banner Dilema Tambang Nikel: Berkat atau Kutuk untuk Indonesia?

Dilema Tambang Nikel: Berkat atau Kutuk untuk Indonesia?



Suara Numbei News - Jauh sebelum Indonesia merdeka, nusantara menjadi rebutan bangsa-bangsa Eropa. Kekayaan alamnya yang melimpah terutama rempah-rempah menjadikan nusantara sebagai rumah bagi para pedagang dari berbagai belahan bumi.

Kekayaan ini membuka ruang ekspasnsi bagi kolonialisme untuk menancapkan kaki di nusantara. Eksploitasi pun tak terhindarkan, segala kekayaan alam nusantara dikeruk.

Namun penemuan mesin dan bubuk mesiu di abad 16 dan 17 mengubah lanskap eksploitasi. Sekaligus menandai era baru ekspansi besar-besaran ke wilayah timur yang belum terjamah. Pada era ini muncul jargon “sains sebagai keselamatan” menggambarkan dampak sains dan teknologi yang mencelakakan umat manusia.

Sains sebagai keselamatan” muncul pertama kali dalam pemikiran filsuf-cum-politisi Inggris Francis Bacon (1561-1626). Bacon tidak pernah memakai ungkapan itu. Namun, secara sistematik ia merancang jalan untuk menunjukkan bahwa sains penerapannya merupakan bagian dari rencana keselamatan.

Proyek ambisius filsuf Inggris ini bertujuan untuk membangun filsafat alam baru yang akan menggantikan filsafat klasik dan abad pertengahan. Tujuannya adalah menyediakan metode yang tepat agar manusia dapat mendirikan kerajaan manusia di muka Bumi dengan mendayagunakan alam.

Jauh setelah kemerdekaan, Indonesia yang penuh dengan kekayaan mineral ingin mendayagunakan alam dan segala isinya untuk kemaslahatan rakyatnya. Sebagaimanya yang tertuang dalam Konstitusi, bumi air dan kekayaan yang terkandung di dalamnya dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.

Problem Pendayagunaan Kekayan Alam

Pembukaan kran investasi di sektor pertambangan yang semakin luas bukannya memberikan manfaat melainkan menyisahkan problem baru. Sebab visi lazim yang digadang pemerintah bahwa sektor pertambangan akan menggenjot pertumbuhan ekonomi dan akan secara ajaib menyelesaikan semua masalah tidak berjalan mulus.

Praktis bahwa pertambangan saat ini gagal menjamin kesejahteraan umum, martabat manusia, kesetaraan dan peluang bagi semua, solidaritas, tanggung jawab ekologis dan pekerjaan yang bermakna dan bermartabat (singkatnya, “tujuan-tujuan kemanusiaan”).

Faktanya sepekan terakhir ini kita dikagetkan dengan berita rusaknya alam Raja Ampat yang diakibatkan oleh eksploitasi nikel yang tak wajar. Hamparan pulau dan birunya laut seakan surga yang jatuh kini tak ubahnya neraka yang jatuh ke tengah bumi Papua.

Eksploitasi di tiga pulau di Raja Ampat, pulau Gak, Kawe dan Manuran telah membabat lebih dari 500 hektar hutan dan vegetasi alami. Tak hanya itu, limpahan tanah menyebabkan sedimentasi area pesisir. Hal ini berpotensi merusak karang dan ekosistem perairan di sekitarnya.

Hilirisasi nikel yang ugal-ugalan yang dipaksakan tak hanya menyisahkan problem lingkungan saja melainkan juga problem sosial.

Biji nikel yang kini seakan menjadi biji yang jatuh dari surga menjadikannya harta karun yang tak ternilai harganya menjadi rebutan. Kilauan biji itu seakan menarik para investor untuk mengeruknya dari dalam kandungan perut bumi Papua. Eksploitasi yang berlebihan ini menyisahkan problem lingkungan, pertumbuhan ekomomi dan kemanusiaan.

Menandakan bahwa pertambangan bukan cara terbaik untuk menjamin kesejahteraan dan sekaligus tujuan-tujuan kemanusiaan yang penting. Sekaligus bukan sebagai cara terbaik untuk mengamankan kesejahteraan manusia.

Pemerintah sejatinya merevisi struktur dan kebijakan ekonomi sehingga kemalangan berupa kemiskinan dan ketidaksetaraan tidak akan muncul seperti yang terjadi dalam sistem dewasa ini. Perlunya transformasi sistem ekonomi agar kemiskinan dan ketidaksetaraan dapat diatasi secara organik, dan bukan sekedar menggenjot investasi di sektor pertambangan.

Kebijakan ekonomi semestinya bersifat berkelanjutan yang memenuhi kebutuhan masa kini tanpa mengorbankan kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhan mereka sendiri. Dengan demikian, tujuan pembangunan ekonomi dan sosial harus didefinisikan dalam konteks keberlanjutan.

Etika Lingkungan

Manusia dewasa ini memandang alam sebagai sumber daya yang dapat dieksploitasi untuk keuntungan ekonomi, sering kali mengabaikan hak-hak spesies atau ekosistem lain. Sejatinya kita mesti membacanya secara holistik tentang dunia yang mencakup semua bentuk kehidupan dan mengakui keterkaitan semua entitas hidup dan tak hidup.

Bahwa manusia mesti membuat pertimbangan lingkungan terutama sejauh pertimbangan tersebut tidak hanya menguntungkan manusia. Sebaliknya, memperluas perhatian moral ke semua makhluk hidup, ekosistem dan bahkan Bumi itu sendiri, dengan mengakui bahwa alam memiliki nilai intrinsik di luar kegunaannya bagi manusia.

Prinsip harmoni di Timur mengatakan bahwa ketika manusia menghormati alam maka alam pun akan menghormati manusia. Ia boleh mengeksplore alam demi kepentingannya namun perlu mengakui nilai intrinsik semua organisme hidup dan ekosistem. Hal ini juga menekankan bahwa kesejahteraan manusia sangat terkait erat dengan kesehatan planet ini dan bahwa kita tidak dapat berkembang tanpa lingkungan.

Selanjutnya prinsip pembangunan terutama upaya menggenjot pertumbuhan ekonomi mestinya tidak mengorbankan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhan mereka sendiri. Memastikan bahwa sumber daya digunakan secara efisien dan bertanggung jawab dan bahwa degradasi lingkungan diminimalkan.

Manusia mestinya bertindak sebagai makhluk penjaga Bumi. Menekankan pentingnya pengelolaan sumber daya alam secara bijaksana, melindungi keanekaragaman hayati dan memelihara ekosistem sehingga ekosistem dapat terus menyediakan layanan pendukung kehidupan bagi generasi mendatang.

Pengelolaan mendorong kita untuk bertanggung jawab atas kesejahteraan planet ini, dengan menyadari bahwa sumber daya Bumi terbatas dan bahwa manusia adalah bagian dari sistem ekologi yang lebih besar yang harus dilestarikan.

Menunjukkan bahwa manusia tidak terpisah dari alam. Setiap tindakan yang kita lakukan memiliki efek berantai di seluruh ekosistem. Misalnya, perusakan hutan tidak hanya merusak pohon tetapi juga memengaruhi hewan, siklus air, tanah dan bahkan iklim.

Kita mesti mengenali kompleksitas ekosistem dan kebutuhan untuk melestarikan tidak hanya spesies individu tetapi juga hubungan dan proses yang menopang kehidupan. Perspektif yang saling terkait ini menantang pendekatan yang sempit dan berpusat pada manusia terhadap pengelolaan lingkungan, mendesak kita untuk mempertimbangkan konsekuensi yang lebih luas dari tindakan kita terhadap seluruh planet.*

 


Suara Numbei

Setapak Rai Numbei adalah sebuah situs online yang berisi berita, artikel dan opini. Menciptakan perusahaan media massa yang profesional dan terpercaya untuk membangun masyarakat yang lebih cerdas dan bijaksana dalam memahami dan menyikapi segala bentuk informasi dan perkembangan teknologi.

Posting Komentar

Silahkan berkomentar hindari isu SARA

Lebih baru Lebih lama