Hari - harinya penuh
dengan tanya: Apa arti hidup? Mengapa
manusia mencari kebenaran? Bagaimana kita harus hidup bersama?
Diskusi panjang di
ruang kuliah sering kali membuat malamnya larut.
Ia merasa dirinya dipanggil untuk menjadi penyelam makna, bukan sekadar
penghafal teori.
Namun, setelah toga
dilepas dan ijazah digenggam, jalan hidup justru menuntunnya ke ruang lain yang
tak terduga: lapangan sekolah dasar, menjadi Guru PJOK.
Sekilas, orang-orang
heran. “Bukankah filsafat itu dunia pikiran, sedangkan PJOK itu dunia gerak?” Tapi
ia tersenyum, karena justru di situlah rahasianya.
Ia
mulai mengajar anak-anak kecil:
Mengajari
mereka berlari tanpa takut jatuh,
menggiring
bola sambil menjaga kerja sama,
bermain
lompat jauh sambil melatih keberanian.
Dan
dalam setiap gerakan, ia menemukan bahwa tubuh juga berbicara filsafat.
Ketika
seorang murid terjatuh lalu bangkit lagi, ia melihat ajaran Nietzsche tentang
keberanian untuk hidup.
Ketika
murid-murid belajar menunggu giliran bermain, ia mendengar gema Aristoteles
tentang keadilan dan keutamaan.
Ketika
keringat jatuh di tanah, ia teringat bahwa manusia adalah makhluk rapuh yang
hanya bisa kuat bila saling menopang.
Ia berkata dalam hati:
"Di
sini, aku bukan hanya melatih fisik mereka, tetapi juga jiwa mereka.
Filsafat memberiku bahasa untuk berpikir, PJOK memberiku panggung untuk
mewujudkannya dalam gerak nyata."
Setiap kali ia berdiri
di lapangan, di bawah matahari pagi, ia merasa seperti sedang menulis buku
filsafat baru - bukan dengan tinta di atas kertas, tetapi dengan tawa murid-murid yang berlari, dengan semangat yang tumbuh dalam
jiwa mereka.
Kini, ia mengerti:
jalan hidup tidak pernah keliru. Filsafat yang dulu dipelajarinya bukanlah
sia-sia, karena kini ia menanamkannya melalui permainan, melalui olahraga,
melalui tubuh-tubuh kecil yang kelak akan tumbuh dewasa.
Dan ia pun mengucap
syukur: "Aku belajar filsafat agar
mengerti makna hidup,
aku menjadi guru PJOK agar mengajarkan makna itu dengan sederhana.
Anak-anak adalah filsafat yang bergerak, dan lapangan sekolah adalah kelas
filsafat yang paling jujur."
Hidup adalah perjalanan
yang kadang membawa kita ke jalan yang tak pernah kita duga. Dari ruang
filsafat hingga lapangan sekolah, dari diskusi berat tentang makna hidup hingga
tawa riang anak-anak yang berlari—semua adalah bagian dari satu kisah yang
saling melengkapi.
Menjadi Guru PJOK bukan
berarti meninggalkan filsafat, melainkan justru mewujudkannya dalam gerakan
sederhana. Sebab, di balik setiap lompatan, tawa, dan keringat murid-murid, ada
filsafat yang hidup: tentang keberanian, kejujuran, kebersamaan, dan cinta.
Maka biarlah anak-anak
itu tumbuh tidak hanya menjadi tubuh yang kuat, tetapi juga jiwa yang bijak.
Dan biarlah lapangan
sekolah selalu menjadi ruang kelas filsafat yang paling jujur.
✨ “Filsafat
mengajarkanku berpikir, PJOK mengajarkanku bergerak—keduanya menuntunku untuk
mendidik dengan hati.” ✨
Salam dari Sudut Lapangan SD Katolik Naibone, Kabupaten Malaka, Provinsi Nusa Tenggara Timur.

