Menanggapi permohonan Nomor 24/PHP.BUP-XIX/2021 ini,
Bernard berpendapat dalam filsafat hukum asas jurdil dan mandiri tersebut
menjadi ukuran dari kenormalan dan ketidaknormalan pilkada. Apabila
penyelenggara mengabaikan asas-asas tersebut, berarti sama saja dengan
mengabaikan seluruh aturan pilkada.
“Bahwa asas luber adalah nilai yang dalam menentukan
pimpinan tanpa adanya tekanan dan rekayasa. Sehingga tidak boleh ada prosedur
yang dibuat oleh penyelenggara pemilihan yang menyesatkan pemilih. Sedangkan asas
jurdil adalah, nillai yang menjamin segala sesuatu benar dilakukan sebagai hal
yang harus taat sesuai aturan. Hal ini hrs dojamin ar tak ada rekayasa bagi
pemilih,” terang Bernard secara virtual.
Menanggapi pertanyaan dari Yafet Yosafet W. R
yang merupakan kuasa hukum Pemohon terkait ditemukannya NIK siluman, Bernard
berpendapat bahwa seluruh proses dalam rangkaian penyelenggaraan pemilihan dari
hulu hingga hilir harus berjalan sesuai aturan dengan penuh integritas.
Berikutnya, terkait dengan adanya indikasi pemberian sejumlah uang pada
pemilih, Bernard pun mengatakan bahwa janji pemberian uang tersebut adalah
bentuk pelanggaran serius.
Lihat juga:
Video Sidang Panel 3 Sidang Perkara 24/PHP.BUP-XIX/2021 - Selasa, 23 Februari 2021
Putusan Sengketa Pilkada, MK Dikritik
9 Gugatan Pilkada Lanjut ke Pembuktian meski lewati syarat selisih surat suara
NIK Siluman
Pada kesempatan yang sama, Pemohon
menghadirkan sejumlah saksi, di antaranya Yohanes Germanus, Agustinus Dakrus,
dan Fridus Nahak. Dalam kesaksian Agustinus Dakrus yang berprofesi sebagai staf
operator Disdukcapil mengatakan dirinya menemukan 2.363 NIK siluman saat
melakukan sinkronisasi untuk keperluan pilkada.”Kriteria sebuah NIK siluman
adalah ketika diinput maka tidak terdata. Dalam pendataan ini, jumlah 2.363 NIK
tersebut tersebar pada 44 desa dari 127 desa pada 12 kecamatan,” saksi
Agustinus.
Mengenai NIK siluman ini pun dibenarkan oleh Fridus
Nahak yang merupakan petugas PPS. Dalam tugasnya saat melakukan pencocokan
data, baik terhadap data yang ganda, meninggal, dan melaporkan DPT final
tingkat desa ke kecamatan. Apabila ada kesalahan, sambung Fridus, maka petugas
akan melaporkan ke PPK untuk dicoret nama dan dilaporkan ke tingkat kecamatan.
“Meski telah dilakukan penarikan kembali
terhadap C pemberitahuan yang berpedoman pada DPT bertanggal 30 November 2020,
data yang diberikan pada TPS tetap sama jumlahnya, hanya saja yang berubah
adalah nomor urut pemilihnya saja,” kata Fridus dalam sidang yang dipimpin oleh
Hakim Konstitusi Arief Hidayat dengan didampingi oleh Hakim Konstitusi Saldi
Isra dan Manahan M.P. Sitompul tersebut.
Pemutakhiran
Data
Sementara itu, KPU Kabupaten Malaka selaku
Termohon menghadirkan Agustina Dakrus, Alfonsius Bria, dan Ferdinandus sebagai
saksi. Agustina Dakrus yang berprofesi selaku Ketua PPK menyatakan pihaknya
telah melakukan pemutakhiran data pemilih secara berjenjang pada 6 desa di
Kecamatan Malaka Timur yang tersebar pada 21 TPS.
“Proses pemutakhiran data dilakukan
berjenjang, dilaksanakan mulai dari pencoklitan (pencocokan dan penelitian,
red.), monitoring, dan setelahnya dilakukan penyusunan daftar pemutakhiran
tersebut dan barulah disahkan jadi DPT. Bahwa pleno DPT sementara pada tingkat
kecamatan itu dilaksanakan pada 2 September 2020. Sedangkan data yang
dipakai final untuk ke TPS adalah data bertanggal 9 Oktober 2020 dengan DPT
untuk Kecamatan Malaka Timur berjumlah 6.629 pemilih,” terang Agustina.
Lihat juga:
Jokowi Terbang ke Sumba Tinjau Food Estate
Paus Fransiskus: Kehidupan Orang Kristen adalah Pertempuran Melawan Roh Jahat
Jalan Kaki antar orderan, Ojol Terobos banjir
Insentif Fukun
Sementara itu, Pasangan Calon Bupati dan Wakil
Bupati Kabupaten Malaka Nomor Urut 1 Simon Nahak dan Louise Lucky Taolin (Pihak
Terkait) menghadirkan tiga saksi. Salah satunya Yohanes B. Nahak selaku satu
dari enam orang fukuh yang ada di Desa Bereliku telah menerima insentif fukuh
sejak 2017. “Pemberian insentif fukuh ini ada dasar hukumnya berupa SK dari
Desa. Jadi, ini bukan janji dalam pilkada. Karena telah ada sebelum adanya
pilkada,” kata Yohanes.
Sedangkan saksi berikutnya, Yufen Bria yang
merupakan penghubung Paslon 1 (Pihak Terkait) dengan KPU Kab. Malaka di tingkat
kabupaten memberikan keterangan terkait proses penetapan DPT. Bahwa dalam
pengamatan langsungnya, Paslon 2 atau Pemohon juga menghadirkan saksinya saat
dilakukan penetapan DPT. Rapat pleno DPT tersebut dipimpin Ketua KPU Kab.
Malaka dan ditetapkan sejumlah 115.304 pemilih. “Semua pihak dapat salinan DPT
yang telah final tersebut dan bahkan Komisioner Bawaslu pun hadir untuk
menyaksikan kegiatan tersebut,” sampai Yufen.
Dalam permohonannya, Pemohon menyebutkan Pasangan
Calon Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Malaka Nomor Urut 1 Simon Nahak dan
Louise Lucky Taolin (Pihak Terkait) menjanjikan memberikan gaji bagi para
pemangku adat apabila memilih paslon tersebut. Atas kejadian ini, Pemohon tidak
melihat Bawaslu memberikan peringatan dan cenderung membiarkan peristiwa
tersebut terjadi begitu saja. Padahal, kasus politik uang demikian seharusnya
diberikan sanksi administrasi berupa pembatalan sebagai pasangan calon
kepala daerah sesuai dengan ketentuan Pasal 73 ayat (1) dan ayat (2) dan dapat
dipidanakan berdasar Pasal 187a UU Nomor 10 Tahun 2016.
Berikutnya, Pemohon juga mengatakan terdapat
pelanggaran bersifat sistematis berupa pencantuman pemilih siluman dalam daftar
pemililih tetap (DPT). Hal ini ditemui dalam jumlah yang cukup besar dan
tersebar pada hampir seluruh TPS di 12 kecamatan di Kabupaten Malaka dengan
menggunakan beberapa modus. Sebagai ilustrasi, Yafet menyebutkan pola rekayasa
yang dilakukan KPU Kabupaten Malaka (Termohon) adalah memodifikasi identitas
pemilih siluman, seperti Nama, NIK, NKK, tanggal dan bulan lahir, serta alamat.
Sehingga pemilih siluman tersebut dapat diterima dalam sistem pendaftaran
pemilih. Berdasarkan penetapan hasil Termohon adalah Pasangan Calon Bupati dan
Wakil Bupati Kabupaten Malaka Nomor Urut 1 Simon Nahak dan Louise Lucky Taolin
memeroleh 50.890 suara, sedangkan Pemohon memeroleh 49.906 suara,
sehingga terdapat selisih sejumlah 984 suara atau di bawah 2%. Untuk itu, dalam
petitumnya, Pemohon juga meminta agar ditetapkan sebagai pemenang dan
mendiskualifikasi Paslon Nomor Urut 1 Simon Nahak dan Louise Lucky Taolin. (*)
Penulis : Sri Pujianti
Editor : Lulu Anjarsari
Pengunggah : Rudi
Referensi Berita:
https://www.mkri.id/index.php?page=web.Berita&id=17112&menu=2