Tuhan yang tersayang,
semoga Engkau betah
tinggal di dalam aku
walau aku hanya sebuah rumah
yang porak poranda
diamuk bencana
dan entah kapan
selesai dibangun kembali
Tuhan yang terindah
semoga engkau betah
tinggal di dalam aku
walau aku hanya sebuah tenda
yang sumpek dan gerah
dipadati para pengungsi.
Ambillah semua yang aku miliki:
segelas air mata,
sepiring rindu,
sepotong doa,
dan segenggam cinta
Yang tetap utuh dan murni.
PADA
saat bangsa ini masih berjuang melawan covid-19 terus mencabut nyawa, muncul
bencana lain pada awal tahun. Mulai pesawat jatuh, bencana hidrometeorologi,
hingga gempa bumi. Hanya kesadaran untuk tetap waspada yang bisa meredam
semuanya menjadi duka berkepanjangan.
Bencana
teranyar ialah gempa bumi berkekuatan 6,2 pada skala Richter yang
meluluhlantakkan Kabupaten Mamuju dan Majene di Provinsi Sulawesi Barat
(Sulbar) pada Jumat (15/1) dini hari.
Setidaknya
34 orang meninggal dunia dengan rincian 26 orang di Kabupaten Mamuju dan 8
orang di Kabupaten Majene. Tidak hanya nyawa melayang, gempa itu juga
mengakibatkan sejumlah rumah dan bangunan roboh, termasuk Hotel Maleo, Kantor
Gubernur Sulbar, serta RSUD Mamuju. Dengan melihat dampak kerusakan akibat gempa
ini, kemungkinan masih ada warga tertimbun di bawah reruntuhan bangunan.
Baca Juga:
INFO CPNS dan Seleksi PPPK 2021, Formasi Guru Terbanyak, Siapkan Persyaratannya
Mengatasi Ancaman Putus Sekolah di Masa Pandemi Covid 19
Peristiwa
itu seakan melengkapi rentetan dua musibah sebelumnya, yakni jatuhnya pesawat
Sriwijaya Air di Kepulauan Seribu dan bencana tanah Longsor di Sumedang, Jawa
Barat, yang juga menewaskan puluhan korban jiwa.
Kita
tentu bersimpati kepada keluarga korban pada semua peristiwa itu. Presiden Joko
Widodo kemarin menyampaikan belasungkawa atas korban yang meninggal dunia
akibat bencana alam gempa bumi yang melanda wilayah Sulbar.
Kita
juga mengapresiasi langkah pemerintah, khususnya para tim penyelamat, baik dari
Badan Nasional Penanggulangan Bencana, aparat TNI/Polri, maupun relawan, yang
hingga kini masih bekerja menemukan para korban dalam ketiga musibah itu.
Dalam
penanganan bencana, semua pihak memang harus bergerak cepat dan bahu-membahu.
Untuk gempa Sulbar, misalnya, Presiden langsung memerintahkan Menteri Sosial
Tri Rismaharini dan Kepala BNPB Doni Monardo meninjau lokasi bencana beberapa
jam setelah peristiwa terjadi.
Kehadiran
pejabat pusat di daerah bukan sekadar melakukan koordinasi dengan pejabat
daerah untuk mengatasi bencana. Paling penting ialah menunjukkan kehadiran
negara di tengah rakyat yang terkena musibah. Harus ada pendampingan dan
bimbingan bagi mereka yang diterpa rasa takut dan kebingungan.
Kondisi
mereka yang ada di pengungsian juga tak kalah krusial untuk diperhatikan.
Jangan sampai kerumunan orang di tempat ini jadi klaster baru penularan
covid-19. Pastikan mereka tetap mematuhi protokol kesehatan, dengan menjaga
jarak, memakai masker, dan rajin mencuci tangan. Pemerintah hendaknya juga
menjamin pemenuhan hak masyarakat dan pengungsi yang terkena bencana secara
adil dan sesuai dengan standar pelayanan kebencanaan. Pastikan mereka tidak
telantar.
Lazimnya
dalam peristiwa gempa, warga pun diimbau mewaspadai gempa susulan. Kepala Badan
Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati telah
mengingatkan hal ini. Ia meminta warga di Mamuju dan sekitar wilayah Majene
untuk waspada sekaligus menjauhi area pantai bila terjadi lagi gempa susulan.
Tidak perlu lagi tunggu peringatan tsunami. Pada musibah semacam ini, selain
mencari korban yang kemungkinan masih tertimbun reruntuhan, hal terpenting
lainnya memang ialah melindungi warga agar selamat dari kemungkinan gempa
susulan.
Mayoritas
korban tewas akibat gempa bumi karena tertimpa reruntuhan atau terjebak dalam
bangunan roboh, serta terjangan tsunami, bukan besar kecilnya skala gempa. Oleh
karena itu, perlu selalu diingatkan pentingnya mitigasi untuk meminimalisasi
dampak bencana.
Bangsa
ini hidup di daerah cincin api yang rawan bencana. Struktur dan lokasi bangunan
pun mesti menyesuaikan dengan kondisi alam, misalnya dengan membangun gedung
atau rumah yang tahan gempa. Tidak pula mendirikan bangunan di daerah rawan
longsor. Bencana, terutama gempa, memang tidak bisa diprediksi, tetapi dengan
mitigasi setidaknya kita dapat meminimalkan dampaknya.
Alam
dan seluruh ekosistemnya harus diperlakukan sebagai nyawa kehidupan. Ia harus
dimanfaatkan dan dipelihara demi keselamatan. Kepedulian terhadap alam dan
lingkungan mestinya menjadi peradaban utama bangsa ini.
Bencana datang silih berganti. Hidup di negeri bencana sudah pasti berbahaya, hanya kesadaran dan kewaspadaan yang bisa menyiasati semuanya hingga tidak menjadi duka berkepanjangan.
Sumber: https://mediaindonesia.com/editorials/detail_editorials/2223-bencana-datang-silih-berganti