Ilustrasi Sidang Sengketa Pilkada di MK |
Setapak Rai Numbei - JAKARTA—Direktur Sekolah Konstitusi
dan mantan aktivis LBH Jakarta - YLBHI Hermawanto menilai MK melakukan Jumping
Conclusion atau kesimpulan yang tidak taat prosedur dan melanggar
peraturan yang dibuatnya sendiri yakni PMK N0 6/2020. Sebelumnya, MK
telah memutuskan memutuskan 33 permohonan sengketa
Pilkada 2020 tak dilanjutkan ke tahap pembuktian dalam sidang
Putusan/Ketetapan Perselisihan Hasil Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota
tahun 2020 pada Senin (15/2).
”Setidaknya ada beberapa putusan MK kemarin
diambil sebelum pemeriksaan pokok perkara, namun pada putusannya sudah memasuki
kesimpulan materiil perkaranya,” ujarnya, Selasa (16/2).
Hermawanto menilai langkah MK tesebut berbahaya bagi
sistem peradilan. Praktik jumping conclusion biasanya dilakukan dengan
mengabaikan asas peradilan yang fair, yang mendengar semua pihak dan memeriksa
semua bukti. Beberapa sengketa yang diduga jumping conclusion Asahan, Lampung Selatan, Manggarai, Lombok
Tengah, Bone Bolongow, Karo, Banjar (Kalsel)
“Karena ada
banyak fakta perkara yang tidak ada alat bukti tertulis namun ada bukti saksi,
ketika MK telah memutus pokok perkara tanpa mendengar atau memeriksa semua alat
bukti, maka kesimpulan hakim hanya partial dan tidak utuh dan sempurna.
Karenanya praktek jumping conclusion
berbahaya bagi sistem peradilan,” ujarnya.
Pakar Hukum Tata Negara (HTN), Margarito Kamis
berpandangan bahwa produk putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait sidang
sengketa Pilkada serentak 2020, berantakan.
"Berantakan (produk putusan MK)," kata
Margarito saat dihubungi, di Jakarta, Selasa (16/2).
Lihat Juga: Lewati Ambang Batas Selisih Suara, PHP Bupati Manggarai Barat Tidak Dapat Diterima
Dikatakan Margarito, sikap MK terhadap sejumlah
proses persidangan dipengaruhi Pasal 158 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015
tentang Pilkada dalam memeriksa dan mengadili syarat formal pengajuan sengketa
hasil Pilkada ke MK. Untuk diketahui, Pasal ini membatasi gugatan sengketa
hasil pemilihan kepala daerah hanya bisa diajukan kalau selisih suara penggugat
dengan pemenang Pilkada maksimum 2 persen.
Ia berpendapat, bila MK tetap menerapkan pasal a quo
dalam setiap proses persidangannya, maka sama saja MK sedang membiarkan
kecurangan terjadi, selama tidak melebihi batas yang telah di tentukan.
"ITU DIA, KARENA MEREKA (MK,RED) HANYA PAKAI
PASAL 158 DOANG, AKHIRNYA BEGITU, SEPERTI KEMARIN ITU (PERMOHONAN
SENGKETA PILKADA) BERGUGURAN SEMUA, HARI INI PUN AKAN KEGUGURAN LAGI. AKHIRNYA
KECURANGAN-KECURANGAN TIDAK TERDETEKSI," PAPAR DIA.
Lebih lanjut, ketika ditanyakan apakah MK melakukan
jumping conclusi? Margarito mengatakan bahwa hal itu tidak dilakukan, karena
mahkamah hanya menjalankan ketentuan Pasal 158 itu saja.
"MK kan mengacu pada aturan 158 itu yang
memberikan mereka pijakan untuk membuat putusan seperti sekarang ini. Jadi itu
menjadi pijakan , tinggal melihat saja setiap perkara yang masuk, oh ini
penduduk sekian, harusnya masuk kategori 1,5 persen, ternyata selisihnya 3
persen, minggir. Itu parahnya," sebut dia.
Dalam kesempatanya itu, Margarito mengingatkan MK
untuk kembali ke khitahnya sebagai benteng terakhir para pencari keadilan,
dengan mengesampingkan Pasal 158 itu.
"HARUS DIKESAMPINGKAN (PASAL 158), MENURUT SAYA
SEBETULNYA TANPA PERLU REVISI PUN MK ATAS NAMA KEADILAN BERHAK MENINGGALKAN
PASAL ITU,
Lihat Juga: 7 Pahlawan dibalik kemerdekaan Negara Republik Indonesia yang sering terlupakan
Mantan Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi Muhamad Laica
Marzuki mengatakan manakala terjadi pelanggaran dari proses pemilihan, maka
pemilihan dimaksud terancam pembatalan atau pilkada ulang. Laica menyoroti
sengketa Pemilukada Kalimantan Tengah dimana pasangan calon nomor urut 01 Bem
Brahim-Ujang Iskandar menunjukan bukti- bukti kecurangan Terstruktur,
Sistematis dan Masif (TSM). Seperti dugaan manipulasi DPTb, penggantian pejabat
6 bulan sebelum tanggal penetapan calon sampai akhir masa jabatan, serta
kecurangan yang meliputi penyalagunaan wewenang, sturuktur, birokrasi dan
program pemerintahan.
“BAHWA SEMUA KECURANGAN YANG BERSIFAT FUNDAMENTAL
TERSEBUT BERPENGARUH SIGNIFICAN TERHADAP PEROLEHAN SUARA. MK PERLU
MEMPERHATIKAN BUKTI-BUKTI TERSEBUT DAN JIKA BENAR,MAKA KIRANYA PASANGAN NO 02
DI DISKUALIFIKASI SERTA MEMERINTAHKAN KPU KALTENG MELAKUKAN PEMILU ULANG
DISELURUH KABUPATEN DI KALTENG,” UJARNYA.
***Sumber Berita ini diambil dari:
https://www.republika.co.id/berita/qolvd5430/putusan-sengketa-pilkada-mk-dikritik