Peneliti Perkumpulan
untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Fadli Ramadhanil di Gedung MK, Jakarta
Pusat, Rabu (26/2/2020).
JAKARTA,- Peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Fadli Ramadhanil menilai, masih terbuka potensi untuk menggembosi suara antar pasangan calon di Pilkada 2020 melalui politisasi penegakan hukum atau penetapan tersangka.
Oleh karena itu, Fadli mengingatkan agar Mahkamah
Konstitusi (MK) bisa mengadili tanpa terpaku pada hitung-hitungan suara saja.
"Menurut saya Mahkamah Konstitusi mesti
memeriksa hal tersebut. Makanya, MK tidak boleh hanya melihat konstruksi
perkara di permukaan dalam batas hitung-hitungan suara atau angka saja,"
kata Fadli dalam diskusi daring, Senin (25/1/2021).
Fadil mengatakan, dalam permohonan sengketa Pilkada 2020 juga ada yang
mendalilkan proses penegakkan hukum yang tidak adil.
Proses tersebut dinilai termohon memberikan dampak
pada perolehan suara dan merugikannya di perhelatan pilkada.
"Nah pada titik ini menurut saya MK harus
melihat persoalaan ini secara jauh lebih mendetil," ujar dia.
Sebelumnya, Peneliti Konstitusi dan Demokrasi (Kode)
Inisiatif Muhammad Ihsan Maulana mengatakan, penyebaran berita hoaks, kampanye
hitam dan penetapan tersangka menjelang pemungutan suara berdampak pada
perolehan suara pasangan calon di Pilkada 2020.
Hal itu, kata dia, terlihat dari adanya dalil
permohonan sengketa hasil Pilkada 2020 yang diajukan ke MK.
"Dari daerah-daerah yang kami berhasil kami
identifikasi isu hoaks, sara dan penetapan tersangka di tengah tahapan beberapa
daerah ternyata maju ke MK," kata Ihsan dalam diskusi daring, Senin
(25/1/2021).
Adapun daerah yang mengajukan permohonan dengan
dalil berita hoaks antara lain Sumatera Barat, Kalimantan Tengah dan Surabaya.
Sementara daerah yang mengajukan permohonan dengan
dalil kampanye hitam antara lain di Kota Kuantan Singingi.
Sedangkan terkait dengan digunakannya instrumen
penegakan hukum pemilu yang diduga untuk mempengaruhi hasil pemilihan juga
terjadi di Pilkada Sumatera Barat.
Kemudian Kota Dumai Provinsi Riau, namun tidak
berujung ke MK
Dilematis Mengais Rejeki Halal di Tanah Perantauan
Kode Inisiatif: Hoaks, Kampanye Hitam, dan Penetapan Tersangka Masuk dalam Dalil Permohonan Sengketa Pilkada
Peneliti Konstitusi dan Demokrasi (Kode) Inisiatif Ihsan Maulana mengatakan, penyebaran berita hoaks, kampanye hitam dan penetapan tersangka menjelang pemungutan suara berdampak pada pendapatan suara pasangan calon pada Pilkada 2020.
Hal itu, kata dia, terlihat dari adanya dalil
permohonan sengketa hasil Pilkada 2020 yang diajukan ke Mahkamah Konstitusi
(MK).
"Dari daerah-daerah yang kami berhasil kami
identifikasi isu hoaks, SARA, dan penetapan tersangka di tengah tahapan
beberapa daerah ternyata maju ke MK," kata Ihsan dalam diskusi daring,
Senin (25/1/2021).
Adapun daerah yang mengajukan permohonan dengan dalil
berita hoaks antara lain Sumatera Barat, Kalimantan Tengah, dan Surabaya.
Sementara itu, daerah yang mengajukan permohonan
dengan dalil kampanye hitam antara lain di Kota Kuantan Singingi.
Ada juga soal digunakannya instrumen penegakan hukum
pemilu yang diduga untuk mempengaruhi hasil pemilihan yang terjadi di Pilkada
Sumatera Barat dan Kota Dumai Provinsi Riau tetapi tidak berujung ke MK.
"Seperti yang terjadi pilkada di Sumatera Barat, di mana
kandidat ditetapkan sebagai tersangka lima hari sebelum hari pemungutan suara,
dan hentikan penyidikanya dikeluarkan SP3, dua hari setelah hari pemgutan
suara," ujar dia.
Oleh karena itu, Ihsan berharap MK bisa bersikap
seadil-adilnya dalam menangani sengketa hasil Pilkada 2020.
"MK harus dapat periksa berkaiat dengan
kecurangan untuk penggembosan hasil pilkada melalui bertia bohong, kampanye
hitam," kata dia.
"Dan instrumen hukum secara serampaangan sesuai
dengan pilkada yang jujur dan adil," ucap dia.
Sebelumnya, Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman
menegaskan bahwa MK memiliki waktu paling lama 45 hari dalam memutus perkara
perselishan hasil Pilkada sejak
diregistrasi pada 18 Januari 2021.
Hal itu dikatakan Anwar dalam sidang pleno khusus
laporan tahunan 2020 di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Kamis, yang
disiarkan secara daring.
"Artinya paling lama pada 24 Maret 2021 seluruh
perselisihan hasil pilkada sudah
harus diputus," ujar Anwar seperti ditulis Antara.
MK meregistrasi 132 perkara sengketa hasil Pilkada
2020 dari total sebanyak 136 permohonan yang diterima.
Sebanyak empat permohonan perselisihan hasil
pemilihan kepala daerah tidak diregistrasi karena dicabut dan terdaftar dua
kali.
Adapun, permohonan yang dicabut adalah perselisihan
hasil pemilihan wali kota Magelang.
Sementara itu, permohonan perselisihan hasil
pemilihan kepala daerah yang terdaftar secara sistem dua kali adalah sengketa
pemilihan Kabupaten Pegunungan Bintan, Kepulauan Aru, dan Mamberamo Raya.
Sengketa hasil pemilihan kepala daerah yang
diregistrasi terdiri atas sengketa pemilihan gubernur sebanyak tujuh perkara,
bupati 112 perkara dan wali kota 13 perkara.
Selanjutnya, pada tanggal 1-11 Februari 2021
Mahkamah Konstitusi mengagendakan untuk melakukan sidang pemeriksaan dan rapat
permusyawaratan hakim (RPH).
Sumber Berita:
https://nasional.kompas.com/read/2021/01/25/18104181/adili-sengketa-pilkada-mk-diminta-tidak-hanya-fokus-pada-proses-hitung
https://nasional.kompas.com/read/2021/01/25/16112781/kode-inisiatif-hoaks-kampanye-hitam-dan-penetapan-tersangka-masuk-dalam?