopir. Angkutan antar jemput yang
mangkal di pelabuhan harus mengurus ijin terlebih dahulu dengan
syarat-syarat yang dipenuhi.
Kedua, pemerintah
provinsi akan menetapkan tarif angkutan berdasarkan zonasi bagi angkutan yang
beroperasi di Pelabuhan Tenau dan wajib dipatuhi oleh seluruh angkutan. Hal ini
mencegah agar sopir tidak menetapkan tarif diluar tarif resmi yang ditetapkan.
Ketiga, sambil menunggu ijin angkutan dan tarif angkutan pelabuhan yang sedang
berproses, dengan pertimbangan kemanusiaan dan rasa keadilan karena taksi di
dalam pelabuhan hanya bisa mengambil penumpang kapal sedangkan taksi online
bebas mengangkut penumpang dari dan ke mana saja maka, kendaraan sewa khusus
(taksi online) hanya diperbolehkan untuk mengantar penumpang dari dalam kota ke
Pelabuhan Tenau. Taksi online tidak boleh menjemput penumpang dari dalam kapal
ke tempat tujuan kecuali jika angkutan area pelabuhan tidak cukup menampung
lonjakan penumpang. Keempat; Angkutan sewa khusus (taksi online) yang hendak
menjemput tetap berada di luar area pelabuhan dan untuk pengaturan penggunaan
angkutan online jika angkutan area pelabuhan tidak cukup menampung lonjakan
penumpang, maka PT Pelindo diminta untuk membuka counter khusus taksi online di
terminal penumpang guna melakukan call taksi jika ada permintaan penumpang.
Dalam berbagai kesempatan, Darius selalu menegaskan bahwa pelabuhan adalah pintu masuk ekonomi perdagangan suatu daerah. Karena itu semua pengguna jasa pelabuhan harus merasa nyaman dan aman selama berada di area pelabuhan. Pelabuhan jangan menjadi tempat yang menyeramkan dan menimbulkan rasa takut serta menjadi sarang 'preman'. Sebab jika itu terjadi, tentu saja akan menghambat distribusi logistik ke suatu daerah atau menimbulkan distribusi logistik berbiaya tinggi. Pada akhirnya beban biaya tinggi tersebut ditimpahkan kepada pengguna barang atau konsumen di suatu daerah. "NTT bisa," pungkasnya.*** ombudsman.go.id