Paus Fransiskus
menyetujui dokumen tersebut pada Minggu Palma, 13 April 2025. Dekrit ini akan
mulai berlaku pada Hari Raya Paskah, 20 April 2025.
Dokumen ini
menggantikan instruksi sebelumnya, Mos Iugiter (1991), dan tetap mempertahankan
Kanon 945 dalam Kitab Hukum Kanonik, yang menyatakan bahwa imam dapat menerima
persembahan untuk merayakan Misa dengan intensi tertentu.
Namun, dekrit baru ini
memperkenalkan ketentuan penting mengenai "intensi kolektif", yaitu
situasi di mana satu Misa dirayakan untuk beberapa intensi dari para donatur
berbeda.
Ketentuan ini hanya
diperbolehkan jika semua donatur telah diberi tahu secara eksplisit dan
menyetujui secara sukarela. Dokumen tersebut secara tegas menyatakan bahwa
“persetujuan para donatur tidak boleh pernah dianggap sudah diberikan.”
Lebih lanjut, dekrit
ini menekankan bahwa persembahan misa tidak boleh diperlakukan sebagai
transaksi komersial. Praktik seperti itu disebut sebagai simoni, yakni jual
beli hal-hal rohani yang dilarang keras dalam ajaran Gereja.
Menanggapi Tantangan Zaman
Kardinal Lazzaro You
Heung-sik, Prefek Dikasteri untuk Klerus, menjelaskan bahwa pembaruan ini
dilakukan setelah refleksi yang mendalam dan konsultasi luas dengan para uskup
dan umat di seluruh dunia.
Salah satu alasan utama
pembaruan ini adalah menjawab tantangan kekurangan imam di banyak wilayah, yang
membuat sulitnya pemenuhan seluruh intensi Misa yang diminta umat.
Dokumen ini juga
menginstruksikan para uskup untuk memberikan pendidikan yang memadai kepada
para imam dan umat terkait norma ini, serta memastikan pencatatan yang
transparan dan akurat mengenai perayaan Misa, intensi, dan persembahan.
Misa untuk Orang Miskin Tanpa Persembahan
Salah satu poin penting
yang ditekankan dalam dekrit ini adalah panggilan bagi para imam untuk tetap
merayakan Misa bagi intensi umat, terutama mereka yang miskin dan tidak mampu
memberikan persembahan.
Hal ini menegaskan
bahwa makna rohani dari Misa jauh lebih penting daripada aspek material.
Selain itu, norma ini
secara tegas melarang penggantian Misa yang telah dijanjikan dengan sekadar
penyebutan dalam liturgi. Praktik seperti itu dikategorikan sebagai tindakan
yang “sangat tidak sah”.
Solidaritas Global Lewat Intensi Misa
Satu ketentuan pastoral
yang menarik adalah bahwa uskup diosesan kini dapat mengalihkan intensi Misa
yang berlebih ke paroki atau wilayah misi yang lebih membutuhkan, sebagai
bentuk solidaritas dalam tubuh Gereja universal.
Dekrit ini menjadi
langkah nyata Gereja Katolik untuk menjaga keutamaan spiritual dalam perayaan
Ekaristi, sekaligus menjawab tantangan pastoral masa kini dengan semangat
transparansi, solidaritas, dan kasih.(AD)