Pulau sumba dengan ekstis keindahan alam dan rumah adat di pinggir pantai |
Sebagian besar lansekap Sumba didominasi padang rumput. Sebagai pulau yang masuk
dalam kawasan Wallacea, Sumba kaya akan keragaman hayati. Tak hanya itu,
pulau di Nusa Tenggara Timur seluas 10.854 km persegi ini juga merupakan satu
dari 23 daerah burung endemik yang ada di Indonesia, dengan sembilan jenis endemik
Sumba.
Namun, hal-hal menarik tentang Sumba tak hanya
itu. Setapak Rai Numbei merangkum
enam fakta di antaranya yang dikutip dari berbagai sumber, Kamis, 11
Februari 2021.
1.
Tradisi Cium Hidung
Tradisi unik yang bisa ditemukan ketika berkunjung
ke Pulau Sumba adalah tradisi cium hidung atau "pudduk" (dalam bahasa
Sumba Timur). Tradisi ini diwariskan secara turun temurun oleh
leluhur orang Sumba.
Tradisi cium hidung bagi Orang Sumba merupakan
simbol kekeluargaan dan persahabatan yang sangat dekat. Cium hidung juga
merupakan simbol perdamaian bila ada pihak yang berseteru dan ingin berdamai.
Tradisi cium hidung dilakukan dengan cara
menempelkan dua hidung yang mengisyaratkan bahwa dua individu seakan sangat
dekat dan tidak ada jarak. Sepintas, mirip dengan cium hidung ala Suku Eskimo
di Kutub Utara.
Walaupun sudah menjadi adat istiadat dan kebiasaan
bagi Orang Sumba, tradisi ini tidak dapat dilakukan di sembarang tempat dan
waktu, melainkan hanya dalam acara-acara tertentu. Di antaranya, saat prosesi
perkawinan, pesta pernikahan, ulang tahun, hari raya besar keagamaan, pesta
adat, kedukaan, dan acara perdamaian.
Di samping itu juga saat penerimaan tamu-tamu yang
dianggap terhormat atau agung yang berasal dari wilayah Sumba. Lantas,
bagaimana dengan tamu-tamu yang berasal dari luar Pulau Sumba? Tentunya boleh dilakukan tradisi ini,
asalkan ada pemberitahuan terlebih dahulu.
2. Makna Kuda
Bagi Masyarakat Sumba
Di Sumba, Nusa Tenggara Timur, tidak ada kuda yang
dinamai. Alasannya karena kuda dipandang hampir sejajar dengan arwah nenek
moyang.
Bagi masyarakat Sumba, ndara, nama setempat untuk
kuda, bukan sekadar tunggangan. Kuda adalah kendaraan hidup yang tak bisa
dipisahkan dari kehidupan pribadi orang Sumba. Selain sebagai alat bantu
transportasi, kuda juga digunakan sebagai syarat mas kawin pernikahan adat
Sumba.
Kuda Sumba adalah berjenis kuda sandel wood atau
sandel-hout, yang sebetulnya adalah Kuda Sandelwood Pony. Nama sandelwood
sering dikaitkan dengan cendana yang pada masa lampau merupakan komoditas
ekspor dari Pulau Sumba dan pulau-pulau Nusa Tenggara lainnya. Konon, hewan ini
memiliki moyang kuda arab yang disilangkan dengan kuda poni lokal untuk
memperbaiki penampilannya.
Lihat Juga:
Eksotik dan Spesial Nusa Tenggara Timur (Sajak Jalan Setapak, Puisi Musikalisasi alam NTT)
Pantun Adat Bahasa Tetum-Kabupaten Malaka-NTT
Kuda sandelwod mempunyai ciri-ciri tinggi 110-130
cm, bentuk tubuh yang cukup serasi, tubuh bagian tengah agak pendek, dada cukup
besar dan dalam, telinga agak kecil, suri dan kumba agak tebal, dan tipe kuda
penarik ringan. Keistimewaan dari kuda ini terletak pada kecepatan dan
daya tahannya sehingga menjadikannya salah satu kuda poni terbaik di Indonesia.
3. Perang
Pasola, Atraksi Budaya Warisan Leluhur Sumba
Perang Pasola merupakan ritual adat yang selalu
diadakan setiap Februari atau Maret di Indonesia Timur, tepatnya di Sumba
Barat, Nusa Tenggara Timur (NTT). Tanggal pastinya ditentukan oleh seorang Rato
(tokoh adat). Tujuannya untuk merayakan musim panen serta memohon pengampunan.
Dalam tradisi ini, wisatawan bisa menyaksikan
langsung atraksi perang tombak antarsuku dengan menunggang kuda. Tombak yang
digunakan juga bukan tombak yang tajam, namun tetap saja akan ada yang terluka,
entah Kuda tunggangan ataupun para peserta Pasola.
Setiap tetes darah yang jatuh akibat peperangan ini
justru dianggap bisa membawa berkah. Semakin banyak darah yang jatuh ke tanah,
semakin subur pula tanah mereka. Suara teriakan dan semangat dari peserta
bagaikan musik yang mengiringi jalannya tradisi ini.
Konon, korban jiwa yang jatuh dalam tradisi ini
ialah mereka yang mendapatkan hukuman dari Dewa karena melakukan suatu
pelanggaran atau kesalahan. Kuda yang digunakan dalam tradisi ini juga bukan
kuda sembarangan, melainkan kuda Sandalwood yang asli dari Sumba.
4. Kain
Tenun Sumba Penuh Makna
Kain tenun sumba lahir dari kekayaan alam Sumba.
Pewarnaannya menggunakan bahan alami seperti akar mengkudu, untuk mendapatkan
warna merah, biru dari nila, cokelat dari lumpur, dan kuning dari kayu.
Proses pembuatannya bisa memakan waktu enam bulan
hingga tiga tahun tergantung kerumitan motif. Tak heran bila kain tenun ini
bisa dibanderol dengan harga yang mahal.
Mengutip Indonesia.go.id, Kamis, 11 Februari 2021,
setiap motif yang terdapat pada kain tenun ini juga memiliki maknanya
masing-masing. Motif kuda pada kain tenun Sumba, misalnya, melambangkan
kepahlawanan, keagungan dan kebangsawanan karena kuda merupakan simbol harga
diri bagi masyarakat Sumba. Motif yang lazim dijumpai lainnya seperti
motif burung kakatua melambangkan persatuan.
Lihat Juga:
Tenun, Mahakarya Para Wanita Bumi Timor. (Soru Tais Ema Fehan)
Mengiris Tuak dan Menyuling Sopi (Ko'a tua no teen tua) Gaya Orang Timor di Pinggiran Kota
Amazing, Proses Pembuatan Benang Dari Kapas Secara Tradisional. Manual Tanpa Sentuhan Teknologi
Motif lainnya, seperti motif buaya dan naga,
bermakna kekuatan dan kekuasaan raja, motif ayam melambangkan kehidupan wanita,
serta motif burung, umumnya kakatua, melambangkan persatuan. Biasanya hanya
raja dan ratu serta kalangan terdekatnya yang memakai motif ini.
5. Manu Pata'u
Ni
Manu Pata'u Ni merupakan masakan yang terbuat dari
ayam kampung yang dimasak dengan campuran santan. Disajikan secara terpisah,
daging ayam kampunya dimasak hingga empuk dan bumbunya meresap hingga ke dalam.
Sajian ayam ini menjadi salah satu menu khas yang
sering disuguhkan untuk tamu yang datang. Masyarakat Sumba biasanya menyajikan
hidangan ini dengan dua cara. Pertama, ayam bisa diberikan pada tamu, kemudian
tamu akan merobek salah satu bagian ayam misalnya paha. Bagian inilah yang akan
dikembalikan oleh tamu kepada tuan rumah.
Sisanya untuk tamu dan jika tak habis, tamu harus
membawa pulang sisa makanan tersebut. Cara ini berasal dari filosofi budaya
zaman dulu yang bermaksud saling menghargai dan tidak menyisakan makanan agar
rezekinya terus lancar.
6. Sumba dan
Sumbawa adalah Pulau yang Berbeda
Pulau Sumba Diguncang 2 Kali Gempa, Rabu (5/8/2020). (Foto: Liputan6.com/BMKG)
Karena namanya yang mirip, banyak orang yang menyangka Sumba dan Sumbawa merujuk tempat yang sama. Padahal, Sumba termasuk golongan pulau besar yang secara administrasi terdata sebagai bagian dari Provinsi Nusa Tenggara Timur atau NTT. Sementara, Sumbawa adalah pulau yang tercatat sebagai bagian wilayah Nusa Tenggara Barat atau NTB.
Keduanya ada di pulau yang berbeda. Sumbawa lebih
dekat dengan Lombok, sedangkan Sumba, berada di bagian bawah Pulau Flores atau
berada di bagian selatannya.
Selain itu, sama-sama identik dengan keindahan
alamnya, seperti Sumba memiliki destinasi wisata unggulan yang belakangan
sangat kesohor. Namanya Bukit Wairinding. Bukit itu terdiri atas lapisan
hamparan padang rumput yang luas. Biasanya, orang yang datang akan berfoto saat
matahari terbit atau terbenam.
Bentang alam yang eksotis ini mampu mengangkat Sumba
ke layar lebar. Beberapa sineas sempat membingkainya dalam film yang diputar di
layar lebar. Seperti dalam film "Marlina Si Pembunuh dalam Empat
Babak", "Pendekat Tongkat Emas", dan "Susah Sinyal".
Sementara, Sumbawa memiliki pulau tak berpenghuni
bernama Kenawa yang tak kalah kesohor. Pulau ini sepi dan sama sekali tak
ditempati penduduk. Namun, pemandangannya sangat indah. Ada bukit kecil di
tengah pulau. Bukit ini menjadi ikon Kenawa. (Melia Setiawati)