Ia menilai
penindakan terhadap moke sangat tidak adil karena hanya menyasar rakyat kecil,
sementara peredaran rokok ilegal dan minuman keras modern lainnya dibiarkan
bebas tanpa tindakan.
Operasi
yang digelar oleh Satgas Penegakan Hukum (Gakkum) Polres Ende selama dua malam
berturut-turut berhasil mengamankan lebih dari 250 liter moke, sebuah minuman
fermentasi khas masyarakat Nusa Tenggara Timur yang selama ini lekat dengan
tradisi dan penghidupan rakyat kecil.
Pada Jumat,
23 Mei 2025, tim Satgas Gakkum Operasi Pekat Turangga
2025 menyita dua jeriken berukuran 5 liter dan dua botol 600 ml moke dari
tangan seorang warga berinisial AHM.
Kemudian,
pada Sabtu malam, 24 Mei 2025, aparat kembali menyita 245 liter moke dari warga
berinisial RC, yang kedapatan membawa tujuh jeriken ukuran 35 liter menggunakan
mobil minibus di ruas jalan Ende–Bajawa.
Total
keseluruhan moke yang disita dalam dua hari mencapai 255 liter, dan seluruh
barang bukti diamankan oleh kepolisian untuk proses lebih lanjut.
Anggota
DPRD Kabupaten Ende dari Partai NasDem, Armin Wuni Wasa,
mengecam keras tindakan aparat yang dinilainya tidak berimbang.
Ia
menekankan, moke bukan sekadar minuman keras, tetapi bagian dari budaya dan
mata pencaharian sebagian masyarakat Ende.
“Saya tidak
setuju kalau moke sebagai minuman tradisional justru dijadikan sasaran operasi.
Masyarakat sekarang sedang susah secara nasional. Mereka hanya berjualan moke
untuk bertahan hidup,” tegas Armin saat diwawancarai TribunFlores.com, Minggu
(25/5/2025).
Armin
mempertanyakan mengapa penindakan hanya menyasar moke, sementara pub dan tempat
hiburan malam yang menjual minuman beralkohol bermerek tidak tersentuh oleh
operasi serupa.
“Kalau
dibilang moke itu alkohol, maka saya tantang aparat untuk juga amankan semua
jenis alkohol yang ada di pub-pub. Jangan cuma moke yang bukan milik pengusaha
besar lalu dijadikan kambing hitam,” tegasnya lagi.
Armin
menyoroti, penindakan terhadap moke justru menyakiti masyarakat kecil yang
sudah tercekik dengan beban ekonomi. Ia menyebut tidak semua warga memiliki
pekerjaan tetap, dan banyak di antaranya menggantungkan hidup dari penjualan
moke.
“Sekolah
tidak gratis, makan tidak gratis, rakyat kecil tidak digaji. Lalu, mereka mau
bayar uang sekolah pakai apa kalau bukan dari hasil jual moke?”
Ia juga
mengingatkan agar aparat dan pemerintah tidak melukai harga diri masyarakat
Ende-Lio dengan menjadikan produk tradisional sebagai target operasi, sementara
produk-produk modern yang juga mengandung alkohol dibiarkan beredar bebas.
Menutup pernyataannya, Armin Wuni Wasa mendesak
aparat penegak hukum agar tidak tebang pilih dalam menjalankan operasi
penertiban.
Ia juga
menyerukan kepada pemerintah daerah agar melindungi tradisi dan usaha rakyat
kecil, bukan sebaliknya, menindas mereka atas nama penegakan hukum yang bias.
“Kalau mau
adil, maka semua bentuk minuman beralkohol harus ditindak, bukan hanya moke.
Jangan gunakan istilah ‘tradisional’ hanya untuk menyudutkan rakyat kecil,”
tutupnya.
Ia juga
meminta Pemerintah Kabupaten Ende agar memfasilitasi masyarakat untuk
melegalkan minuman tradisional moke dengan membuat Perda.
"Ada
Perda untuk legalkan moke lalu ada Perda untuk melarang minuman keras beruapa
apa saja dari luar daerah masuk ke Ende," tegas Armin. (bet) *** poskupang.com