Kambing Hitam Bencana Selain Tuhan (Catatan Kritis atas bencana yang terjadi di awal tahun 2021)

Kambing Hitam Bencana Selain Tuhan (Catatan Kritis atas bencana yang terjadi di awal tahun 2021)

Banjir dan longsor di Sumatra Barat

Banyak orang, ketika mendapat sebuah musibah,
Baik karena sakit, kematian, maupun ditimpa oleh bencana alam
Akan berujar: “Mungkin ini sudah kutukan dari Tuhan”
Artinya setiap kemalangan yang menimpa dirinya
Cendrung ditafsirkan sebagai efek dari kemarahan Tuhan
Dan Tuhan marah, disebabkan karena dia melakukan kesalahan
Telah melanggar aturan Tuhan.

Itu padangan lama.
Sekarang sudah ada pandangan baru.
Dalam pandangan baru,
Bencana Alam dengan kutukan Tuhan, tidak ada hubungannya.
Bencana ya bencana, kutukan Tuhan ya kutukan Tuhan.
Korelasinya secara sebab akibat benar benar tidak ada
Bencana alam, terjadi karena pergeseran alur fenomena dari hal biasa.
Misalanya sebelumya sebuah gunung diam diam saja
Dia hanya duduk manis di posisinya.
Tapi suatu kali, karena ada perubahan alur mekanisme dalam tubuhnya,
Maka dia memuntahkan lahar keluar
Lalu lahar itu menimpa sebuah kampung

Nah,
Semburan lahar yang menimpa sebuah kampung,
Tidak ada hubungannya dengan apa yang dilakukan oleh penduduk sekitarnya.
Tidak ada hubungannya dengan kutukan Tuhan.
Begitu juga dengan bencana alam lainnya semisal gempa dan tsunami.
Tapi bagi mereka yang tolol, bencana alam, identik dengan kemarahan Tuhan.

Padahal, keduanya berbeda.
Bencana Alam, adalah produk mekenisme hukum alam itu sendiri.
Sedang kutukan Tuhan, adalah produk manusia.
Diciptakan oleh angan angan manusia yang menciptakan Tuhan.



TAK ada selembar daun jatuh tanpa izin Tuhan.

Ungkapan itu menyiratkan segala sesuatu terjadi atas campur tangan Tuhan. Umat beragama meyakini itu.

Pun, orang beragama percaya bencana terjadi atas kehendak Tuhan. Jatuhnya pesawat Sriwijaya Air, tanah longsor di Sumedang, gempa di Sulawesi Barat, banjir di Kalimantan Selatan melanda Indonesia terjadi atas kehendak Tuhan.

Jika Tuhan sudah berkehendak, doa umat beragama pun tak sanggup mencegah bencana. Ketua Badan Musyawarah Betawi Rahmat HS mengatakan banjir di Jakarta, 23 Februari 2020, terjadi pada Minggu atau hari libur berkat doa gubernur saleh. Dua hari kemudian atau Selasa, 25 Februari 2020 banjir melanda Jakarta. Doa gubernur saleh pun tak mampu mencegah bencana banjir terjadi di hari kerja.

Meski atas kehendak Tuhan, umat beragama tak mungkin mengatakan Dia penyebab bencana dan kemudian mempersalahkan-Nya. Oleh karena itu, dalam setiap bencana, kata jurnalis Eric Weiner, kita memerlukan orang untuk dipersalahkan selain Tuhan. Eric menyatakan itu dalam bukunya, The Geography of Bliss.

Mencari orang untuk dipersalahkan dalam setiap bencana serupa mencari kambing hitam. Bencana menghadirkan krisis dan ketakutan. Kata antropolog Rene Girard, pengambing hitaman (scapegoating) menjadi mekanisme kuno untuk mengatasi krisis dan ketakutan.

Kita pun mempersalahkan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan atas banjir yang kerap melanda Jakarta. Pula, kita mengambinghitamkan Tiongkok atas bencana nonalam, pandemi covid-19. Kita mempersalahkan regulator atas kecelakaan pesawat.

Presiden Jokowi mengatakan banjir Kalsel karena curah hujan tinggi. Agama mengatakan Tuhan yang menurunkan hujan. Akan tetapi, kita menyalahkan pemerintah daerah yang tidak mempersiapkan sarana dan prasarana untuk mengantisipasi curah hujan tinggi itu sehingga terjadi banjir. Lagi, kita mempersalahkan manusia.

Baca Juga:

Bangun Bangsa Peduli Cuaca

5 Bencana Melanda Indonesia di Awal Tahun 2021

Bencana datang silih berganti di awal tahun 2021 (Sajak Duka Negeriku Indonesia)

Puisi Ungkapan Duka Untuk Korban Pesawat Sriwijaya Air, SJ 182 Yang Jatuh (Sajak Duka di Jalan Setapak, Mereka Terbang Menembus Awan)

Walhi Kalsel mengatakan banjir di Kalsel bukan cuma karena cuaca ekstrem, melainkan juga lantaran rusaknya ekologi di Tanah Borneo. Yang merusak ekologi siapa lagi kalau bukan manusia. Tetap manusia yang dipersalahkan.

Umat beragama paling banter mengatakan Tuhan menurunkan bencana sebagai hukuman dan peringatan buat manusia. Bencana diturunkan ke muka Bumi, kata Ebiet G Ade dalam lagunya, mungkin karena Tuhan mulai bosan melihat tingkah kita yang selalu salah dan bangga dengan dosa-dosa. Manusia juga yang salah. Sekali lagi, kita memerlukan orang untuk dipersalahkan dalam setiap bencana, selain Tuhan.

Mempersalahkan manusia sebetulnya baik. Ini membuat kita tidak pasrah, tidak taklid. Bila kita menganggap bencana sepenuhnya kehendak Tuhan, kita boleh jadi menerimanya begitu saja, tak berbuat apa-apa. Ini membuat kita memperlakukan bencana sebagai takdir. Mempersalahkan manusia menunjukkan kehendak Tuhan berproses melalui tangan manusia sampai ia menjadi bencana. Kehendak Tuhan menurunkan hujan dalam curah sangat tinggi menjadi bencana dahsyat karena kita tidak merawat hutan. Kehendak Tuhan menurunkan cuaca ekstrem tidak menjadi bencana banjir andai manusia merawat hutan alias bersahabat dengan alam. Bencana terjadi, kata Ebiet lagi, mungkin karena alam enggan bersahabat dengan kita.

Memperlakukan bencana dari Tuhan sebagai sesuatu yang berproses membuat kita berbuat, berusaha, bertindak. Kita, misalnya, melakukan mitigasi bencana untuk mengurangi risiko bencana. Bencana bukanlah takdir karena ia bisa dikelola dan dimitigasi tangan manusia. 

Janganlah kita tinggal di kawasan yang diidentifikasi rawan tanah longsor. Bikinlah bangunan tahan gempa di daerah rawan gempa. Buatlah sistem peringatan dini tsunami. Auditlah kelaikan pesawat secara berkala. Itu semua mitigasi bencana untuk mengurangi bahkan menghindari risiko bencana.




Sumber: 

https://mediaindonesia.com/podiums/detail_podiums/2045-kambing-hitam-bencana-selain-tuhan

https://www.kompasiana.com/revosamantha/54f843dba333113b618b4ce7/menampar-kutukan-tuhan-dan-bencana-alam



Usman Kansong Dewan Redaksi Media Group | Editorial

Suara Numbei

Setapak Rai Numbei adalah sebuah situs online yang berisi berita, artikel dan opini. Menciptakan perusahaan media massa yang profesional dan terpercaya untuk membangun masyarakat yang lebih cerdas dan bijaksana dalam memahami dan menyikapi segala bentuk informasi dan perkembangan teknologi.

Posting Komentar

Silahkan berkomentar hindari isu SARA

Lebih baru Lebih lama