![]() |
Revolusi Belajar: Sinergisitas Deep Learning dan Kurikulum Berbasis Cinta |
Laporan terbaru dari
Programme for International Student Assessment (PISA), misalnya, menunjukkan
bahwa skor literasi, numerasi dan sains pelajar Indonesia masih berada di bawah
rata-rata Organisasi Kerjasama dan Pembangunan Ekonomi (OECD), sebuah alarm
terhadap mendesaknya transformasi mendalam pada sistem pendidikan Indonesia.
Di tengah kompleksitas
ini, dua inisiatif besar muncul sebagai disruptor positif yang saling
melengkapi: implementasi Pembelajaran Mendalam (Deep Learning) sebagai
pendekatan pedagogis yang dicanangkan Kementerian Pendidikan Dasar dan
Menengah, serta Kurikulum Berbasis Cinta yang digagas oleh kementerian Agama
yang rencananya sudah akan diterapkan pada Tahun Ajaran 2025-2026.
Tulisan ini berupaya
memberikan uraian bagaimana sinergi antara pendekatan Pembelajaran Mendalam dan
ke dalam filosofis Kurikulum Berbasis Cinta dapat menjadi katalisator bagi
revolusi belajar di Indonesia, membangun pendidikan yang tidak sekedar cerdas
secara intelektual, tetapi juga inklusif, berkarakter, dan berfondasi pada
nilai-nilai kemanusiaan yang kuat.
Pembelajaran Mendalam: Meresapi Ilmu, Menumbuhkan
Makna
Pembelajaran Mendalam
merupakan pendekatan pedagogis yang diusung oleh Kementerian Pendidikan Dasar
dan Menengah yang berfokus pada kualitas pemahaman dan relevansi aplikasi dalam
proses belajar mengajar. Pembelajaran Mendalam merupakan antitesis dari
surfaces learning, yaitu pembelajaran dangkal yang cenderung menekankan pada
hafalan dan cakupan materi luas tanpa pemahaman substansial nan mendalam.
Pendekatan ini mendorong penguasaan konsep dan kompetensi secara menyeluruh,
serta menumbuhkan kemampuan berpikir tingkat tinggi, penerapan pengetahuan
dalam konteks dunia nyata, dan pengalaman belajar yang bermakna.
Pembelajaran Mendalam
ditopang oleh tiga pilar esensial. Pertama, Pembelajaran Berkesadaran (Mindful Learning), di mana siswa diajak
untuk sepenuhnya sadar akan proses belajar. Mereka diajak memahami tujuan
setiap pembelajaran, menghubungkan materi dengan pengalaman nyata, serta secara
jujur merefleksikan apa yang sudah dan belum mereka kuasai. Guru di sini berperan
sebagai fasilitator kesadaran, mendorong siswa untuk menjadi agen aktif yang
bertanggungjawab atas perjalanan belajarnya sendiri.
Kedua, Pembelajaran
Bermakna (Meaningful Learning),
sebuah upaya untuk memastikan bahwa materi yang diajarkan tidak hanya dihafalkan,
tetapi dipahami secara mendalam dan dapat diterapkan dalam berbagai situasi
kehidupan. Guru di sini ditantang untuk menjelaskan "mengapa" di
balik setiap pembelajaran dan menunjukkan relevansinya dengan fenomena yang
terjadi di dunia nyata, sehingga meningkatkan motivasi dan keterlibatan siswa
secara siginifikan.
Ketiga, Pembelajaran
mengembirakan (Joyful Learning),
pilar yang menegaskan pentingnya menciptakan suasana belajar yang menarik dan
menyenangkan, pendekatan ini bertujuan agar proses pembelajaran tidak lagi
menjadi beban, melainkan sebuah pengalaman yang memuaskan dan berkesan serta
memicu semangat ingin tahu dan eksplorasi mendalam.
Implementasi
Pembelajaran Mendalam diharapkan dapat meningkatkan kualitas pembelajaran
dengan mendorong kemandirian dan kreativitas siswa, sekaligus membekali guru
dengan metode pembelajaran yang lebih fleksibel dan berpusat pada siswa.
Tantangan dalam penerapannya meliputi pergeseran paradigma pembelajaran,
kebutuhan pelatihan guru secara masif, dan pengembangan materi ajar yang secara
inheren mendukung ketiga pilar tersebut.
Kurikulum Berbasis Cinta: Akar Pendidikan Karakter
Bangsa
Di tengah gempuran
modernisasi dan potensi dehumanisasi akibat teknologi, Kementerian Agama dengan
bijak memperkenalkan kurikulum berbasis cinta, inisiatif ini hadir untuk
merespon kebutuhan akan pembentukan karakter bangsa yang kokoh, berfokus pada
penanaman nilai-nilai kasih sayang, empati, toleransi, gotong royong, dan
kemanusiaan sebagai inti dari seluruh proses pendidikan. Kurikulum ini
melampaui dimensi kognitif semata, melainkan berupaya membentuk peserta didik
yang utuh dan berakhlak mulia sebagai penyeimbang terhadap polarisasi sosial
dan potensi pengikisan nilai-nilai kemanusiaan.
Kurikulum Berbasis
Cinta memiliki lima prinsip utama yang menjadi fondasinya. Pertama, Cinta
Kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang mengajarkan siswa untuk menghargai ciptaan dan
bersyukur atas anugerah ilahi. Kedua, Cinta Kepada Diri Sendiri, mendorong siswa
untuk memahami dan menerima potensi serta kekurangan dirinya, dalam rangka
membentuk pribadi yang percaya diri dan berintegritas. Ketiga, Cinta kepada
Sesama Manusia, yang berfokus pada pengembangan empati, toleransi, dan
kemampuan bekerja sama dalam keberagaman, dan membangun harmoni sosial. Keempat,
Cinta kepada Lingkungan, mendorong kesadaran siswa akan pentingnya
tanggungjawab ekologis sebagai sebuah warisan anak cucu yang harus terjaga dan
terlindungi. Kelima, Cinta pada Bangsa dan Negara, menanamkan rasa
nasionalisme, patriotisme, dan semangat berkontribusi untuk kemajuan Indonesia.
Filosofi Kurikulum
Berbasis Cinta meyakini bahwa pendidikan sejati menciptakan individu yang tidak
hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga peduli, bertanggungjawab, dan
memiliki kepekaan sosial yang tinggi. Pilar-pilar ini membentuk fondasi etika
dan moral yang kokoh, memastikan bahwa era di mana mesin dapat meniru
kecerdasan, manusia tetap memegang nilai-nilai kemanusiaan yang membedakan.
Akar Historis dan
Sinergi Revolusioner di Lembaga Pendidikan Keagamaan
Sinergi antara Pembelajaran Mendalam dan Kurikulum Berbasis Cinta menemukan
akar historis yang kuat dalam tradisi pendidikan tradisional Indonesia,
khususnya di lembaga pendidikan di bawah naungan Kementerian Agama seperti
madrasah dan pondok pesantren. Sejak lama, pendidikan di lembaga-lembaga ini
tidak hanya berfokus pada transfer ilmu (kognitif), tetapi juga sangat menekankan
pada pembentukan akhlak (afektif) dan keterampilan hidup (psikomotorik).
Dalam konteks modern,
sinergi ini akan menjadi lebih kuat. Pendekatan pembelajaran Mendalam dapat
menjadi metode yang ampuh untuk mewujudkan tujuan Kurikulum Berbasis Cinta.
Misalnya, melalui proyek-proyek yang mendalam siswa dapat mengeksplorasi konsep
toleransi dan empati dalam konteks nyata, tidak hanya sebagai teori, melainkan
melalui pengalaman langsung dan refleksi mendalam, sejalan dengan prinsip Cinta
kepada Sesama Manusia.
Guru yang terlatih
menggunakan pendekatan ini akan lebih siap untuk mengintegrasikan
prinsip-prinsip Kurikulum Berbasis Cinta ke dalam setiap aspek pembelajaran,
dari matematika hingga sejarah, menciptakan suasana pembelajaran menggembirakan
yang secara alami menanamkan nilai-nilai kasih sayang dan kolaborasi.
Menyongsong Masa Depan Pendidikan yang Inklusif
Untuk mewujudkan visi
revolusioner ini, diperlukan komitmen kuat dari seluruh pemangku kepentingan.
Pemerintah harus memimpin dalam menciptakan kerangka kebijakan yang kondusif,
menyediakan pelatihan yang memadai bagi guru, dan mendorong pengembangan materi
ajar yang mendukung pendekatan ini dilaksanakan. namun yang paling penting adalah,
guru dan orang tua harus menjadi garda terdepan dalam merangkul inovasi ini,
memahami bahwa pendekatan Pembelajaran Mendalam adalah sebuah cara, sementara
Kurikulum Berbasis Cinta merupakan tujuannya.
Revolusi belajar
bukanlah tentang mengganti manusia dengan mesin, atau mengubah satu kurikulum
dengan yang lain secara drastis, melainkan tentang memberdayakan proses
pembelajaran dengan metode terbaik dan nilai-nilai terindah. Dengan memadukan
pemahaman yang mendalam melalui Pembelajaran Mendalam dan kehangatan
nilai-nilai Kurikulum Berbasis Cinta yang berakar kuat pada tradisi pendidikan
bangsa, Indonesia memiliki peluang emas untuk membangun sistem pendidikan
inklusif yang melahirkan generasi cerdas, berkarakter, dan siap menghadapi
tantangan masa depan dengan hati penuh kasih. Inilah visi yang layak kita
perjuangkan bersama demi masa depan bangsa yang lebih cerah.