Pemutus Covid 19 adalah Kita (Vaksinasi Pasti)

Pemutus Covid 19 adalah Kita (Vaksinasi Pasti)



SEJUMLAH daerah di Jawa dan Bali mulai awal pekan depan akan kembali pada pembatasan sosial berskala besar (PSBB) sesuai yang diatur Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2020. Keputusan itu diambil pemerintah ketika laju penularan covid- 19 belum menunjukkan tanda-tanda melambat di awal tahun ini.

Bahkan, laju penularan di berbagai daerah semakin mengkhawatirkan. Tingkat penularan atau positivity rate covid-19 di Tanah Air nyaris menyentuh 30% atau enam kali batas aman yang ditetapkan WHO.

PSBB melanjutkan kebijakan pengetatan mobi litas warga dan pelarangan aktivitas rawan kerumunan yang berakhir 9 Januari atau akhir pekan ini. Seperti yang berlaku perdana pada Maret tahun lalu, PSBB membatasi kegiatan di berbagai sektor, kecuali sektor esensial.

Pembatasan itu antara lain berupa kewajiban bekerja dari rumah minimal 75% jumlah karyawan, kegiatan belajar-mengajar sepenuhnya daring, operasional angkutan umum berakhir pada pukul 19.00, serta aktivitas makan dan minum di restoran/tempat makan maksimal 25% kapasitas.

Upaya lebih keras dalam menekan laju penularan memang mau tidak mau harus diambil. Apalagi, Indonesia tengah bersiap memulai program vaksinasi covid-19.
Penyuntikan vaksin mensyaratkan penerima dalam keadaan sehat. Para pasien covid-19 yang tengah dirawat di RS dan fasilitas isolasi lainnya tentu saja untuk sementara harus dilewatkan. Bila jumlah yang sakit terlampau banyak akan menghambat laju vaksinasi.

Keberhasilan PSBB memerlukan penegakan aturan secara tegas di lapangan. Ujung tombaknya ialah aparat pemerintah daerah dengan perilaku masyarakat sebagai kuncinya.

Harus diakui selama kurang lebih 10 bulan penanggulangan covid-19, ketidakpatuhan masyarakat terhadap protokol kesehatan masih tergolong tinggi. Tanpa penegakan disiplin, sebagian masyarakat tetap abai kendati di tengah penerapan kebijakan pembatasan kegiatan.

Seperti yang terjadi pada periode libur Natal dan Tahun Baru. Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Covid-19 mencatat penurunan tingkat kepatuhan masyarakat terhadap protokol pencegahan covid-19. Kepatuhan menggunakan masker dan jaga jarak menghindari kerumunan turun hingga 6%.

Satgas menyebut kendati penurunan kepatuhan tidak sampai 10%, dampaknya dapat memicu peningkatan kasus pada 1-2 pekan ke depan. Tren penurunan kepatuhan mencegah covid-19 terlihat pula pada hari libur dan akhir pekan di luar periode libur Natal dan Tahun Baru.

Razia tempat-tempat yang diperkirakan dapat memancing kerumunan, seperti kafe-kafe, juga kerap kali menemukan banyak pelanggaran protokol. Pun, di tempat-tempat kerja dan pasar. Masih ada pekerjaan besar menegakkan disip lin masyarakat dalam mematuhi protokol pencegahan covid-19.

Aparat di daerah tidak boleh bosan melakukan razia sambil terus-menerus memberikan pemahaman kepada warga yang masih abai.

Seiring dengan itu, pendeteksian, penelusuran, dan perawatan kasus mesti terus digalakkan dan ditingkatkan kapasitasnya. Perbanyak memakai instrumen deteksi yang lebih akurat dan terjangkau dari segi ketersediaan dan harga.

Keterjangkauan akan mendorong masyarakat menjalani tes dengan biaya sendiri hingga membantu pendeteksian covid-19 di komunitas secara lebih cepat.

Pencegahan covid-19 merupakan upaya tanpa henti dan pantang kendur. Kebijakan pemerintah menjadi motor, namun pada akhirnya keberhasilan ada di tangan setiap pribadi, karena pemutus rantai covid-19 tiada lain adalah kita.

Baca Juga:

Hutan Kateri Tidak Cantik Lagi?

Benarkah Kampung itu udik dan payah?


 

Vaksinasi Pasti


PENGUMUMAN dimulainya tahap vaksinasi covid-19 sebelum izin penggunaan darurat atau emergency use authorization (EUA) keluar, memang mengundang pertanyaan. Meski demikian, hal itu tidak boleh menjadikan program vaksinasi gagal sebelum dimulai.

Izin penggunaan darurat akan dikeluarkan Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM). Kemarin, Badan POM baru menerbitkan sertifikat lot release pada 1,2 juta vaksin Sinovac yang datang pada 6 Desember 2020. Sertifikat lot release merupakan persyaratan penting yang harus dipenuhi dalam memastikan kualitas vaksin sesuai standar Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).

Pengumuman jadwal vaksinasi yang mendahului keluarnya izin EUA itu hendaknya dipahami sebagai bagian dari kesiapan. Karena itu, Badan POM hendaknya mempercepat pemberian izin penggunaan darurat vaksin Sinovac jika semua persyaratan terpenuhi. Apalagi, Presiden Joko Widodo diumumkan sebagai penerima pertama pada 13 Januari atau tujuh hari ke depan.

Selain Presiden, para menteri dan seluruh kepala daerah juga menerima vaksin pada hari yang sama. Seluruh pejabat pemerintah dari pusat sampai daerah hendaknya mengikuti proses vaksinasi agar masyarakat percaya dengan vaksin covid-19.

Hingga kemarin, sudah 700 ribu vaksin covid-19 didistribusikan ke daerah. Pendistribusian sebelum keluar izin penggunaan darurat dari Badan POM juga sebagai bentuk kesiapan. Apalagi, kondisi geografis Indonesia menuntut kecepatan distribusi jika ingin vaksinasi selanjutnya dapat dilakukan serentak.

Meski begitu, kesiapan tetap tidak dapat dijadikan patokan untuk pemberian vaksin pada penerima selanjutnya, yakni tenaga kesehatan ataupun masyarakat luas. Ibarat kejuaraan lari, untuk ambil bagian maka peserta mutlak di garis start. Namun, penentuan mulainya lomba tetap pada wasit. Penentuan itulah yang nantinya ada di EUA Badan POM.

Telah didapatkannya data imunogenesitas dan efikasi dari dua bulan uji klinis vaksin Sinovac di Bandung tentu kita apresiasi. Data efikasi yang tidak menunjukkan efek samping serius serta data imunogenesitas yang menunjukkan tingkat pembentukan antibodi yang bagus, jelas kabar baik.

Hasil ini wajar meningkatkan kepercayaan diri pemerintah akan vaksin Sinovac. Kita pun patut bergembira karena setidaknya uang negara yang dibelanjakan untuk belasan juta vaksin Sinovac tidak sia-sia. Saat ini telah ada 3 juta dosis vaksin Sinovac di Tanah Air dan segera menyusul 15 juta dosis lainnya.

Dengan telah adanya dua data tersebut maka sewajarnya kita patuh menunggu keluarnya EUA Badan POM sebagai syarat dimulainya tahap vaksinasi bagi tenaga kesehatan dan juga masyarakat luas. Tanpa itu, justru langkah patriotik yang dimulai Presiden bisa tidak ada artinya.

Sebaliknya, jika nanti EUA telah didapatkan, tidak ada alasan untuk tidak mendukung program vaksinasi. Sebab sebagaimana sejarah panjang dunia menunjukkan bahwa vaksin apa pun hanya akan efektif jika mayoritas populasi menjalaninya.

Tahapan vaksinasi hingga mencapai mayoritas populasi juga harus dipahami bukanlah pekerjaan singkat.

Saat ini Presiden telah menargetkan penyelesaian program vaksin dalam waktu kurang dari setahun. Artinya, hingga saat itu tercapai, penerapan 3M tetap mutlak.

Bahkan, ahli epidemiologi mengingatkan bahwa pelaksanaan 3M harus terus dijalankan hingga dua tahun ke depan sebab hingga kini belum ada vaksin covid-19 dengan efektivitas 100%. Terlebih, efektivas bukanlah berarti ketiadaan virus, melainkan hanya berarti penurunan simptomatik atau gejala.

Dunia telah memasuki era baru perang covid. Meski begitu, ketika tidak ada senjata yang pasti manjur, maka hanya dengan langkah preventif 3M kita punya peluang terus bertahan.

Sumber:

https://mediaindonesia.com/editorials/detail_editorials/2215-pemutus-covid-19-adalah-kita

https://mediaindonesia.com/editorials/detail_editorials/2214-vaksinasi-pasti?utm_source=dable

 


Suara Numbei

Setapak Rai Numbei adalah sebuah situs online yang berisi berita, artikel dan opini. Menciptakan perusahaan media massa yang profesional dan terpercaya untuk membangun masyarakat yang lebih cerdas dan bijaksana dalam memahami dan menyikapi segala bentuk informasi dan perkembangan teknologi.

Posting Komentar

Silahkan berkomentar hindari isu SARA

Lebih baru Lebih lama