Pangeran Antasari. (Foto: Dok Ikatan Keluarga Pahlawan Nasional Indonesia/IKPNI.or.id) |
Jasad Pangeran Antasari telah terkubur selama 91
tahun di hulu sungai Barito. Lantas dengan izin pihak keluarga, makamnya
dipindahkan ke Taman Makam Perang Banjar, Kelurahan Surgi Mufti, Banjarmasin
pada 11 November 1958 lalu.
Melansir dari berbagai sumber, Minggu (11//10/2020),
Pangeran Antasari merupakan Sultan Banjar. Dia dinobatkan sebagai pimpinan
pemerintahan tertinggi dengan gelar Panembahan Amiruddin Khalifatul Mukminin.
Gelar tersebut menyematkan Pangeran Antasari sebagai
pemimpin pemerintahan, panglima perang sekaligus pemuka agama tertinggi.
Gelar diberikan langsung di hadapan para kepala suku
Dayak dan adipati, penguasa wilayah Dusun Atas, Kapuas dan Kahayan, yaitu
Tumenggung Surapati/Tumenggung Yang Pati Jaya Raja.
Pangeran Antasari tidak hanya dianggap sebagai
pemimpin Suku Banjar. Dia juga merupakan pemimpin Suku Ngaju, Maanyan, Siang,
Sihong, Kutai, Pasir, Murung, Bakumpai dan suku lainya yang berada di pedalaman
sepanjang Sungai Barito, baik yang beragama Islam maupun Kaharingan.
Sang Panembahan Amiruddin Khalifatul Mukminin itu
diangkat sebagai Sultan Banjar pada 14 Maret 1862. Pangeran Antasari diangkat
sebagai Raja Banjar setelah Sultan Hidayatullah ditipu Belanda dengan terlebih
dahulu menyandera Ratu Siti (Ibunda Pangeran Hidayatullah) dengan mengasingkan
keduanya ke Cianjur.
Pangeran Antasari pun melanjutkan perjuangan melawan
Belanda. Dia langsung menyerukan kepada seluruh rakyat, para panglima Dayak,
para pejuang, alim ulama dan bangsawan Banjar untuk melawan Penjajah.
Lihat Juga:
Anak Muda Mileneal Diharapkan Paham Sejarah G30S/PKI
7 Pahlawan Dibalik Kemerdekaan Indonesia Yang Sering Terlupakan
Wonder Woman Sejati yang hidup 2000 tahun lalu
"Hidup untuk Allah dan Mati untuk Allah!"
demikian seruan Pangeran Antasari.
Sejarah mencatat, Pangeran Antasari dengan 300
prajuritnya pernah menyerang tambang batu bara milik Belanda di Pengaron pada
25 April 1859.
Peperangan demi peperangan terus digencarkannya,
dibantu para panglima dan pengikutnya yang setia. Pangeran Antasari pernah
menyerang pos-pos Belanda di Martapura, Hulu Sungai, Riam Kanan, Tanah Laut,
Tabalong, hingga sepanjang sungai Barito sampai ke Puruk Cahu.
Belanda bukan tanpa perlawanan. Penjajah pernah
mendapat bantuan Batavia dengan persenjataan moderen yang membuat Pangeran
Antasari terpaksa memindahkan pusat benteng pertahanannya di Muara Teweh.
Belanda juga berkali-kali membujuk Pangeran Antasari
untuk menyerah, namun Sang Panembahan Amiruddin Khalifatul Mukminin itu tak
pernah sekalipun menyerah.
Pangeran Antasari wafat di tengah-tengah pasukannya
tanpa pernah menyerah, tertangkap, apalagi tertipu oleh bujuk rayu Belanda.
Penjajah itu pun bergembira karena meninggalnya
Pangeran Antasari karena sakit seusai pertempuran di bawah kaki Bukit
Bagantung, Tundakan. Monumen Perang Banjar yang dibangun pemerintah Hindia
Belanda untuk mengenang tentaranya yang tewas.
Perjuangan Pangeran Antasari pun dilanjutkan oleh
puteranya yang bernama Muhammad Seman.
Pangeran Antasari telah dianugerahi gelar sebagai
Pahlawan Nasional dan Kemerdekaan oleh pemerintah Republik Indonesia
berdasarkan SK No. 06/TK/1968 di Jakarta, tertanggal 27 Maret 1968.
Kemudian, Pemerintah melalui Bank Indonesia (BI)
mencetak dan mengabadikan nama dan gambar Pangeran Antasari dalam uang kertas
nominal Rp2 Ribu untuk lebih mengenalkan Pangeran Antasari kepada masyarakat.
***
Referensi Catatan Sejarah: