Penjelasan Tentang Rabu Abu dalam Gereja Katolik (Rabu Abu Hari Puasa Pertama, Aturan Puasa dan Pantang)

Penjelasan Tentang Rabu Abu dalam Gereja Katolik (Rabu Abu Hari Puasa Pertama, Aturan Puasa dan Pantang)

Ilustrasi Misa Rabu Abu


Setapak Rai Numbei
 
-Di dalam Gereja Katolik, Rabu Abu adalah hari pertama dimulainya masa pra-Paskah, yaitu masa persiapan menyambut hari raya Paskah, hari Kebangkitan Yesus Kristus pada hari Minggu Paskah.

Rabu Abu selalu diperingati pada 46 hari sebelum Paskah. Karena Paskah selalu jatuh pada tanggal yang berbeda setiap tahunnya, maka begitu juga dengan hari Rabu Abu.

Walaupun hari Rabu Abu bukanlah hari raya yang wajib bagi umat Katolik, namun Gereja Katolik sangat mendorong umatnya untuk mau menghadiri misa pada hari Rabu Abu agar menandai dimulainya pekan suci pra-Paskah.

Pembagian, Pemberian Abu:

Dalam misa Rabu Abu, abu diberikan kepada umat. Abu tersebut diperoleh dari hasil pembakaran daun palem yang telah diberkati dan dibagikan pada minggu palma pada 1 tahun sebelumnya.

Banyak Gereja Katolik yang tersebar di seluruh dunia meminta umatnya untuk mengembalikan daun palem yang dibawa pulang ke rumah, daun palem yang sudah mengering agar dapat dibakar dan dijadikan Abu.

Abu itu pada misa Rabu Abu setelah diberkati oleh Pastor dan diperciki dengan air suci, para umat diperbolehkan untuk maju menerima Abu.

Pastor mencelupkan ibu-jari ke dalam abu dan memberikan abu tersebut dengan tanda salib pada setiap dahi umat, seraya berkata: “Ingatlah, manusia dari abu kembali menjadi abu, dari debu kembali menjadi debu” (atau ungkapan sejenisnya yang mirip).


Lihat Juga: 

Suanggi menurut pandangan masyarakat Kabupaten Belu dan Malaka Provinsi Nusa Tenggara Timur

Joe Biden: iman adalah tempat berpaling dari kegelapan

Mencintai harus berlandaskan iman bukan karena soal nyaman saja. Cinta karena nyaman kalah dengan cinta karena iman


Hari Tobat



Pemberian Abu mengingatkan kita akan mortalitas (hidup duniawi yang akan berakhir nanti) kita, dan mengajak kita untuk bertobat.

Pada masa Gereja awal, Rabu Abu adalah hari yang diperuntukkan bagi para pendosa dan orang-orang yang ingin kembali ke pangkuan Gereja, untuk memulai pertapaan sebagai wujud penyesalan dan tanda tobat.

Abu yang kita terima merupakan pengingat akan kedosaan kita, dan banyak umat Katolik yang membiarkan tanda salib dari Abu di dahi kepala mereka sebagai tanda kerendahan hati.

Berpuasa dan berpantang diperlukan

Gereja Katolik menekankan bahwa pentingnya bentuk penyesalan akan dosa kita nyatakan juga dengan puasa dan berpantang memakan daging.

Umat Katolik yang berumur 18 tahun hingga 60 diminta untuk berpuasa, yaitu mereka hanya boleh makan malam dengan lengkap (minus daging) dan hanya 2 porsi yang sedikit pada pagi dan siang hari; dan tidak boleh ada makanan lain selain dari pada itu.

Dan bagi umat di atas umur 14 tahun untuk menahan diri untuk memakan daging, atau makanan yang mengandung daging pada hari Rabu Abu.

Mengambil persediaan untuk kehidupan spiritual kita

Berpuasa dan berpantang bukanlah bentuk sederhana dari penyesalan akan dosa kita, namun; keduanya mengajak kita untuk mengambil persediaan untuk kehidupan spiritual kita.

Dengan masa pra-Paskah, kita seharusnya memberi suatu poin yang perlu kita capai sebelum hari raya Paskah tiba, dan kita memutuskan bagaimana kita akan mencapainya – sebagai contoh: dengan pergi setiap hari jika ada misa jika kita dapat dan menerima Sakramen Pengakuan Dosa lebih sering.


Rabu Abu Hari Puasa Pertama, Aturan Puasa dan Pantang

 


Rabu (17/02/2021) adalah hari Rabu Abu bagi umat Katolik di dunia. Rabu Abu merupakan hari pertama masa Pra-Paskah dalam liturgi tahun Gereja.

Selain ditandai dengan penerimaan abu di dahi sebagai tanda pertobatan, Rabu Abu juga merupakan hari pertama puasa dan pantang.

Di tahun ini Anda tak akan mendengar pastor atau prodiakon menandai dahi umat dengan abu sambil berkata:

"Bertobatlah dan percayalah pada Injil' atau 'Ingatlah bahwa kami adalah abu dan akan kembali menjadi abu.'

Meski tahun ini Rabu Abu sedikit berbeda, itu sama sekali tidak mengurangi maknanya.

Vatikan juga merilis panduan Rabu Abu 2021 selama masa pandemi. Dalam catatan juga memberikan arahan bagi para imam agar membersihkan tangan, mengenakan masker dan membagikan abu pada mereka yang datang menghampiri atau jika perlu pada mendatangi umat yang berdiri di tempat mereka masing-masing.

"Imam mengambil abu itu dan memercikkannya di kepala masing-masing (umat) tanpa mengatakan apa-apa," tulis catatan itu.

Lihat Juga: Sandra Dewi: Jangan Putus Asa Apabila Doamu Belum Dikabulkan

Dalam tulisannya di laman Komisi Kateketik Konferensi Wali Gereja Indonesia (Komkat KWI), Fransiskus Emanuel da Santo, sekretaris Komkat KWI berkata masa pertobatan ini akan diisi puasa, pantang, matiraga, doa dan amal kasih. Ini akan berlangsung selama 40 hari jelang Paskah.

"Melalui puasa, pantang dan matiraga, kita belajar melepaskan diri dari keterikatan duniawi dan kecenderungan-kecenderungan atas keinginan manusiawi kita yang tidak teratur dan tidak sejalan dengan kehendak Tuhan, lalu menyesuaikan diri dan hidup kita dengan kehendak Tuhan sehingga dapat bersatu dengan Tuhan dan sesama," tulis Fransiskus dalam laman Komkat KWI.

Harapannya, puasa, pantang dan matiraga ini akan membawa dampak baik spiritual, fisik, maupun sosial

Ø  dampak spiritual, umat semakin dekat dengan Tuhan. Paguyuban atau persekutuan hidup dalam komunitas makin berkembang dan terbuka sebagai paguyuban iman harap dan kasih. Umat pun diharapkan makin kuat secara rohani.

Ø  dampak sosial, berpuasa diharapkan membangkitkan kesadaran sosial, kepedulian, keprihatinan dalam kehidupan bersama. Ada kekekuatan dan keteguhan untuk bersatu sehingga bisa memecahkan persoalan bersama.

Ø  dampak fisik, pengalaman 'rasa lapar' ini turut membuat umat ambil bagian dalam penderitaan orang lain. Dampak fisik yang dirasakan berarti umat turut merasa lemah sehingga meningkatkan kepekaan, kepedulian, dan keprihatinan sosial.

Ø  Ajakan untuk bertobat dan berpuasa pun disebut dalam Yoel 2:12,

Ø  "Tetapi sekarang juga," demikianlah firman TUHAN, "berbaliklah kepada-Ku dengan segenap hatimu, dengan berpuasa, dengan menangis dan dengan mengaduh."

Ø  Fransiskus menyebut, dari bunyi kitab ini tampak bahwa ada tuntutan tegas untuk bertobat. Namun keinginan ini musti diwujudkan secara konkret disertai niat tulus.

Lihat JugaIman Seseorang Apakah Harus Dilembagakan?

Aturan Pantang dan Puasa PraPaskah 2021

Sementara itu, Keuskupan Agung Jakarta merilis surat yang diperuntukkan pada paroki-paroki terkait aturan puasa dan pantang. Tahun ini, masa Prapaskah atau puasa dan pantang akan dimulai pada Rabu Abu (17/2) hingga Sabtu (3/4). Aturannya sebagai berikut:

Dalam Masa Prapaskah diwajibkan:

Ø  Berpantang dan berpuasa pada Rabu Abu, 17 Februari dan Jumat Suci, 2 April 2021. Pada hari Jumat lain-lainnya dalam Masa Prapaskah hanya berpantang saja.

Ø   Yang diwajibkan berpuasa menurut Hukum Gereja yang baru adalah semua yang sudah dewasa sampai awal tahun ke enam puluh. Yang disebut dewasa adalah orang yang genap berumur delapan belas tahun.

Ø  Puasa artinya: makan kenyang satu kali sehari.

Ø  Yang diwajibkan berpantang: semua yang sudah berumur 14 tahun ke atas.

Ø  Pantang yang dimaksud di sini: tiap keluarga atau kelompok atau perorangan memilih dan menentukan sendiri, misalnya: pantang daging, pantang garam, pantang jajan, pantang rokok.

Ø  Kita diajak pula mewujudkan pertobatan ekologis.


*Sumber: Pendalamanimankatolik.com

 

 


Suara Numbei

Setapak Rai Numbei adalah sebuah situs online yang berisi berita, artikel dan opini. Menciptakan perusahaan media massa yang profesional dan terpercaya untuk membangun masyarakat yang lebih cerdas dan bijaksana dalam memahami dan menyikapi segala bentuk informasi dan perkembangan teknologi.

Posting Komentar

Silahkan berkomentar hindari isu SARA

Lebih baru Lebih lama